Tanda-tanda Resesi Indonesia yang Kian Dekat

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
03 October 2020 07:58
[DALAM] Resesi
Foto: Arie Pratama

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia semakin nyata menuju resesi, terutama setelah Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan terjadi inflasi -0,05% secara bulanan atau deflasi. Deflasi sudah terjadi selama tiga bulan beruntun. Artinya, kuartal III-2020 sepenuhnya diwarnai oleh deflasi. Kali terakhir Indonesia mengalami deflasi panjang adalah pada Maret-September 1999.

Kelapa BPS Suhariyanto mengatakan ada empat kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi. Makanan, minuman, dan tembakau -0,37%, pakaian dan alas kaki -0,01%, transportasi -0,33%, serta informasi, komunikasi, dan jasa keuangan -0,01%.

Fenomena deflasi disebabkan oleh dua hal. Pertama adalah pasokan yang memadai sehingga tidak menimbulkan tekanan harga."Namun daya beli masyarakat juga rendah, sangat-sangat lemah. Ini ditunjukkan oleh inflasi inti yang terus menurun," kata Suhariyanto belum lama ini.

Selain itu, sepanjang pandemi Covid-19 mobilitas masyarakat pun dibatasi untuk menghindari penyebaran virus lebih luas lagi. Banyak kantor kemudian yang menerapkan bekerja dari rumah, hingga sekolah di rumah.

Akibatnya, tingkat okupansi pun turun dalam beberapa bulan ke belakang, menambah parah tingkat okupansi perkantoran yang sudah memiliki tren menurun dalam beberapa tahun terakhir.

"Dalam 3 tahun terakhir, okupansi memang menurun. Tiga tahun lalu okupansi sekitar 85% atau 86%. Sekarang mendekati 75%. Artinya turun 5-10% dibanding 3 tahun lalu," kata Konsultan Properti dari Savills Indonesia Anton Sitorus kepada CNBC Indonesia, Rabu (30/9).

Apalagi setelah pandemi ini banyak penyewa kantor yang lebih memilih untuk mempekerjakan pekerjanya dari rumah. Apalagi banyak kasus konfirmasi Covid-19 yang terjadi di perkantoran atau disebut juga sebagai kluster perkantoran. Membuat pemerintah harus mengambil langkah untuk menutup tempat tersebut.

"Akhir tahun lalu 75%. Sekarang okupansi mungkin sedikit menurun jadi 74% atau sekitar segitu. Atau jika dilihat dari vacancy (kekosongan), sebelum pandemi 25%, sekarang mulai naik 26-27% (makin kosong). Contoh di kawasan CBD (Central Business District) 4 tahun lalu sekitar 20%. Akhir tahun lalu 25%. Sekarang 26-27% (makin kosong)," papar Anton.

Ketika ancaman resesi semakin dekat, pergerakan ekonomi semakin tertekan, hingga semakin banyak pekerja yang mengalami PHK, masyarakat pun menjadi semakin gencar menabung di bank.

Ini mencerminkan keengganan untuk melakukan ekspansi, semua pihak memilih mencari aman sehingga kucuran kredit perbankan masih sangat lemah. Lain halnya dengan Dana Pihak Ketiga (DPK) kenaikannya cukup tinggi.

"Pertumbuhan DPK itu tinggi 11,64% di Agustus dan lebih tinggi dari akhir semester I di bulan Juni," kata Perry Warjiyo, Gubernur BI.

"Dalam konteks seperti ini sebagian pendapatan lebih baik ditabung untuk berjaga-jaga ke depan. Sebab kenaikan konsumsi belum kuat," imbuhnya dalam Rapat Kerja di DPR.

Sementara Perry menjelaskan pertumbuhan kredit industri perbankan sampai Agustus 2020 hanya mencapai 1,04%. Kebutuhan permintaan kredit, sambung Perry belum kuat.

"Ke depan dengan stimulus moneter dan fiskal dan restrukturisasi kredit dan perbaikan ekonomi diharapkan permintaan kredit akan naik dan pertumbuhan kredit naik," katanya.


Mengutip laporan uang beredar edisi Agustus 2020 terbitan Bank Indonesia (BI), total Dana Pihak Ketiga (DPK) atau simpanan uang di perbankan mencapai Rp 6.228,1 triliun. Naik 10,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Juli 2020 yaitu 7,7% YoY.

Berdasarkan jenis kredit, seluruhnya mengalami perlambatan. Bahkan Kredit Modal Kerja (KMK) tumbuh negatif alias kontraksi. Penyaluran kredit modal kerja pada Agustus tercatat Rp 2.471,1, turun 1,7% YoY.

Dari sisi dunia usaha, penyaluran KMK untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada Agustus tercatat Rp 840,9 triliun, turun 4,3% YoY. Sementara dari sisi rumah tangga, penyaluran Kredit Konsumsi (KK) untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) adalah Rp 121,3 triliun, turun 15,1% YoY.

Penurunan suku bunga kredit ternyata belum mampu merangsang dunia usaha dan rumah tangga untuk melakukan ekspansi. Pada Agustus, rata-rata suku bunga kredit adalah 9,89%, turun 3 basis poin (bps) dibandingkan bulan sebelumnya.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular