Ada Lagi, Data Baru Ini Bikin Makin Yakin RI Bakal Resesi!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 September 2020 12:23
Pengunjung melintas di depan gerai mall di kawasan Jakarta, Senin (4/3/2019). Tingginya biaya pengeluaran, membuat sejumlah gerai ritel menutup tokonya, selain itu maraknya toko online juga disinyalir membuat pergeseran dalam budaya berbelanja masyarakat Indonesia. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Pengunjung melintas di depan gerai mall di kawasan Jakarta, Senin (4/3/2019). Tingginya biaya pengeluaran, membuat sejumlah gerai ritel menutup tokonya, selain itu maraknya toko online juga disinyalir membuat pergeseran dalam budaya berbelanja masyarakat Indonesia. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pertanda kelesuan ekonomi Indonesia muncul lagi. Dunia usaha dan rumah tangga semakin getol menyimpan uang di bank, sementara permintaan kredit terus melambat. Ini mencerminkan keengganan untuk melakukan ekspansi, semua pihak memilih mencari aman.

Mengutip laporan uang beredar edisi Agustus 2020 terbitan Bank Indonesia (BI), total Dana Pihak Ketiga (DPK) atau simpanan uang di perbankan mencapai Rp 6.228,1 triliun. Naik 10,9% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/YoY), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan Juli 2020 yaitu 7,7% YoY.

 

Jenis

Juli 2020 (Rp Triliun)

Agustus 2020 (Rp Triliun)

Juli 2020 (%YoY)

Agustus 2020 (%YoY)

Giro

1411.1

1508.4

11.2

22.2

Tabungan

2001.3

2035.2

8.2

10.2

Simpanan Berjangka

2646.3

2684.5

5.5

5.9

TOTAL

6058.7

6228.1

7.7

10.9

Sumber: BI

 

Di sisi korporasi, DPK berupa giro pada Agustus naik 22,4% YoY, naik dibandingkan Juli yang tumbuh 11,2% YoY. Kemudian tabungan pada Agustus tumbuh  11,3%, sementara Juli naik 8,2%. Lalu tabungan berjangka pada Agustus tumbuh 6% YoY, bulan sebelumnya naik 7,4% YoY.

Di sisi individu, DPK giro naik 6,1% YoY pada Agustus dibandingkan Juli naik 11,7% YoY. Kemudian tabungan pada Agustus tumbuh 10,2% YoY, dari 8,3% YoY bulan sebelumnya. Lalu simpanan berjangka pada Agustus naik 7,4% YoY, melambat dibandingkan pertumbuhan Juli yang sebesar 8,5%.

"Secara umum, simpanan berjangka mencatat peningkatan dari 5,5% YoY pada Juli 2020 menjadi 5,9% YoY yang bersumber dari simpanan berjangka rupiah, terutama di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta. Giro mengalami peningkatan pertumbuhan dari 11,2% YoY pada Juli 2020 menjadi 22,2% YoY pada Agustus 2020 baik dalam rupiah maupun valas, khususnya di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Timur. Sementara itu tabungan tercatat meningkat dari 8m2% YoY pada Juli 2020 menjadi 10,2% pada Agustus 2020 terutama disebabkan tabungan rupiah dan valas di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Tengah," papar laporan BI.

Sementara uang di perbankan meningkat pesat, kredit malah terus melambat. Pada Agustus, penyaluran kredit tercatat Rp 5.520,9 triliun atau naik 0,6% YoY. Lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yaitu 1% YoY. 

Debitur

Juli 2020 (Rp Triliun)

Agustus 2020 (Rp Triliun)

Juli 2020 (%YoY)

Agustus 2020 (%YoY)

Korporasi

2788.3

2774

0.9

0.7

Perorangan

2548.9

2551.9

1.5

1

Lainnya (termasuk Pemda dan Industri Keuangan Non-Bank)

199.3

195

-4.4

-7.5

TOTAL

5536.4

5520.9

1

0.6

Sumber: BI

Berdasarkan jenis kredit, seluruhnya mengalami perlambatan. Bahkan Kredit Modal Kerja (KMK) tumbuh negatif alias kontraksi. Penyaluran kredit modal kerja pada Agustus tercatat Rp 2.471,1, turun 1,7% YoY.

 

Jenis Kredit

Juli 2020 (Rp Triliun)

Agustus 2020 (Rp Triliun)

Juli 2020 (%YoY)

Agustus 2020 (%YoY)

Kredit Modal Kerja

2480.1

2471.1

-1.7

-1.7

Kredit Investasi

1471.1

1465.5

5.2

4

Kredit Konsumsi

1585.2

1584.4

1.5

1.1

Sumber: BI

 

Dari sisi dunia usaha, penyaluran KMK untuk sektor perdagangan, hotel, dan restoran pada Agustus tercatat Rp 840,9 triliun, turun 4,3% YoY. Sementara dari sisi rumah tangga, penyaluran Kredit Konsumsi (KK) untuk Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) adalah Rp 121,3 triliun, turun 15,1% YoY.

Penurunan suku bunga kredit ternyata belum mampu merangsang dunia usaha dan rumah tangga untuk melakukan ekspansi. Pada Agustus, rata-rata suku bunga kredit adalah 9,89%, turun 3 basis poin (bps) dibandingkan bulan sebelumnya.

Situasi ini semakin meyakinkan bahwa ekonomi nasional sedang berada dalam masa-masa kelam. Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) membuat ekonomi Tanah Air bak mati suri.

Seperti di negara-negara lain, pemerintah Indonesia menempuh kebijakan pembatasan sosial (social distancing) untuk meredam penyebaran virus corona. Kebijakan ini diterjemahkan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar yang tertuang dalam PP No 21/2020.

Pasal 3 PP tersebut menyatakan bahwa PSBB minimal meliputi:

  1. Peliburan sekolah dan tempat kerja.
  2. Pembatasan kegiatan keagamaan.
  3. Pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

PSBB memang agak dilonggarkan mulai awal Juni, tetapi tetap belum bisa kembali ke kondisi pra-pandemi. Pembukaan kembali aktivitas masyarakat (reopening) masih bertahap dan wajib tunduk terhadap protokol kesehatan.


Misalnya, pusat perbelanjaan alias mal boleh beroperasi tetapi hanya bisa menerima pengunjung maksimal 50% dari kapasitas. Pegawai juga sudah bisa kembali ke kantor, tetapi sebagian masih harus bekerja dari rumah (Work from Home/WfH).

Pelonggaran PSBB tidak serta-merta membuat warga menyebu tempat pertokoan dan tempat rekreasi. Pada Agustus, Badan Pusar Statistik (BPS) mencatat kunjungan ke lokasi ini masih 12,8% di bawah normal.

Di tempat transit transportasi umum (stasiun, terminal, halte, bandara, pelabuhan, dan sebagainya), mobilitas warga juga masih tertahan. Per Agustus, kunjungan warga ke lokasi transit masih 32,3% di bawah hari biasa. Bahkan kalau hari kerja (weekdays), bisa sampai 37% di bawah normal.

Sepertinya ini ada hubungan dengan mobilitas masyarakat di tempat kerja. Meski sudah ada pelonggaran PSBB, sebagian masyarakat belum kembali ke kantor. Pada Agustus, aktivitas di tempat kerja masih 21,6% di bawah normal. Bahkan lebih sepi ketimbang bulan sebelumnya yaitu 20% di bawah hari biasa.

Data tersebut menggambarkan mobilitas warga masih belum seperti sedia kala. Padahal mobilitas masyarakat mencerminkan seberapa cepat laju roda perekonomian. Saat mobilitas terbatas, maka ruang pertumbuhan ekonomi menjadi sempit.

Makanya kemudian ekonomi Tanah Air menyusut pada kuartal II-2020. Kemungkinan besar penyusutan ekonomi akan kembali terjadi pada kuartal III-2020 sehingga Indonesia resmi masuk jurang resesi.

John Maynard Keynes, salah satu peletak dasar teori ekonomi makro, menelurkan konsep Paradox of Thrift atau Paradox of Saving. Konsep ini, peningkatan tabungan masyarakat justru berdampak negatif terhadap ekonomi secara keseluruhan.

Dalam situasi ekonomi yang tidak pasti, seperti resesi, masyarakat tentu berpandangan bahwa langkah terbaik adalah menabung. Selamatkan Diri Masing-masing (SDM), harus berjaga-jaga kalau sampai terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti menjadi korban Pemtusan Hubungan Kerja (PHK).

Namun kalau uang masyarakat terkumpul di bank, maka tinggal sedikit yang tersisa untuk berputar di sektor riil. Pada akhirnya peningkatan jumlah tabungan menciptakan paradoks, yaitu membuat resesi menjadi semakin dalam. Semakin banyak pengusaha yang tumbang, semakin banyak pekerja yang menjadi korban PHK.

Menabung saat resesi mungkin adalah pilihan terbaik bagi orang per orang. Namun kalau semakin banyak orang berpikir dan melakukan hal yang sama, maka situasinya malah kian parah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular