Arutmin Mau Perpanjangan IUPK? Sepertinya Harus Ikut PP Baru

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak tambang batu bara PT Arutmin Indonesia, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI), akan berakhir pada 1 November 2020 mendatang, namun hingga kini pemerintah belum memberikan kepastian kelanjutan operasional tambang batu bara perusahaan.
Meski Arutmin telah mengajukan permohonan perpanjangan kepada pemerintah, namun perusahaan harus tetap mengikuti persyaratan yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Mineral dan Batu Bara.
Berdasarkan dokumen Rancangan Peraturan Pemerintah yang diperoleh CNBC Indonesia, pada Pasal 187 tentang ketentuan peralihan, disebutkan bahwa "bagi pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) yang telah mengajukan permohonan perpanjangan PKP2B menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi perpanjangan kepada Menteri sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan harus menyesuaikan permohonan perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini kecuali terkait rencana pengembangan dan atau pemanfaatan batu bara."
Rencana pengembangan dan atau pemanfaatan batu bara harus disampaikan bersamaan dengan permohonan perpanjangan PKP2B menjadi IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian.
Meski dalam UU Minerba sebelumnya tidak disebutkan kapan paling lambat pemerintah dapat memberikan persetujuan atau penolakan dari permohonan perpanjangan IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian ini, namun di RPP ini disebutkan bahwa "Menteri memberikan persetujuan permohonan IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sebelum berakhirnya PKP2B."
Menteri dapat memberikan persetujuan IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian harus mempertimbangkan keberlanjutan operasi, optimalisasi potensi cadangan mineral atau batu bara dalam rangka konservasi mineral atau batu bara dari WIUPK untuk tahap kegiatan operasi produksi, dan kepentingan nasional.
Namun di sisi lain, "Menteri dapat menolak permohonan IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/ perjanjian berdasarkan hasil evaluasi terhadap persyaratan perpanjangan dan evaluasi terhadap kinerja pengusahaan pertambangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini."
Penolakan tersebut pun harus disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari sebelum berakhirnya PKP2B disertai dengan alasan penolakan.
Artinya, setidaknya pada 1 Oktober 2020, Menteri sudah bisa memberikan keputusan dari kelanjutan operasi tambang Arutmin. Namun sayangnya hingga kini pemerintah belum resmi menetapkan dan mengundangkan RPP ini.
Saat dikonfirmasikan kepada pihak pemerintah, hal ini tidak dibenarkan dan tidak juga disangkal.
"Sedang dibahas," tutur Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin melalui pesan singkat kepada CNBC Indonesia (08/09/2020).
Dengan belum diterbitkannya aturan PP Minerba hingga saat ini, akankan tanggal 1 Oktober Menteri bisa memberikan keputusan operasi Arutmin? Mari kita tunggu saja.
(wia/wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Terbaru! Ini Dia Bocoran Lengkap Soal PP Minerba
