RI Mengidap 'Kanker' Deflasi, Suku Bunga Wajib Turun!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 September 2020 15:17
Ilustrasi Bank Indonesia
Ilustrasi Gedung BI (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Sejak akhir 2019, Bank Indonesia (BI) sudah menurunkan suku bunga acuan sebesar 100 basis poin (bps). BI 7 Day Reverse Repo Rate kini berada di 4%, terendah sejak kali pertama diperkenalkan pada 2016.

Sayangnya, suku bunga kredit belum bisa turun setajam itu. Sebagai ilustrasi, rata-rata suku bunga Kredit Modal Kerja (KMK) bank umum pada Juli 2020 adalah 9,41%. Dibandingkan dengan akhir 2019, turun 62 bps. Masih lumayan jauh dibandingkan penurunan suku bunga acuan sehingga semestinya masih bisa turun lagi.

Sebenarnya saat ini likuiditas sedang berlebih, mengingat suku bunga rendah menjadi tren global sehingga arus modal masuk dengan deras ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Kelonggaran likuiditas terlihat dari tingginya rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 26,24% pada Juni. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 24,33% maupun periode yang sama tahun lalu yaitu 19,1%.

Namun, ada kecenderungan likuiditas itu belum tersalurkan dalam bentuk kredit. Sebab, pertumbuhan kredit malah terus melambat.

Jadi ke mana likuiditas perbankan yang berlebih itu? Sepertinya masih di pasar keuangan. Terlihat dari pemilikan perbankan di obligasi pemerintah yang dalam tren meningkat.

Bukan berarti kala perbankan menempatkan dana di Surat Berharga Negara (SBN) itu menjadi hal yang negatif. Sebab dana itu akan digunakan untuk pembiayaan APBN, baik itu belanja pegawai, barang, modal, sampai bantuan sosial. Apalagi jika yang membeli adalah perbankan nasional, yang membuat ketergantungan terhadap investor asing berkurang.

Namun, tentu perlu ada upaya untuk membuat dana perbankan yang ngendon di pasar keuangan bisa tersalurkan ke sektor riil. Pendekatan insentif dan disinsentif mungkin bisa dikedepankan.

Menurunkan kupon SBN tidak bisa dilakukan semena-mena, karena itu dibentuk melalui mekanisme pasar. Namun pemerintah bisa secara bertahap menurunkan kupon SBN dalam setiap lelang.

Kebetulan sekarang posisi pemerintah sebagai penerbit obligasi ada di atas angin. Investor sedang butuh menempatkan dana di instrumen dengan imbalan relatif tinggi karena di negara-negara maju praktis imbalan riil sudah negatif.

Investor yang sedang desperate membuat pemerintah punya kendali untuk sedikit demi sedikit menekan kupon SBN ke bawah. Ketika imbalan berinvestasi di SBN berkurang, maka akan menjadi disinsentif untuk menaruh uang di sana. Diharapkan perbankan akan lebih memilih untuk menyalurkan dana ke sektor riil dalam bentuk kredit.

TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)
[Gambas:Video CNBC]


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular