Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah membentuk tim baru dalam upaya percepatan penanganan wabah virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Dalam tim tersebut, ada yang khusus bertugas untuk menanggulangi dampak pandemi virus corona dari aspek ekonomi.
Peraturan Presiden (Perpres) No 82/2020 tentang Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Komite itu terdiri dari Komite Kebijakan, Satuan Tugas Penanganan Covid-19, dan Satuan Tugas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional.
Komite Kebijakan akan dipimpin oleh Menteri Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto. Sementara Ketua Pelaksana dijabat oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir.
Tugas berat menanti Erick Thohir. Dalam pasal 4 Perpres No 82/2020, eks bos Mahaka Group itu berugas untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan strategis dalam rangka percepatan penanganan Covid-19 serta pemulihan dan transformasi ekonomi nasional.
Ini yang sangat sulit. Sebab penanganan pandemi Covid-19 di hampir seluruh negara adalah menggunakan pendekatan pembatasan sosial alias social distancing. Di Indonesia, pendekatan itu tertuang dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
PSBB memang ampuh untuk meredam laju penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut. Sejak PSBB berlaku sesuai Peraturan Pemerintah No 21/2020 yaitu pada 31 Maret 2020, pertumbuhan kasus corona di Tanah Air melambat signifikan.
Sebelum PSBB berlaku, jumlah pasien positif corona rata-rata bertambah 29,8% per hari. Setelah PSBB hingga kemarin, lajunya melambat signifikan menjadi 3,74% per hari.
PSBB mengamanatkan peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, serta pembatasan kegiatan di tempat umum. Maklum, virus corona memang lebih mudah menyebar jika terjadi peningkatan kontak dan interaksi-antar manusia. Jadi untuk meredamnya, aktivitas masyarakat harus dibatasi.
Nah, di sini kemudian terjadi komplikasi. PSBB memang bisa menyelamatkan ribuan, bahkan jutaan nyawa. Namun itu harus dibayar dengan harga yang tidak murah.
Ketika orang-orang #dirumahaja dan jadi #timrebahan, maka roda ekonomi tidak bergerak. Ekonomi menjadi mati suri.
Berbeda dengan krisis 1998 atau 2008 yang bermula dan berpusat di sektor keuangan, pandemi virus corona langsung memukul sektor riil. Penjualan usaha mikro, kecil, menengah, besar, sampai kelas multi-nasional anjlok seanjlok-anjloknya.
Cerminan kelesuan aktivitas ini adalah data Produk Domestik Bruto (PDB) atau output perekonomian. Pada kuartal I-2020, PDB Indonesia tumbuh 2,97% year-on-year (YoY). Ini adalah laju terlemah sejak 2001, gara-gara masyarakat hanya makan-rebahan-tidur di rumah.
Titik nadir ekonomi nasional diperkirakan terjadi pada kuartal II-2020. Dalam proyeksi terbaru, pemerintah memperkirakan ekonomi mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) di kisaran -5.08% hingga -3,54% dengan titik tengah -4,3%. Kalau sampai terwujud, maka akan menjadi catatan terburuk sejak krisis multi-dimensi 1998.
Sepertinya kontraksi ekonomi pada kuartal II-2020 sudah menjadi keniscayaan, tidak bisa terhindarkan. Sekarang mari kita menatap kuartal III-2020. Andai ekonomi periode Juli-September 2020 kembali terkontraksi, maka Indonesia akan resmi masuk zona resesi untuk kali pertama sejak Orde Baru tumbang.
Bank Dunia dalam proyeksi terbarunya memperkirakan ekonomi Indonesia tidak tumbuh alias stagnan alias 0% pada tahun ini. Namun apabila situasi memburuk, bisa saja ekonomi Indonesia mengalami kontraksi.
Pertumbuhan ekonomi diperkirakan 0% dengan asumsi ekonomi global mengalami resesi dalam dan pembatasan aktivitas masyarakat di dalam negeri dalam kadar yang moderat. Namun Bank Dunia punya skenario kedua, yaitu ekonomi Indonesia mengalami kontraksi -2% pada 2020 jika resesi global ternyata lebih dalam dan pembatasan sosial domestik lebih ketat.
Pertanyaannya, apakah Indonesia bisa mengalami resesi?
"Ekonomi Indonesia bisa saja memasuki resesi jika pembatasan sosial berlanjut pada kuartal III-2020 dan kuartal IV-2020 dan/atau resesi ekonomi dunia lebih parah dari perkiraan sebelumnya," tulis laporan Indonesia Economic Prospects edisi Juli 2020 yang berjudul The Long Road to Recovery.
Resesi adalah refleksi dari ekonomi yang mengkerut. Saat 'kue' ekonomi menyusut, artinya lapangan kerja berkurang. Lapangan kerja semakin sedikit akan membuat angka pengangguran dan kemiskinan mengangkasa.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, jumlah penganggur per Februari 2020 adalah 6,88 juta orang. Naik 0,96% dibandingkan periode yang sama pada 2019.
Sedangkan populasi penduduk miskin per Maret 2020 adalah 26,42 juta jiwa. Bertambah 5,09% ketimbang periode yang sama tahun sebelumnya.
"Tanpa bantuan pemerintah, pandemi bisa menyebabkan 5,5-8 juta orang Indonesia jatuh miskin pada 2020. Ini adalah akibat dari 2,6-3,6 juta rakyat Indonesia kehilangan pekerjaan," tulis laporan terbaru Bank Dunia.
Jadi tugas yang diemban Erick Thohir adalah menyeimbangkan antara penanganan pandemi corona dari aspek kesehatan tetapi sebisa mungkin tidak membuat Indonesia merasakan resesi ekonomi. Sungguh sama sekali bukan tugas yang enteng, bahkan sangat berat.
TIM RISET CNBC INDONESIA