
Industri Manufaktur RI Masih Nyungsep, Paling Parah se-Asia!

Jakarta, CNBC Indonesia - Jalan Indonesia menuju pemulihan ekonomi setelah pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sepertinya masih panjang. Sebab motor utama pendorong pertumbuhan ekonomi masih 'mogok'.
Dari sisi lapangan usaha, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia ditopang oleh industri pengolahan alias manufaktur. Pada kuartal I-2020, sektor ini menyumbang hampir 20% dari kue perekonomian nasional.
Namun sektor ini sepertinya masih belum bisa diharapkan. Kemarin, IHS Markit mengumumkan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia periode Juni 2020 berada di 39,1. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 28,6.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Kalau di bawah 50, artinya dunia usaha belum melakukan ekspansi. Masih kontraksi.
Walaupun membaik, tetapi PMI manufaktur Indonesia masih kalah dibandingkan negara-negara Asia lainnya. Ini menjadi bukti bahwa laju pemulihan industri manufaktur di Tanah Air ternyata berjalan lambat.
"Angka PMI Juni menunjukkan bahwa pelemahan sektor manufaktur Indonesia agak mereda karena pelonggaran pembatasan sosial untuk mencegah penularan virus corona. Dengan rencana pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) lebih lanjut, sentimen dunia usaha membaik.
"Akan tetapi, jalan menuju pemulihan akan sangat menantang. Survei kami menunjukkan bahwa produksi dan permintaan sudah turun signifikan sehingga butuh waktu untuk mengembalikannya. Pabrik-pabrik juga masih mengurangi karyawan pada bulan lalu," papar Bernard Aw, Principal Economist IHS Markit, seperti dikutip dari siaran tertulis.
Pada Juni, produksi manufaktur masih turun sehingga kontraksi terjadi selama empat bulan beruntun. Penjualan juga menurun signifikan, terutama untuk pasar ekspor.
Perusahaan masih berupaya mengurangi biaya produksi di tengah anjloknya penjualan, termasuk memangkas pegawai. Penyerapan tenaga kerja masih rendah, bahkan masih terjadi penurunan.
Pembelian bahan baku juga belum menunjukkan kenaikan, perusahaan masih memilih menghabiskan stok yang ada. Pada saat yang sama, stok barang jadi tidak banyak berkurang karena lemahnya permintaan.
Rantai pasok pun masih mengalami gangguan, waktu pengiriman naik meski sudah ada pelonggaran PSBB. Di lapangan, pengusaha mengungkapkan masih ada hambatan dalam pengiriman barang karena petugas tetap menerapkan kontrol ketat.
