Industri di Akhir Tahun Mulai Menggeliat, Tahun Depan Gimana?

Emir Yanwardhana, CNBC Indonesia
30 December 2020 14:18
Pekerja menyelesaikan proses pembuatan mie di rumah produksi Mie Karya Abadi, Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Rabu, (9/9/2020). Produksi mie rumahan tersebut menurun dari 1,5 ton perhari menjadi 1 ton perhari. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Pandemi Covid-19 hampir memukul semua sektor, terutama sektor ekonomi UMKM yang lama telah lama ditekuni oleh Samino (63).

Menurut Samino "Selama pandemi masuk indonesia banyak mal yang tutup, sebagian pelanggan kita kebanyak di mal" jelasnya. 

Dengan kondisi yang seperti ini penjualan berkurang menjadi 30%, pelanggan tidak hanya di dalam mal melainkan juga dekat dengan sekolah dan perkantoran.

Pabrik rumahan yang berdiri sejak tahun 1981 ini bisa mempekerjakan 9 orang karyawan.

Proses pembuatan mie ini dimulai pukul 21.00 hingga 04.00 dan waktu kedua dimulai pada 11.00 sampai 14.00.

"Sebelum Covid melanda, produksi mie rumahan ini  memproduksi 1,5 ton perhari dan sampai saat ini produksi mie hanya 1 ton per harinya" tambahnya pria kelahiran Wonogiri ini
Foto: Pembuatan mie di rumah produksi Mie Karya Abadi, Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Rabu, (9/9/2020). (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Utilisasi atau kapasitas produksi yang terpasang industri manufaktur bisa naik pada tahun depan. Apalagi pada akhir November utilisasi industri sudah menyentuh hampir 60% dari sebelumnya drop sampai 20%. Hal ini sejalan dengan optimisme target pertumbuhan ekonomi pada yang diprediksi mencapai 5%.

"Pemerintah optimistis dari seluruh kegiatan yang dipersiapkan mampu memanfaatkan peluang pemulihan ekonomi dengan kombinasi peluang kisaran 4,5-5,5% tahun 2021" kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dalam Kaleidoskop 2020 Kementerian Kominfo, Rabu (30/12/2020).

Hal ini juga sejalan dengan Proyeksi Lembaga internasional seperti OECD yang memproyeksikan Indonesia tumbuh 4 % di 2021, ADB 5,3% World Bank 4,4%, IMF 6,1%, Bloomberg Median 5,6%, dan Outlook APBN 5%.

Agus menjelaskan sinyal perbaikan terjadi di Indonesia sudah dirasakan pada akhir tahun dimana telah melewati titik terendah pada kuartal II terkontraksi -3,49 persen yoy dan masih lebih baik dibandingkan negara lain seperti Jerman, Singapura, Filipina, Mexico, Spanyol yang rata rata kontraksi lebih dari -4%.

Sehingga untuk kinerja manufaktur khususnya industri pengolahan non-migas 2020 kuartal III masih terkontraksi -4,02% secara year on year. Tapi mengalami perbaikan jika dibandingkan kuartal II yang -5,74%. Pertumbuhan ini dukung oleh sektor kimia/farmasi dan obat yang tumbuh 14,96%, Industri logam dasar 5,19% dan Industri pengolahan lainnya (jasa reparasi dan pemasangan mesin peralatan) naik 1,15%.

Direktur Jenderal Ketahanan, Perwilayahan dan Akses Industri Internasional Kemenperin, Dody Widodo bersyukur industri manufaktur tidak di lockdown pada saat awal pandemi. Hal ini membuat tingkat utilitas pabrik manufaktur non-migas dapat menyentuh angkat target.

"Mandatory dari awal gimana industri tidak berhenti, di awal Pandemi utilitas kita sempat hanya 20-35%, tapi per November kemarin naik menjadi 59% ini sesuai dengan target kita," katanya.

Dody menambahkan beberapa insentif yang diberikan oleh Kemenperin juga turut memberikan andil terhadap naiknya utilitas. Seperti menurunkan harga gas industri menjadi US$ 6 MMbtu dan penghapusan harga listrik PLN minimal 40% untuk sektor Industri.

"Implementasi harga gas di bawah US$ per mmbtu telah dinikmati 176 perusahaan dari berbagai sektor," katanya.


(hoi/hoi)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Vaksinasi Covid-19 Dimulai, Sektor Manufaktur Siap Berlari!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular