Jakarta, CNBC Indonesia - Gara-gara pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), resesi ekonomi menjadi tema besar tahun ini. Tidak seperti krisis keuangan global 2008-2009 yang dampaknya paling terasa di negara maju, pagebluk virus corona menghantam hampir seluruh negara di dunia.
Virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini memang menyebar dengan kecepatan luar biasa. Hanya dalam waktu sekira enam bulan, jutaan orang sudah terinfeksi virus corona dan ratusan ribu di antaranya tutup usia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan jumlah pasien positif corona di seluruh dunia per 22 Juni adalah 8.860.3331 orang. Sementara jumlah pasien meninggal adalah 465.740 orang. Virus corona sudah menyebar ke lebih dari 200 negara dan teritori.
 WHO |
Cepat dan luasnya penyebaran virus corona membuat pemerintah di berbagai negara terpaksa 'mengunci' aktivitas masyarakat. Sebisa mungkin interaksi dan kontak antar-manusia dikurangi, jangan ada kerumunan, jaga jarak. Ini dilakukan agar virus corona tidak mudah menyebar dan memakan lebih banyak korban.
Namun pembatasan sosial (social distancing) ini sama dengan membuat roda ekonomi berhenti. Akibatnya, ekonomi menyusut dan kontraksi (pertumbuhan negatif) terjadi di mana-mana, negara maju dan berkembang sama-sama merasakannya.
Paling mencolok tentu China, negara yang pernah memukau dunia dengan pertumbuhan ekonomi dua digit beberapa tahun lalu. Negara yang mampu bertahan dan mencatatkan pertumbuhan ekonomi tinggi saat dunia dilanda krisis keuangan global 2008-2009.
Kini China merana. Negeri Tirai Bambu adalah ground zero penyebaran virus corona, sehingga menjadi yang paling awal merasakan dampaknya.
Pada kuartal I-2020, ekonomi China terkontraksi -6.8%. Ini menjadi kontraksi terparah sejak 1992, saat kali pertama China mencatatkan data pertumbuhan ekonomi secara tahunan.
Pada kuartal II-2020, banyak pihak yang menilai China bakal bangkit dan kembali membukukan pertumbuhan ekonomi positif. Ini karena China menjadi negara paling awal pulih dari pandemi virus corona dan menerapkan kehidupan normal baru (new normal).
Namun ada pula yang tidak seoptimistis itu. Dalam laporan terbarunya, China Beige Book menyebutkan situasi di Negeri Panda tidak seindah yang dibayangkan.
China Beige Book membuat laporan berkala yang merangkum situasi ekonomi terkini berdasarkan hasil wawancara dengan dunia usaha. Laporan terbaru melibatkan 3.304 responden selama periode pertengahan Mei hingga akhir Juni. Hasilnya tidak terlalu menggembirakan.
Dunia usaha menilai keuntungan, belanja modal, dan penjualan ritel pada kuartal II-2020 hanya sedikit membaik dibandingkan kuartal sebelumnya. Meski suku bunga kredit perbankan sudah turun, tetapi belum merangsang dunia usaha untuk mengakses pembiayaan dan melakukan ekspansi.
"Perbaikan bukan berarti mencapai level yang sama seperti dulu. Sampai permintaan dunia pulih, hanya akan terjadi perbaikan kecil dari kuartal ke kuartal sehingga ekonomi China akan mengalami kontraksi untuk keseluruhan 2020," sebut laporan China Beige Book.
Sudah jelas bahwa China bukan tidak mungkin mengalami resesi tahun ini. Kalau China saja bisa resesi, maka nasib negara-negara lain juga bakal serupa. Termasuk Indonesia.
Bagi Indonesia, China adalah negara yang memegang peranan penting. China adalah negara tujuan ekspor terbesar Indonesia.
Sepanjang Januari-Mei 2020, nilai ekspor non-migas Indonesia ke China adalah US$ 10,39 miliar. China berada di peringkat pertama dengan pangsa 17,04%.
Kalau China sampai resesi, maka permintaan terhadap barang-barang made in Indonesia pasti berkurang. Penurunan permintaan dari China tentu akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia secara keseluruhan, karena tingginya kontribusi Negeri Panda.
Kemudian di sisi investasi, China juga salah satu penanam modal terbesar di Indonesia. Pada kuartal I-2020, Penanaman Modal Asing (PMA) dari China bernilai US$ 1,28 miliar. China menempati posisi kedua, hanya kalah dari Singapura.
Lagi-lagi, resesi di China tentu akan membuat arus investasi ke Indonesia menjadi seret. Indonesia tentu akan sangat kehilangan mengingat besarnya sumbangsih PMA China.
Jadi, ekspor dan investasi Indonesia pasti bakal terpengaruh jika China sampai resesi. Ekspor dan investasi menyumbang lebih dari 40% dalam pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Mungkinkah Indonesia juga ikut terseret ke jurang resesi? Well, kalau China sampai resesi, kemungkinan Indonesia untuk mengalami hal sama sepertinya lumayan tinggi...
TIM RISET CNBC INDONESIA