
Trump Ingin AS 'Cerai' dengan China? Bisa, tapi Ngeri Juga...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 May 2020 06:20

Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) benar-benar luar biasa. Virus ini membuat hubungan dua kekuatan ekonomi terbesar dunia, Amerika Serikat (AS) dan China, memburuk.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona secara global per 17 Mei 2020 adalah 4.525.497 orang. AS adalah negara dengan jumlah pasien terbanyak yaitu 1.409.452 orang. Artinya, 31,14% kasus corona terjadi di Negeri Paman Sam.
Jadi wajar jika Presiden AS Donald Trump meradang. Sang presiden ke-45 Negeri Adidaya seakan tidak terima, mengapa negaranya jadi korban paling menderita dari virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut.
Oleh karena itu, Trump mulai menyindir bahkan menyentil China. Menurutnya, China harus bertanggung jawab atas wabah ini.
"Kami punya banyak informasi, dan itu tidak bagus. Apakah (virus corona) datang dari laboratorium atau dari kelelawar, pokoknya berasal dari China. Mereka semestinya bisa menghentikan itu dari sumbernya," kata Trump dalam wawancara dengan Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters.
Pelaku pasar (dan dunia) cemas bahwa kekecewaan Trump bisa berujung ke balas dendam dari sisi ekonomi. Washington dan Beijing memang baru meneken kesepakatan damai dagang fase I pada 15 Januari 2020. Namun gara-gara pandemi virus corona, Trump sepertinya tidak tertarik untuk melanjutkan negosiasi ke babak selanjutnya.
Bahkan beredar kabar pemerintahan Trump akan membuat Undang-undang (UU) yang mengharuskan China bertanggung jawab atas penyebaran virus corona. Seorang anggota Senat AS mengungkapkan, pemerintah sedang mematangkan Rancangan Undang-undang Pertanggungjawaban Covid-19 (Covid-19 Accountability Act).
Dalam UU tersebut, China disebut harus bertanggung jawab penuh dan siap menjalani penyelidikan yang dipimpin oleh AS, sekutunya, dan WHO. China juga bisa didesak untuk menutup pasar tradisional yang menyebabkan risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia menjadi sangat tinggi.
RUU itu juga mengatur sanksi bagi China. Misalnya pembekuan aset warga negara dan perusahaan China di AS, larangan masuk dan pencabutan visa, larangan individu dan perusahaan China untuk mendapatkan kredit, sampai melarang perusahaan China untuk mencatatkan saham di bursa AS.
"Saya sangat kecewa terhadap China, mereka seharusnya tidak pernah membiarkan ini terjadi. Kami sudah membuat kesepakatan (dagang) yang luar biasa, tetapi sekarang rasanya sudah berbeda. Tinta belum kering, dan wabah ini datang. Rasanya tidak lagi sama," keluh Trump.
Bahkan Trump kini malas berbicara dengan Presiden China Xi Jinping. Lebih jauh lagi, Trump menegaskan siap untuk memutus hubungan dengan China.
"Saat ini saya tidak mau berbicara dengan beliau. Banyak hal yang bisa kami lakukan. Kami bisa saja memutus seluruh hubungan," tegas Trump.
Wow, ini tentu sebuah berita besar. Gara-gara virus yang tidak kasat mata, hubungan antar-negara jadi rusak.
Namun, sepertinya Trump bukan sekadar gertak sambal. Walau peran China di perekonomian AS tidak bisa dipandang remeh, tetapi bukan yang terpenting.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah pasien positif corona secara global per 17 Mei 2020 adalah 4.525.497 orang. AS adalah negara dengan jumlah pasien terbanyak yaitu 1.409.452 orang. Artinya, 31,14% kasus corona terjadi di Negeri Paman Sam.
Oleh karena itu, Trump mulai menyindir bahkan menyentil China. Menurutnya, China harus bertanggung jawab atas wabah ini.
"Kami punya banyak informasi, dan itu tidak bagus. Apakah (virus corona) datang dari laboratorium atau dari kelelawar, pokoknya berasal dari China. Mereka semestinya bisa menghentikan itu dari sumbernya," kata Trump dalam wawancara dengan Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters.
Pelaku pasar (dan dunia) cemas bahwa kekecewaan Trump bisa berujung ke balas dendam dari sisi ekonomi. Washington dan Beijing memang baru meneken kesepakatan damai dagang fase I pada 15 Januari 2020. Namun gara-gara pandemi virus corona, Trump sepertinya tidak tertarik untuk melanjutkan negosiasi ke babak selanjutnya.
Bahkan beredar kabar pemerintahan Trump akan membuat Undang-undang (UU) yang mengharuskan China bertanggung jawab atas penyebaran virus corona. Seorang anggota Senat AS mengungkapkan, pemerintah sedang mematangkan Rancangan Undang-undang Pertanggungjawaban Covid-19 (Covid-19 Accountability Act).
Dalam UU tersebut, China disebut harus bertanggung jawab penuh dan siap menjalani penyelidikan yang dipimpin oleh AS, sekutunya, dan WHO. China juga bisa didesak untuk menutup pasar tradisional yang menyebabkan risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia menjadi sangat tinggi.
RUU itu juga mengatur sanksi bagi China. Misalnya pembekuan aset warga negara dan perusahaan China di AS, larangan masuk dan pencabutan visa, larangan individu dan perusahaan China untuk mendapatkan kredit, sampai melarang perusahaan China untuk mencatatkan saham di bursa AS.
"Saya sangat kecewa terhadap China, mereka seharusnya tidak pernah membiarkan ini terjadi. Kami sudah membuat kesepakatan (dagang) yang luar biasa, tetapi sekarang rasanya sudah berbeda. Tinta belum kering, dan wabah ini datang. Rasanya tidak lagi sama," keluh Trump.
Bahkan Trump kini malas berbicara dengan Presiden China Xi Jinping. Lebih jauh lagi, Trump menegaskan siap untuk memutus hubungan dengan China.
"Saat ini saya tidak mau berbicara dengan beliau. Banyak hal yang bisa kami lakukan. Kami bisa saja memutus seluruh hubungan," tegas Trump.
Wow, ini tentu sebuah berita besar. Gara-gara virus yang tidak kasat mata, hubungan antar-negara jadi rusak.
Namun, sepertinya Trump bukan sekadar gertak sambal. Walau peran China di perekonomian AS tidak bisa dipandang remeh, tetapi bukan yang terpenting.
Next Page
China Bukan Lagi Pemberi Utang Terbesar
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular