
Trump Ingin AS 'Cerai' dengan China? Bisa, tapi Ngeri Juga...
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
18 May 2020 06:20

Dari sisi ekspor memang aman, tetapi bagaimana dengan impor? China adalah negara pemasok kedua terbesar bagi perekonomian AS, hanya kalah dari Meksiko.
Apakah AS akan terganggu kalau produk made in China tidak lagi bisa masuk? Mungkin saja.
Sebab tahun lalu produk China yang paling banyak masuk ke AS adalah telepon seluler dan perlengkapan rumah tangga. Akan terjadi kelangkaan pasokan di pasar telekomunikasi AS sehingga membuat harga produk melambung dan menyusahkan masyarakat.
Namun kalau dilihat-lihat, 10 produk impor China paling banyak di pasar AS mayoritas adalah barang konsumsi. Impor dari China bukan bahan baku atau barang modal yang dipakai untuk proses produksi, tetapi barang konsumsi yang habis sekali pakai tanpa menciptakan nilai tambah.
Memang bisa terjadi kelangkaan kalau barang-barang itu tidak bisa didatangkan, tetapi bukan berarti tidak tergantikan. Butuh waktu pula bagi industri dalam negeri untuk mampu menyediakannya, tetapi bukan berarti tidak bisa.
Trump sebelumnya pernah mengajak negara-negara sekutunya untuk mengurangi ketergantungan kepada China dengan memindahkan lini produksi dari Negeri Panda ke tempat lain. Jika ini berhasil diwujudkan, tetapi memang tidak bisa dalam waktu dekat, maka ketergantungan AS terhadap barang konsumsi dari China bisa dikurangi.
Baca: Trump Ingin Robohkan Kekuatan Manufaktur China, Mampukah?
Berikutnya adalah dari sisi investasi. Penanaman modal asing di sektor riil (Foreign Direct Investment/FDI) oleh China di AS relatif minim. Per Maret 2018, total FDI China di AS bernilai US$ 60,18 miliar. China bahkan tidak berada di posisi 10 besar.
Mengingat posisi China di perekonomian AS yang sebenarnya bisa tergantikan, maka tidak heran Trump berani sesumbar dengan melempar wacana untuk 'bercerai'. Pada akhirnya, pembeli adalah raja dan AS adalah pasar konsumen terbesar di dunia. Jadi negara produsen seperti China mungkin akan kesulitan kalau pembeli terbesarnya tidak bisa diandalkan lagi.
Satu-satunya penghalang 'perceraian' ini adalah tingginya kepemilikan China di obligasi pemerintah AS. Mungkin kalau nanti kepemilikan China terus berkurang hingga ke titik tidak signifikan, AS bisa lebih mantap untuk putus hubungan. Namun begitu ini terjadi, sepertinya Trump sudah tidak tinggal di Gedung Putih.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Apakah AS akan terganggu kalau produk made in China tidak lagi bisa masuk? Mungkin saja.
![]() |
Namun kalau dilihat-lihat, 10 produk impor China paling banyak di pasar AS mayoritas adalah barang konsumsi. Impor dari China bukan bahan baku atau barang modal yang dipakai untuk proses produksi, tetapi barang konsumsi yang habis sekali pakai tanpa menciptakan nilai tambah.
Memang bisa terjadi kelangkaan kalau barang-barang itu tidak bisa didatangkan, tetapi bukan berarti tidak tergantikan. Butuh waktu pula bagi industri dalam negeri untuk mampu menyediakannya, tetapi bukan berarti tidak bisa.
Trump sebelumnya pernah mengajak negara-negara sekutunya untuk mengurangi ketergantungan kepada China dengan memindahkan lini produksi dari Negeri Panda ke tempat lain. Jika ini berhasil diwujudkan, tetapi memang tidak bisa dalam waktu dekat, maka ketergantungan AS terhadap barang konsumsi dari China bisa dikurangi.
Baca: Trump Ingin Robohkan Kekuatan Manufaktur China, Mampukah?
Berikutnya adalah dari sisi investasi. Penanaman modal asing di sektor riil (Foreign Direct Investment/FDI) oleh China di AS relatif minim. Per Maret 2018, total FDI China di AS bernilai US$ 60,18 miliar. China bahkan tidak berada di posisi 10 besar.
Mengingat posisi China di perekonomian AS yang sebenarnya bisa tergantikan, maka tidak heran Trump berani sesumbar dengan melempar wacana untuk 'bercerai'. Pada akhirnya, pembeli adalah raja dan AS adalah pasar konsumen terbesar di dunia. Jadi negara produsen seperti China mungkin akan kesulitan kalau pembeli terbesarnya tidak bisa diandalkan lagi.
Satu-satunya penghalang 'perceraian' ini adalah tingginya kepemilikan China di obligasi pemerintah AS. Mungkin kalau nanti kepemilikan China terus berkurang hingga ke titik tidak signifikan, AS bisa lebih mantap untuk putus hubungan. Namun begitu ini terjadi, sepertinya Trump sudah tidak tinggal di Gedung Putih.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular