
Benarkah Ada Lobi Pengusaha Batu Bara di Balik RUU Minerba?
Gustidha Budiartie & Anisatul Umah, CNBC Indonesia
13 May 2020 16:44

Jakarta, CNBC Indonesia- Dalam dua hari, Undang-Undang Mineral Batu Bara yang baru disahkan oleh DPR dan pemerintah tanpa ada perdebatan panjang. Banyak yang mempertanyakan, kenapa beleid ini terkesan dikebut oleh DPR?
Direktur Eksekutif Pushep Bisman Bhaktiar mengatakan pembahasan RUU Minerba sangat dipaksakan di tengah pandemi Covid-19, yang seharusnya fokus pada penanganan Covid-19. "Tidak ada yang mendesak dengan RUU Minerba ini, kecuali soal perpanjangan PKP2B," ungkapnya kepada CNBC Indoensia, Selasa, (12/05/2020).
Dari sisi proses menurutnya pembahasan RUU ini dilakukan tertutup dan tidak dapat diakses publik. Pembahasan RUU Minerba tidak melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), padahal DPD mempunyai kewenangan untuk ikut membahas RUU ini, tetapi masalahnya DPD juga tidak memahami hal ini.
"Sehingga tidak mampu menggunakan hak konstitusionalnya dalam pembahasan RUU Minerba. Dari sisi bentuk, seharusnya ini jadi RUU Baru/Penggantian bukan RUU Perubahan karena perubahan sangat banyak sampai 80%, sehingga seharusnya jadi RUU penggantian atau UU baru," jelasnya.
Ia menilai dikebutnya RUU ini tak lepas dari upaya untuk melancarkan perpanjangan kontrak para taipan batu bara yang akan habis di tahun ini dan tahun depan. Toh, terlihat dari draft yang disetujui yang berakhir dengan pemberian kepastian perpanjangan kontrak ke tambang-tambang raksasa atau PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara).
Menurutnya, jika dalam sebuah UU ada klasula "menjamin" perpanjangan, seharusnya terhadap KK dan PKP2B yang akan habis jangka waktunya, maka wilayahnya harus dikembalikan kepada negara sesuai dengan ketentuan konstitusi.
Di DPR sendiri, pembahasan di tingkat pertama Komisi VII hanya ditolak oleh satu fraksi, yakni fraksi Partai Demokrat.
Anggota DPR RI dari fraksi partai Demokrat, Sartono Hutomo mengatakan dalam kondisi genting COVID-19 menurutya tidak elok membahas hal lain.
"COVID-19 perlu perhatian ekstra dan kegentingan yang mamaksa bantu rakyat," ungkapnya.
Pandangan fraksinya meminta agar hal yang terpenting dilakukan saat ini adalah memastikan keselamatan nyawa dan memulihkan ekonomi nasional. Pihaknya menegaskan agar semua agenda yang tidak terkait dengan COVID-19 agar ditunda. Tapi toh, pandangannya tak diacuhkan.
Esok harinya, sidang paripurna yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani pada 12 Mei 2020 memutuskan RUU Minerba disepakati menjadi Undang-Undang baru. Tok!
Alasan DPR
Tentu saja DPR menolak bahwa pembahasan undang-undang minerba ini diburu-buru.
Ketua Panja RUU Minerba yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Wuryanto membantah bahwa pembahasan RUU ini dikebut oleh anggota dewan.
Bambang menjelaskan bahwa RUU ini sudah disiapkan sejak lama, bahkan DIM atau Daftar Inventaris Masalah sudah disiapkan sejak 2016 lalu sampai akhir periode lalu. DIM yang terkumpul mencapai 938 masalah.
"Yang sebut dibahas cepat sekali, kurang paham pembahasan perundangan. Itu mesti dipahami dulu, jangan menghukum," paparnya dalam rapat kerja yang dilangsungkan secara virtual, Senin, 11 Mei 2020.
DIM , kata dia, sudah dibedah bersama DPR dan pemerintah dan ternyata banyak hal yang sama sehingga tidak perlu dibahas.
Ia juga menekankan bahwa DPR saat ini melaksanakan tugasnya untuk membentuk undang-undang.
"Negara ini negara pancasila, jadi semua diharmonisasikan dengan baik. Semua didiskusikan panjang lebar agar kawan-kawan di luar paham, kalau ada yang tidak pas judicial review. Jangan sebar WA yang dibombardir."
Ia juga menekankan justru permintaan penundaan itu adalah teror terhadap DPR, karena menurutnya ini semua sudah dilakukan sesuai proses.
Direktur Eksekutif Pushep Bisman Bhaktiar mengatakan pembahasan RUU Minerba sangat dipaksakan di tengah pandemi Covid-19, yang seharusnya fokus pada penanganan Covid-19. "Tidak ada yang mendesak dengan RUU Minerba ini, kecuali soal perpanjangan PKP2B," ungkapnya kepada CNBC Indoensia, Selasa, (12/05/2020).
Dari sisi proses menurutnya pembahasan RUU ini dilakukan tertutup dan tidak dapat diakses publik. Pembahasan RUU Minerba tidak melibatkan Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI), padahal DPD mempunyai kewenangan untuk ikut membahas RUU ini, tetapi masalahnya DPD juga tidak memahami hal ini.
Ia menilai dikebutnya RUU ini tak lepas dari upaya untuk melancarkan perpanjangan kontrak para taipan batu bara yang akan habis di tahun ini dan tahun depan. Toh, terlihat dari draft yang disetujui yang berakhir dengan pemberian kepastian perpanjangan kontrak ke tambang-tambang raksasa atau PKP2B (Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara).
Menurutnya, jika dalam sebuah UU ada klasula "menjamin" perpanjangan, seharusnya terhadap KK dan PKP2B yang akan habis jangka waktunya, maka wilayahnya harus dikembalikan kepada negara sesuai dengan ketentuan konstitusi.
Di DPR sendiri, pembahasan di tingkat pertama Komisi VII hanya ditolak oleh satu fraksi, yakni fraksi Partai Demokrat.
Anggota DPR RI dari fraksi partai Demokrat, Sartono Hutomo mengatakan dalam kondisi genting COVID-19 menurutya tidak elok membahas hal lain.
"COVID-19 perlu perhatian ekstra dan kegentingan yang mamaksa bantu rakyat," ungkapnya.
Pandangan fraksinya meminta agar hal yang terpenting dilakukan saat ini adalah memastikan keselamatan nyawa dan memulihkan ekonomi nasional. Pihaknya menegaskan agar semua agenda yang tidak terkait dengan COVID-19 agar ditunda. Tapi toh, pandangannya tak diacuhkan.
Esok harinya, sidang paripurna yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani pada 12 Mei 2020 memutuskan RUU Minerba disepakati menjadi Undang-Undang baru. Tok!
Alasan DPR
Tentu saja DPR menolak bahwa pembahasan undang-undang minerba ini diburu-buru.
Ketua Panja RUU Minerba yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Bambang Wuryanto membantah bahwa pembahasan RUU ini dikebut oleh anggota dewan.
Bambang menjelaskan bahwa RUU ini sudah disiapkan sejak lama, bahkan DIM atau Daftar Inventaris Masalah sudah disiapkan sejak 2016 lalu sampai akhir periode lalu. DIM yang terkumpul mencapai 938 masalah.
"Yang sebut dibahas cepat sekali, kurang paham pembahasan perundangan. Itu mesti dipahami dulu, jangan menghukum," paparnya dalam rapat kerja yang dilangsungkan secara virtual, Senin, 11 Mei 2020.
DIM , kata dia, sudah dibedah bersama DPR dan pemerintah dan ternyata banyak hal yang sama sehingga tidak perlu dibahas.
Ia juga menekankan bahwa DPR saat ini melaksanakan tugasnya untuk membentuk undang-undang.
"Negara ini negara pancasila, jadi semua diharmonisasikan dengan baik. Semua didiskusikan panjang lebar agar kawan-kawan di luar paham, kalau ada yang tidak pas judicial review. Jangan sebar WA yang dibombardir."
Ia juga menekankan justru permintaan penundaan itu adalah teror terhadap DPR, karena menurutnya ini semua sudah dilakukan sesuai proses.
Next Page
Pengusaha Buka Suara Soal RUU Minerba
Pages
Most Popular