Menguat sih, tapi Harga Batu Bara Rawan Koreksi

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
13 May 2020 11:09
An undated handout photo of Whitehaven Coal's Tarrawonga coal mine in Boggabri, New South Wales, Australia.   Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS   ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. NO RESALES. NO ARCHIVES
Foto: Tambang batubara Tarrawonga Whitehaven Coal di Boggabri, New South Wales, Australia. (Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara acuan Newcastle untuk kontrak yang ramai diperdagangkan kembali menguat pada penutupan perdagangan kemarin. Namun penguatan harga batu bara belum benar-benar didukung oleh fundamental yang mengalami perbaikan secara signifikan.

Selasa (12/5/2020) harga batu bara termal Newcastle (6.000 Kcal/Kg) ditutup menguat 1,5% ke US$ 54,15/ton. Harga batu bara terus menguat mendekati level US$ 55/ton. Sejak awal Mei harga batu bara cenderung berada pada tren naik. 



Sentimen dilonggarkannya lockdown dan berbagai jenis pembatasan di banyak negara termasuk Australia menjadi sentimen yang baik untuk harga si pasir hitam. Seiring dengan penurunan jumlah kasus baru, Australia mulai melonggarkan lockdown.

Australia mulai menerapkan lockdown pada akhir Maret lalu saat kasus melonjak. Saat lockdown diterapkan, konsumsi listrik untuk sektor komersil dan industri menurun. Mengacu pada data Energy Network Australia pada bulan Maret saja permintaan listrik untuk kebutuhan operasional Negeri Kangguru turun 6,4%.


Berdasarkan laporan Australian Energy Statistics, lebih dari 50% listrik yang dihasilkan Autralia menggunakan bahan bakar berupa batu bara. Dengan penurunan permintaan listrik untuk sektor komersil dan industri, maka permintaan terhadap batu bara pun menurun. Hal ini lah yang memicu anjloknya harga batu bara sampai turun ke bawah US$ 60/ton.

Kini lockdown di beberapa wilayah Australia sudah dilonggarkan. Pelonggaran pembatasan juga dilakukan di banyak negara terutama Eropa. Namun seiring dengan pembukaan kembali (reopening) ekonomi, lonjakan kasus baru infeksi Covid-19 pun terjadi di AS, China, Jepang hingga Korea Selatan. 

Mengutip data US Centers for Disease Control and Prevention, jumlah kasus corona di Negeri Paman Samm per 11 Mei adalah 1.324.488. Naik dibandingkan posisi per hari sebelumnya yaitu 1.300.696.

Beralih ke negara lain, di Jepang, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat jumlah kasus corona per 12 Mei adalah 15.874. Naik 0,48% dibandingkan posisi per hari sebelumnya. Kenaikan 0,48% lebih tinggi dibandingkan laju pertumbuhan hari sebelumnya yaitu 0,32%.


Jika gelombang kedua benar-benar datang dan pembatasan bahkan lockdown kembali diimplementasikan maka permintaan batu bara yang tadinya digadang-gadang pulih bisa anjlok kembali, apalagi yang terancam kena second wave outbreak merupakan negara-negara konsumen batu bara terbesar di dunia seperti China, Jepang dan Korea Selatan.

Lagipula sampai saat ini pun kondisi pasar batu bara lintas laut (seaborne) terutama di pasar Asia Pasifik juga masih belum kondusif. Negara-negara importir batu bara di kawasan Asia masih mencatatkan impor yang rendah. Persediaan batu bara yang mulai menumpuk di berbagai fasilitas pembangkit listrik pun turut menekan permintaan dan harga batu bara.





Dengan adanya ancaman gelombang kedua wabah dan pasar yang memang belum kondusif terlihat dari tingginya stok dan melambatnya permintaan, kenaikan harga batu bara yang terjadi saat ini menjadi rawan koreksi.



TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg) Next Article Reli 3 Hari Beruntun, Begini Proyeksi Harga Batu Bara Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular