
Reli 7% Sepanjang Mei, Harga Batu Bara Bisa Gak Naik Lagi?
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
14 May 2020 13:30

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara termal Newcastle untuk kontrak yang ramai diperdagangkan kembali ditutup menguat kemarin. Memasuki bulan Mei, harga batu bara cenderung reli.
Rabu kemarin (13/5/2020), harga batu kontrak futures (berjangka) ditutup melesat 1,75% ke US$ 55,1/ton. Terhitung sejak 4 Mei 2020, harga batu bara telah naik 7,1% hingga kemarin. Harga batu bara kini semakin mendekati level US$ 60/ton.
Reli terjadi seiring dengan pelonggaran social distancing di negara-negara konsumen batu bara termal seperti Korea Selatan. Seiring dengan penurunan jumlah kasus baru, Australia jugs mulai melonggarkan lockdown.
Australia mulai menerapkan lockdown pada akhir Maret lalu saat kasus melonjak. Saat lockdown diterapkan, konsumsi listrik untuk sektor komersil dan industri menurun. Mengacu pada data Energy Network Australia pada bulan Maret saja permintaan listrik untuk kebutuhan operasional Negeri Kangguru turun 6,4%.
Berdasarkan laporan Australian Energy Statistics, lebih dari 50% listrik yang dihasilkan Australia menggunakan bahan bakar berupa batu bara. Dengan penurunan permintaan listrik untuk sektor komersil dan industri, maka permintaan terhadap batu bara pun menurun baik yang sifatnya domestik maupun global. Hal ini lah yang memicu anjloknya harga batu bara sampai turun ke bawah US$ 60/ton.
Kini lockdown di beberapa wilayah Australia sudah dilonggarkan. Pelonggaran pembatasan juga dilakukan di banyak negara terutama Eropa. Namun seiring dengan pembukaan kembali (reopening) ekonomi, lonjakan kasus baru infeksi Covid-19 pun terjadi di AS, China, Jepang hingga Korea Selatan.
Lonjakan kasus yang terjadi sempat menimbulkan kekhawatiran gelombang kedua akan terjadi. Jika gelombang kedua wabah terjadi dan pembatasan kembali diimplementasikan, maka permintaan terhadap batu bara juga akan kembali tertekan.
Faktor-faktor lain yang perlu diwaspadai menekan harga batu bara ke depan adalah beralihnya Jepang dan Korea Selatan ke gas alam cair (LNG) karena harga yang sudah termasuk sangat murah juga sebagai bentuk upaya merespons perubahan iklim.
Anjloknya harga batu bara China dan tingginya impor pada April lalu membuat China rawan bertumpu pada pasokan batu bara domestiknya. Jika ini terjadi maka permintaan batu bara impor dari China akan menurun. Di sisi lain tingginya stok batu bara di berbagai pembangkit di India juga menambah sentimen buruk yang bisa menahan harga si batu hitam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Harga Batu Bara Kembali Menguat
Rabu kemarin (13/5/2020), harga batu kontrak futures (berjangka) ditutup melesat 1,75% ke US$ 55,1/ton. Terhitung sejak 4 Mei 2020, harga batu bara telah naik 7,1% hingga kemarin. Harga batu bara kini semakin mendekati level US$ 60/ton.
Australia mulai menerapkan lockdown pada akhir Maret lalu saat kasus melonjak. Saat lockdown diterapkan, konsumsi listrik untuk sektor komersil dan industri menurun. Mengacu pada data Energy Network Australia pada bulan Maret saja permintaan listrik untuk kebutuhan operasional Negeri Kangguru turun 6,4%.
Berdasarkan laporan Australian Energy Statistics, lebih dari 50% listrik yang dihasilkan Australia menggunakan bahan bakar berupa batu bara. Dengan penurunan permintaan listrik untuk sektor komersil dan industri, maka permintaan terhadap batu bara pun menurun baik yang sifatnya domestik maupun global. Hal ini lah yang memicu anjloknya harga batu bara sampai turun ke bawah US$ 60/ton.
Kini lockdown di beberapa wilayah Australia sudah dilonggarkan. Pelonggaran pembatasan juga dilakukan di banyak negara terutama Eropa. Namun seiring dengan pembukaan kembali (reopening) ekonomi, lonjakan kasus baru infeksi Covid-19 pun terjadi di AS, China, Jepang hingga Korea Selatan.
Lonjakan kasus yang terjadi sempat menimbulkan kekhawatiran gelombang kedua akan terjadi. Jika gelombang kedua wabah terjadi dan pembatasan kembali diimplementasikan, maka permintaan terhadap batu bara juga akan kembali tertekan.
Faktor-faktor lain yang perlu diwaspadai menekan harga batu bara ke depan adalah beralihnya Jepang dan Korea Selatan ke gas alam cair (LNG) karena harga yang sudah termasuk sangat murah juga sebagai bentuk upaya merespons perubahan iklim.
Anjloknya harga batu bara China dan tingginya impor pada April lalu membuat China rawan bertumpu pada pasokan batu bara domestiknya. Jika ini terjadi maka permintaan batu bara impor dari China akan menurun. Di sisi lain tingginya stok batu bara di berbagai pembangkit di India juga menambah sentimen buruk yang bisa menahan harga si batu hitam.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Harga Batu Bara Kembali Menguat
Most Popular