Mungkinkah Harga Batu Bara Kembali Jatuh ke Level Terendah?

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
13 July 2020 10:48
An undated handout photo of Whitehaven Coal's Maules Creek coal mine in New South Wales, Australia.   Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS   ATTENTION EDITORS - THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. NO RESALES. NO ARCHIVES
Foto: Tambang batubara Maules Creek Whitehaven Coal di New South Wales, Australia (Whitehaven Coal Ltd/Handout via REUTERS)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada akhir pekan kemarin, Jumat (10/7/2020), harga batu bara ditutup melemah. Tren koreksi harga batu bara sepertinya masih akan berlanjut, apalagi sentimen dan fundamentalnya belum mendukung.

Harga batu bara cuan Newcastle untuk kontrak yang ramai diperjualbelikan ditutup ambles 1,01% ke US$ 54/ton. Jika melihat tren yang terjadi sejak bulan Mei, harga batu bara berpotensi turun ke US$ 52/ton.

Dari sisi sentimen, terus melonjaknya kasus infeksi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di berbagai belahan penjuru dunia membuat pelaku pasar cenderung berhati-hati atau bahkan menghindari risiko, meski kabar seputar vaksin dan obat antivirus yang positif terus bergaung.

Data kompilasi John Hopkins University CSSE menunjukkan sudah ada 12,87 juta orang di dunia yang terjangkit Covid-19 sejak awal wabah merebak. Lebih dari 568 ribu orang terenggut nyawanya karena tak kuasa menahan sakit yang diderita akibat infeksi virus ganas itu.

Dari sisi fundamental, permintaan terhadap batu bara global memang mengalami tekanan saat pandemi. Kebutuhan untuk industri dan listrik sektor komersial dan industrial pun menurun seiring dengan diterapkannya pembatasan mobilitas publik yang disebut lockdown terutama di negara-negara konsumen terbesar seperti India dan China.

Meski relaksasi sudah dilakukan, impor India dan China tak serta merta melesat tajam dan berlangsung lama. Pada April lalu impor batu bara China memang melonjak hingga dobel digit. 

Namun karena penambang domestik menjadi terdampak, akhirnya China memutuskan untuk membatasi kuota impor dan beralih ke penggunaan pasokan batu bara domestik. Langkah yang sama juga dilakukan oleh India. 

Di belahan bumi barat yakni di Eropa, momentum pandemi seperti ini juga dimanfaatkan oleh banyak negara Benua Biru untuk terus mendorong penggunaan energi yang ramah lingkungan. Jerman salah satu contohnya.

Negeri Panser itu bahkan membuat aturan yang akan memberikan insentif bagi perusahaan utilitas yang beralih dari batu bara ke sumber energi lain guna mewujudkan Jerman yang bebas batu bara pada 2038 nanti. 

Di sisi lain, harga gas yang murah dan pasokan yang melimpah juga membuat persaingan di pasar sumber energi primer menjadi semakin sengit. Jepang dan Korea Selatan berpotensi beralih dari batu bara ke gas dengan melimpahnya dan terjangkaunya harga gas alam.

Melihat fenomena ini, tak menutup kemungkinan tren koreksi harga batu bara sepertinya masih akan berlanjut. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Harga Batu Bara Kembali Menguat

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular