
Demi Nasib Kontraktor Batubara, RUU Minerba Dikebut
Anisatul Umah, CNBC Indonesia
30 April 2020 10:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Di tengah pandemi corona (Covid-19) Revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009 terus dikebut untuk segera selesai. Mengingat ada beberapa kontrak tambang batu bara yang akan segera habis masa kontraknya.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan RUU Minerba akan disinkronkan dengan RUU Cipta Kerja. Ada 13 isu-isu pokok dalam RUU Minerba, ada yang diusulkan oleh pemerintah dan diusulkan oleh pemerintah beserta DPR.
Isu-isu pokok usulan pemerintah di antaranya, penyelesaian permasalahan antar sektor, pernguatan konsep wilayah pertambangan, memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah, mendorong kegiatan eksplorasi, pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan/surat izin penambangan batuan (SIPB), reklamasi dan paska tambang, serta jangka waktu perizinan untuk IUP atau IUPK yang terintegrasi.
Kemudian usulan pemerintah dan DPR, di antaranya mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi dan UU No.23/2014, penguatan peran pemerintah dalam Binwas kepada Pemda, penguatan peran BUMN, kelanjutan operasi KK/PKP2B, izin pertambangan rakyat, dan tersedianya rencana pengelolaan minerba nasional.
"Kita masih punya kurang lebih 100 kontrak ataupun perjanjian yang harus kita perhatikan juga. Perlu penyesuain dengan UU No 23 ada penyerahan kewenangan kabupaten kota provinsi penghapusan luas minimum izin usaha ekplorasi, kita tahu eksplorasi sekarang kurang sekali budget kecil," ungkap Bambang dalam konferensi pers virtual, Rabu, (29/04/2020).
Selain isu pokok ada juga isu pendukung, di antaranya definisi, penyelenggaraan penguasaan mineral dan batu bara, pelaksanaan pengutamaan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.
Kemudian, status mineral dan batu bara dengan keadaan tertentu, penyelesaian permasalahan hak atas tanah, divestasi saham, sanksi administratif/pidana, usaha jasa pertambangan, dan ketentuan peralihan.
"Hak atas tanah ini isu paling lama pembahasannya, kita harus seimbang dengan hak atas tanah masyarakat, publik, dan usaha kepastian invesasi di pertambangan," kata Bambang.
Soal perizinan Bambang menyebut perlu keseimbangan antara kepentingan pemerintah dan investor. Hal ini dikarenakan jika tidak seimbang tidak akan menarik bagi investor.
"Luas minimum kami hilangkan karena menjadi kendala ukuran cadangan tak refleksi pada luasan," jelasnya.
Ia menyebut nasib kontrak tambang batu bara yang akan habis menjadi sangat penting. Bambang mengaku setuju dalam hal terminasi di mana BUMN menjadi prioritas. Tapi pada titik dan poin mana, ini menjadi hal yang perlu dicermati bersama.
"PKP2B ini sangat penting sejak UU No 11, UU No 4 sampai PP kita sudah mengatur kepastian untuk investasi yang sangat penting," paparnya.
Perpanjangan, kata Bambang, tidak dilakukan secara otomatis, namun melalui proses yang ketat. Pertimbangan dalam perpanjangan ini adalah penerimaan negara, karena setelah diperpanjang prioritas penerimaan negara menjadi lebih besar lagi. "Ini penting karena dalam UU No 4 ditetapkan penerimaan negara lebih baik," jelasnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan terkait nasib perpanjangan PKP2B jika kontrak sudah selesai 30 tahun artinya selesai. Kecuali ingin diperpanjang, misalnya swasta nasional atau BUMN tidak mau tentu boleh diperpanjang, namun bukan memberikan jaminan 10 tahun.
"Siapapun investor ketika melihat UU berdasarkan limitasi. Tapi di Indonesia ini sering terjadi tidak ada limitasi itu. Sehingga mereka melihat cara-cara untuk melakukan perpanjangan. Sebab itu, mindset regulator ini yang harus berubah," jelasnya.
(gus/gus) Next Article Kebut RUU Minerba, ESDM Lindungi Taipan Batu Bara?
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono mengatakan RUU Minerba akan disinkronkan dengan RUU Cipta Kerja. Ada 13 isu-isu pokok dalam RUU Minerba, ada yang diusulkan oleh pemerintah dan diusulkan oleh pemerintah beserta DPR.
Isu-isu pokok usulan pemerintah di antaranya, penyelesaian permasalahan antar sektor, pernguatan konsep wilayah pertambangan, memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah, mendorong kegiatan eksplorasi, pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan/surat izin penambangan batuan (SIPB), reklamasi dan paska tambang, serta jangka waktu perizinan untuk IUP atau IUPK yang terintegrasi.
Kemudian usulan pemerintah dan DPR, di antaranya mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi dan UU No.23/2014, penguatan peran pemerintah dalam Binwas kepada Pemda, penguatan peran BUMN, kelanjutan operasi KK/PKP2B, izin pertambangan rakyat, dan tersedianya rencana pengelolaan minerba nasional.
Selain isu pokok ada juga isu pendukung, di antaranya definisi, penyelenggaraan penguasaan mineral dan batu bara, pelaksanaan pengutamaan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.
Kemudian, status mineral dan batu bara dengan keadaan tertentu, penyelesaian permasalahan hak atas tanah, divestasi saham, sanksi administratif/pidana, usaha jasa pertambangan, dan ketentuan peralihan.
"Hak atas tanah ini isu paling lama pembahasannya, kita harus seimbang dengan hak atas tanah masyarakat, publik, dan usaha kepastian invesasi di pertambangan," kata Bambang.
Soal perizinan Bambang menyebut perlu keseimbangan antara kepentingan pemerintah dan investor. Hal ini dikarenakan jika tidak seimbang tidak akan menarik bagi investor.
"Luas minimum kami hilangkan karena menjadi kendala ukuran cadangan tak refleksi pada luasan," jelasnya.
Ia menyebut nasib kontrak tambang batu bara yang akan habis menjadi sangat penting. Bambang mengaku setuju dalam hal terminasi di mana BUMN menjadi prioritas. Tapi pada titik dan poin mana, ini menjadi hal yang perlu dicermati bersama.
"PKP2B ini sangat penting sejak UU No 11, UU No 4 sampai PP kita sudah mengatur kepastian untuk investasi yang sangat penting," paparnya.
Perpanjangan, kata Bambang, tidak dilakukan secara otomatis, namun melalui proses yang ketat. Pertimbangan dalam perpanjangan ini adalah penerimaan negara, karena setelah diperpanjang prioritas penerimaan negara menjadi lebih besar lagi. "Ini penting karena dalam UU No 4 ditetapkan penerimaan negara lebih baik," jelasnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan terkait nasib perpanjangan PKP2B jika kontrak sudah selesai 30 tahun artinya selesai. Kecuali ingin diperpanjang, misalnya swasta nasional atau BUMN tidak mau tentu boleh diperpanjang, namun bukan memberikan jaminan 10 tahun.
"Siapapun investor ketika melihat UU berdasarkan limitasi. Tapi di Indonesia ini sering terjadi tidak ada limitasi itu. Sehingga mereka melihat cara-cara untuk melakukan perpanjangan. Sebab itu, mindset regulator ini yang harus berubah," jelasnya.
(gus/gus) Next Article Kebut RUU Minerba, ESDM Lindungi Taipan Batu Bara?
Most Popular