Kebut RUU Minerba, ESDM Lindungi Taipan Batu Bara?
29 April 2020 19:01

Jakarta, CNBC Indonesia - Revisi Undang-Undang Mineral dan Batu Bara Nomor 4 Tahun 2009 menjadi salah satu Undang-Undang yang tengah dikebut untuk segera diselesaikan. Bukan tanpa alasan, ada beberapa kontrak tambang batu bara raksasa yang akan segera berakhir masa kontraknya.
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono memaparkan RUU Minerba ini nantinya akan disinkronisasikan dengan RUU Cipta Kerja. Bambang menyebut ada 13 isu-isu pokok di dalam RUU Minerba baik yang diusulkan oleh pemerintah maupun diusulkan oleh pemerintah beserta DPR.
Di antaranya, penyelesaian permasalahan antar sektor, penguatan konsep wilayah pertambangan, memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah, mendorong kegiatan eksplorasi, pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan/ surat izin penambangan batuan (SIPB), reklamasi dan paska tambang, serta jangka waktu perizinan untuk IUP atau IUPK yang terintegrasi. Poin tersebut merupakan usulan pemerintah.
Kemudian untuk usulan pemerintah dan DPR, di antaranya mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi dan UU No.23/2014, penguatan peran pemerintah dalam Binwas kepada Pemda, penguatan peran BUMN, kelanjutan operasi KK/ PKP2B, izin pertambangan rakyat, dan tersedianya rencana pengelolaan minerba nasional.
"Kita masih punya kurang lebih 100 kontrak ataupun perjanjian yang harus kita perhatikan juga. Perlu penyesuain dengan UU No 23 ada penyerahan kewenangan kabupaten kota provinsi penghapusan luas minimum izin usaha ekplorasi, kita tahu eksplorasi sekarang kurang sekali budget kecil," ungkap Bambang dalam konferensi pers virtual, Rabu, (29/04/2020).
Lebih lanjut Bambang mengatakan, selain isu pokok ada juga isu pendukung di antaranya definisi, penyelenggaraan penguasaan mineral dan batu bara, pelaksanaan pengutamaan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.
Lalu status mineral dan batu bara dengan keadaan tertentu, penyelesaian permasalahan hak atas tanah, divestasi saham, sanksi administratif/pidana, usaha jasa pertambangan, dan ketentuan peralihan.
"Hak atas tanah ini isu paling lama pembahasannya, kita harus seimbang dengan hak atas tanah masyarakat, publik, dan usaha kepastian invesasi di pertambangan," jelas Bambang.
Terkait dengan perizinan, Bambang mengatakan harus menyeimbangkan kepentingan pemerintah juga kepentingan usaha investor. Karena jika tidak seimbang tidak akan menarik bagi investor.
"Luas minumun kita hilangkan karena cadangan tidak terefleksi pada luasan," paparnya.
Bambang menyebut, nasib PKP2B sangat penting, ia mengaku setuju dalam hal terminasi di mana BUMN menjadi prioritas. Tapi pada titik dan poin mana, ini menjadi hal yang perlu dicermati bersama.
"PKP2B ini sangat penting sejak UU No 11, UU No 4 sampai PP kita sudah mengatur kepastian untuk investasi yang sangat penting," paparnya.
Meski demikian, perpanjangan tidak dilakukan secara otomatis, namun secara ketat. Hal penting lainnya adalah penerimaan negara, setelah mendapatkan perpanjangan akan mendapatkan proporsi yang lebih besar lagi. "Ini penting karena dalam UU No 4 ditetapkan penerimaan negara lebih baik," jelasnya.
Menanggapi hal ini Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan terkait nasib perpanjangan PKP2B jika kontrak sudah selesai 30 tahun artinya selesai. Kecuali ingin diperpanjang, misalnya swasta nasional atau BUMN tidak mau tentu boleh diperpanjang, namun bukan memberikan jaminan 10 tahun.
"Siapapun investor ketika melihat UU berdasarkan limitasi. Tapi di Indonesia ini sering terjadi tidak ada limitasi itu. Sehingga mereka melihat cara-cara untuk melakukan perpanjangan. Sebab itu, mindset regulator ini yang harus berubah," ungkapnya.
(gus)
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono memaparkan RUU Minerba ini nantinya akan disinkronisasikan dengan RUU Cipta Kerja. Bambang menyebut ada 13 isu-isu pokok di dalam RUU Minerba baik yang diusulkan oleh pemerintah maupun diusulkan oleh pemerintah beserta DPR.
Di antaranya, penyelesaian permasalahan antar sektor, penguatan konsep wilayah pertambangan, memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah, mendorong kegiatan eksplorasi, pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan/ surat izin penambangan batuan (SIPB), reklamasi dan paska tambang, serta jangka waktu perizinan untuk IUP atau IUPK yang terintegrasi. Poin tersebut merupakan usulan pemerintah.
Kemudian untuk usulan pemerintah dan DPR, di antaranya mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi dan UU No.23/2014, penguatan peran pemerintah dalam Binwas kepada Pemda, penguatan peran BUMN, kelanjutan operasi KK/ PKP2B, izin pertambangan rakyat, dan tersedianya rencana pengelolaan minerba nasional.
"Kita masih punya kurang lebih 100 kontrak ataupun perjanjian yang harus kita perhatikan juga. Perlu penyesuain dengan UU No 23 ada penyerahan kewenangan kabupaten kota provinsi penghapusan luas minimum izin usaha ekplorasi, kita tahu eksplorasi sekarang kurang sekali budget kecil," ungkap Bambang dalam konferensi pers virtual, Rabu, (29/04/2020).
Lebih lanjut Bambang mengatakan, selain isu pokok ada juga isu pendukung di antaranya definisi, penyelenggaraan penguasaan mineral dan batu bara, pelaksanaan pengutamaan mineral dan/atau batubara untuk kepentingan dalam negeri.
Lalu status mineral dan batu bara dengan keadaan tertentu, penyelesaian permasalahan hak atas tanah, divestasi saham, sanksi administratif/pidana, usaha jasa pertambangan, dan ketentuan peralihan.
"Hak atas tanah ini isu paling lama pembahasannya, kita harus seimbang dengan hak atas tanah masyarakat, publik, dan usaha kepastian invesasi di pertambangan," jelas Bambang.
Terkait dengan perizinan, Bambang mengatakan harus menyeimbangkan kepentingan pemerintah juga kepentingan usaha investor. Karena jika tidak seimbang tidak akan menarik bagi investor.
"Luas minumun kita hilangkan karena cadangan tidak terefleksi pada luasan," paparnya.
Bambang menyebut, nasib PKP2B sangat penting, ia mengaku setuju dalam hal terminasi di mana BUMN menjadi prioritas. Tapi pada titik dan poin mana, ini menjadi hal yang perlu dicermati bersama.
"PKP2B ini sangat penting sejak UU No 11, UU No 4 sampai PP kita sudah mengatur kepastian untuk investasi yang sangat penting," paparnya.
Meski demikian, perpanjangan tidak dilakukan secara otomatis, namun secara ketat. Hal penting lainnya adalah penerimaan negara, setelah mendapatkan perpanjangan akan mendapatkan proporsi yang lebih besar lagi. "Ini penting karena dalam UU No 4 ditetapkan penerimaan negara lebih baik," jelasnya.
Menanggapi hal ini Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan terkait nasib perpanjangan PKP2B jika kontrak sudah selesai 30 tahun artinya selesai. Kecuali ingin diperpanjang, misalnya swasta nasional atau BUMN tidak mau tentu boleh diperpanjang, namun bukan memberikan jaminan 10 tahun.
"Siapapun investor ketika melihat UU berdasarkan limitasi. Tapi di Indonesia ini sering terjadi tidak ada limitasi itu. Sehingga mereka melihat cara-cara untuk melakukan perpanjangan. Sebab itu, mindset regulator ini yang harus berubah," ungkapnya.
Artikel Selanjutnya
Dicatat! Faisal Basri Bongkar Pasal-pasal Rawan RUU Minerba
(gus)