PKS Tolak Perppu Covid-19 Jokowi dan Sebut Langgar Konsitusi

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
06 May 2020 11:34
DPR RI secara resmi mengesahkan lima calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2023 di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/9). Mereka di antaranya Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, Nawawi Pomolango, serta Nurul Ghufron. Kelimanya ditetapkan dalam rapat paripurna masa persidangan VIII DPR Tahun 2019-2020 yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Jakarta, CNBC Indonesia - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di DPR menolak penetapan Perppu No.1 2020 menjadi undang-undang. Karena dinilai memiliki potensi untuk melanggar konstitusi.

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Ecky Awal Mucharam mengatakan Perppu No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) berpotensi melanggar konstitusi.

"Karena beberapa pasal yang cenderung bertentangan dengan UUD 1945. Hal ini terkait dengan kekuasaan pemerintah dalam penetapan APBN yang mereduksi kewenangan DPR, kekebalan hukum, dan terkait kerugian keuangan negara," tulis Ecky dalam siaran tertulisnya yang diterima CNBC Indonesia, Selasa (5/5/2020).

Ecky merinci, Perppu di pasal 12 ayat (2) menyatakan bahwa perubahan postur dan/atau rincian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara hanya diatur dengan atau berdasarkan peraturan presiden.

Isi pasal 12 ayat (2) itu menurut Ecky telah menghilangkan kewenangan serta peran DPR dan membuat APBN tidak diatur dalam UU atau yang setara atau UUD 1945 pasal 23 ayat (1) dan Pasal 23 ayat (2) dan (3).

Perppu pada Pasal 27 ayat (2) yang menyatakan pelaku kebijakan dalam hal ini Anggota KSSK, Sekretaris KSSK, anggota sekretariat KSSK, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, serta Lembaga Penjamin Simpanan, dan pejabat lainnya, yang berkaitan dengan pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana.



"Maka hal ini bertentangan dengan prinsip supermasi hukum dan prinsip negara hukum. Padahal UUD 1945 melalui perubahan pertama tahun 1999 sampai perubahan keempat tahun 2002, telah menjamin tegaknya prinsip-prinsip supremasi hukum," jelas Ecky.

Lebih lanjut, Ecky juga menilai pada Pasal 27 ayat (1) pada Perppu 1/2020 tidak sesuai dengan prinsip dasar keuangan negara dan meniadakan adanya peran BPK untuk menilai dan mengawasi. Padahal Peran BPK untuk memeriksa tanggung jawab keuangan adalah amanat konstitusi, sesuai dengan Pasal 23 ayat (5) UUD 1945.

Dengan memperhatikan jaminan yang dikokohkan dalam UUD 1945 terkait tentang supremasi Hukum, Pembentukan Undang-Undang, Pembentukan APBN, juga hak dan kewajiban Lembaga-lembaga negara, maka beberapa Pasal krusial dalam PERPPU No. 1 tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan berpotensi melanggar UUD 1945.

Dengan berbagai pertimbangan tersebut, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera menolak Rancangan Undang-undang tentang Perppu Nomor 1 tahun 2020.

"Fraksi PKS mendesak pemerintah untuk fokus membantu dan melindungi rakyat dari segala dampak musibah covid-19 melalui bantuan kesehatan dan bantuan sosial langsung segera kepada rakyat terdampak," tegas Ecky.

Anggota DPR RI Fraksi PKS Junaidi Auly menjelaskan Fraksi PKS secara konsisten menyampaikan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 memiliki potensi melanggar konstitusi. 

"Program economic recovery hanya bisa berjalan ketika rakyat berhasil diselamatkan. Sehingga insentif pemerintah terhadap kesehatan dan jaminan sosial adalah hal yang penting dan sangat mendesak dan harus menjadi prioritas sebelum program pemulihan ekonomi," katanya.

"Fraksi PKS mendorong Pemerintah agar mengganti Perppu 1/2020 dengan Perppu penanganan Covid-19 yang mengedepankan kepentingan rakyat secara luas," tambahnya.

Pada kesempatan bersama Banggar DPR, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa pasal 27 dalam Perppu No.1/2020 memberikan kepastian hukum dan keadilan bagi pelaksana Perppu atau Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) atas kebijakan yang diambil untuk penanganan COVID-19 berdasarkan itikad baik dan sesuai Undang-Undang (UU).

Hal ini disampaikannya dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR Komisi XI pada Senin, (04/05) di Jakarta yang menghasilkan keputusan Perppu tersebut maju ke tahap pembahasan paripurna.

"Bila ada dugaan dan bukti korupsi yang merugikan negara, tetap dapat dituntut pidana korupsi oleh penegak hukum," jelasnya.

Ia menambahkan, ketentuan sejenis juga diatur dalam berbagai Undang-Undang seperti UU KUHP, UU PPKSK, dan UU Pengampunan Pajak sehingga pasal 27 dalam Perppu No.1/2020 bukan imunitas kekebalan hukum yang absolut.






(dru) Next Article Jokowi Segera Minta Restu DPR Sebar Stimulus Rp 405,1 T

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular