Penyebab Inflasi Rendah: Corona, PHK, dan Susahnya Cari Kerja

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
04 May 2020 12:54
Ilustrasi suasana pasar tradisional (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Pasar Tradisional (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi Indonesia terus menunjukkan gejala melambat. Alih-alih disyukuri, fenomena ini malah menjadi catatan yang harus diwaspadai.

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, inflasi umum secara bulanan (month-on-month/MoM) pada April 2020 adalah 0,08%. Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) adalah 2,67% dan inflasi inti tahunan di 2,85%.

Realisasi ini lebih lambat ketimbang ekpektasi pasar. Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan inflasi bulan lalu akan berada di 0,2% MoM. Sementara inflasi tahunan YoY diperkirakan 2,78% dan inflasi inti di 2,91% YoY.


Suhariyanto, Kepala BPS, menyatakan bahwa pola inflasi pada 2020 agak anomali dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini, Ramadan jatuh pada pekan keempat April dan pada tahun-tahun sebelumnya biasanya ada peningkatan permintaan yang mendorong inflasi.

Namun tahun ini berbeda. Inflasi April malah melambat ketimbang Maret, padahal April ada Ramadan.



"Inflasi tidak seperti tahun-tahun biasanya, memasuki Ramadan, inflasi malah melambat. Pattern ini tidak biasa, biasanya Ramadan selalu ada kenaikan inflasi karena permintaan masyarakat meningkat," kata Ketjuk, sapaan akrab Suhariyanto, dalam jumpa pers hari ini.


Menurut Ketjuk, ada tiga kemungkinan yang bisa menjelaskan perlambatan laju inflasi. Pertama adalah pasokan pangan yang memadai sehingga harga bergerak stabil.

Misalnya beras, komoditas penyumbang terbesar dalam keranjang Indeks Harga Konsumen (IHK). Sepanjang April, harga beras boleh dibilang stabil.

Pada awal April, harga rata-rata nasional untuk beras kualitas medium (yang paling banyak dikonsumsi rakyat Indonesia) adalah Rp 12.000/kg. Pada 30 April, harga masih berada di titik tersebut.




Kedua adalah pembatasan sosial (social distancing) untuk meredam penyebaran virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Data Kementerian Kesehatan menyebutkan, jumlah pasien positif corona di Tanah Air per 3 Mei adalah 11.192 orang. Sepanjang 2 Maret-3 Mei, rata-rata penambahan pasien baru mencapai 17,47%.

Penyebaran virus yang begitu cepat membuat pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menetapkan kondisi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 21/2020.

Kementerian Kesehatan juga sudah menerbitkan aturan pelaksananya yaitu Peraturan Menteri Kesehatan No 9/2020. Pasal 13 beleid ini menyebutkan bahwa PSBB meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, pembatasan kegiatan sosial budaya, serta pembatasan moda transportasi.



Daerah pertama yang mendapat lampu hijau untuk melaksanakan PSBB adalah Provinsi DKI Jakarta. Penerapan PSBB di Ibu Kota tertuang dalam Peraturan Gubernur No 35/2020 tentang Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) di Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta yang mulai berlaku 10 April 2020.

Dalam pasal 3 ayat (3), Gubernur Anies Rasyid Baswedan menginstruksikan kepada warga untuk melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBR) dan menggunakan masker saat berada di luar rumah. Kemudian pada ayat (4) tertulis pembatasan aktivitas luar rumah yang dibatasi adalah kegiatan belajar/mengajar di sekolah dan institusi pendidikan lainnya, aktivitas bekerja di tempat kerja, aktivitas keagamaan di rumah ibadah, kegiatan di tempat atau fasilitas umum, kegiatan sosial-budaya, serta pergerakan orang dan barang menggunakan moda transportasi.


"Di sisi lain, (perlambatan laju inflasi) kemungkinan besar karena penurunan permintaan akibat adanya penurunan aktivitas sosial karena implementasi PSBB," kata Ketjuk.


Nah, kemungkinan ketiga yang agak bahaya. Perlambatan laju inflasi inti menggambarkan penurunan daya beli masyarakat.

Penurunan daya beli sudah tergambar dari rilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK). Pada Maret, IKK tercatat sebesar 113,8. Konsumen masih pede, karena nilai indeks di atas 100.

Namun optimisme konsumen terus dalam tren penurunan. Bahkan pencapaian Maret 2020 adalah yang terendah sejak September 2016.




Pada Maret, rata-rata porsi pendapatan masyarakat yang digunakan untuk konsumsi adalah 69%. Turun dibandingkan Februari yaitu 69,2%. Sementara porsi pendapatan yang disisihkan untuk menabung naik dari 18,1% menjadi 18,6%.

Sudah jelas bahwa konsumen memang mengurangi belanja dan memupuk tabungan. Daya beli mungkin tidak turun, karena konsumen sebenarnya masih punya uang. Namun uang itu tidak digunakan untuk berbelanja melainkan ditabung.



Mengapa masyarakat lebih memilih menabung ketimbang berbelanja? Kemungkinan besar dipengaruhi oleh persepsi semakin terbatasnya lapangan kerja.

Semakin sulitnya mencari pekerjaan tergambar dari sub-indeks dalam IKK yaitu Ketersediaan Lapangan Kerja. Pada Maret, sub-indeks ini bernilai 86. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yaitu 90,1.

PSBB, yang bertujuan untuk mempersempit ruang gerak virus corona dan menyelamatkan ribuan bahkan mungkin jutaan nyawa, ternyata harus dibayar dengan harga yang tidak murah yaitu penurunan aktivitas ekonomi secara signifikan. Aktivitas ekonomi yang seakan mati suri membuat pendapatan dunia usaha menurun drastis, bahkan mungkin bisa nihil.

Sementara komponen biaya terus berjalan. Kondisi ini harus disikapi dengan efisiensi, salah satunya dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).


"Jumlah PHK di DKI sampai 20 April saja sudah hampir 500.000, tepatnya 499.318. Ini adalah sepertiga dari total PHK nasional," ungkap Susiwijono, Sekretaris Menko Perekonomian, belum lama ini.

Ancaman PHK membuat rumah tangga harus bersiap-siap menghadapi kemungkinan terburuk, kehilangan mata pencarian. Jadi sangat wajar konsumen mengurangi belanja dan menambah tabungan untuk berjaga-jaga kalau sampai menjadi korban PHK.

Oleh karena itu, inflasi yang rendah tidak selamanya membawa kabar baik. Ada pula risiko besar yang perlu diwaspadai yaitu penurunan konsumsi rumah tangga akibat kekhawatiran akan PHK.

Semua gara-gara virus corona...


TIM RISET CNBC INDONESIA



(aji/aji) Next Article Inflasi 2019: 'Jinak' Sih, Tapi...

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular