
Dilema Lockdown: Buka, Tutup, Buka, Tutup, Pusing!
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 April 2020 14:11

Namun melonggarkan lockdown dan social distancing bukan tanpa risiko. Langkah ini bisa membuat virus corona kembali merajalela.
US Centers for Desease Control dan Prevention (CDC) memperingatkan bahwa pandemi virus corona di AS belum mencapai puncak. Negeri Adidaya berisiko mengalami fase penyebaran kedua (second outbreak) pada musim dingin atau jelang akhir tahun.
"Ada kemungkinan serangan virus pada musim dingin mendatang akan lebih sulit ditangani ketimbang sekarang. Pada saat yang sama, kita juga harus menghadapi penyakit flu musiman, kombinasi yang bisa semakin membebani sistem pelayanan kesehatan," tegas Robert Redfield dalam wawancara dengan Washington Post, seperti dikutip oleh Reuters.
Stephan Ludwig, Virolog di Universitas Muenster (Jerman), menilai pelonggaran social distancing dan lockdown masih terlalu berisiko jika diterapkan sekarang. Pasalnya, tanda perlambatan penyebaran virus masih sangat awal, ada kemungkinan perlambatan ini adalah alarm palsu (false alarm).
"Kita seperti sedang bermain api, kecil jadi kawan tetapi besar menjadi lawan. Hanya karena Anda sudah boleh pergi ke pertokoan bukan berarti tidak ada pembatasan dan bisa mengabaikan protokol kesehatan," tegas Ludwig, seperti dikutip dari Reuters.
Huft, repot memang. Di satu sisi, melindungi nyawa memang sangat layak menjadi prioritas, bahkan yang utama. Namun di sisi lain, upaya untuk melindungi nyawa tersebut bisa saja mengakibatkan hilangnya nyawa lainnya...
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
US Centers for Desease Control dan Prevention (CDC) memperingatkan bahwa pandemi virus corona di AS belum mencapai puncak. Negeri Adidaya berisiko mengalami fase penyebaran kedua (second outbreak) pada musim dingin atau jelang akhir tahun.
"Ada kemungkinan serangan virus pada musim dingin mendatang akan lebih sulit ditangani ketimbang sekarang. Pada saat yang sama, kita juga harus menghadapi penyakit flu musiman, kombinasi yang bisa semakin membebani sistem pelayanan kesehatan," tegas Robert Redfield dalam wawancara dengan Washington Post, seperti dikutip oleh Reuters.
"Kita seperti sedang bermain api, kecil jadi kawan tetapi besar menjadi lawan. Hanya karena Anda sudah boleh pergi ke pertokoan bukan berarti tidak ada pembatasan dan bisa mengabaikan protokol kesehatan," tegas Ludwig, seperti dikutip dari Reuters.
Huft, repot memang. Di satu sisi, melindungi nyawa memang sangat layak menjadi prioritas, bahkan yang utama. Namun di sisi lain, upaya untuk melindungi nyawa tersebut bisa saja mengakibatkan hilangnya nyawa lainnya...
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular