Ekonomi China -6,8%? Ah, Itu kan Cerita Kemarin...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
17 April 2020 14:33
China menghormati korban virus corona dengan berkabung selama 3 menit. (AP/Ng Han Guan)
Foto: China menghormati korban virus corona dengan berkabung selama 3 menit. (AP/Ng Han Guan)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar buruk datang dari China. Ekonomi Negeri Tirai Bambu pada kuartal I-2020 bukannya tumbuh tetapi malah terkontraksi ke zona negatif.

Biro Statistik Nasional China melaporkan, ekonomi pada kuartal I-2020 terkontraksi alias tumbuh negatif -6,8% year-on-year (YoY). Ini adalah kontraksi pertama sejak China mencatat pertumbuhan ekonomi secara YoY pada 1992.



Sektor pertanian masih mencatatkan pertumbuhan 3,5% YoY, dibantu oleh kondisi cuaca yang mendukung. Namun industri manufaktur terkontraksi 8,4%.

"Pada kuartal I-2010, dihadapkan kepada ujian berat akibat penyebaran Covid-19 (Coronavuris Desease-2019 alias virus corona), di bawah kepemimpinan Komite Pusat Partai Komunis China dengan Kamerad Xi Jinping sebagai pusatnya, seluruh wilayah dan kementerian menerapkan langkah terkoordinasi untuk mengendalikan pandemi serta situasi ekonomi dan sosial. Hasilnya, pengendalian pandemi terus membaik. Masyarakat bisa kembali bekerja dan proses produksi meningkat dengan industri yang menjadi basis dan vital terhadap kelangsungan hidup rakyat mampu tumbuh. Kebutuhan dasar rakyat terpenuhi dengan baik dan perekonomian nasional menjadi stabil," papar keterangan tertulis Biro Statistik China.


Data ini menjadi puncak yang memberi konfirmasi dari data yang dirilis sebelumnya bahwa ekonomi China pada awal tahun ini bakal jeblok. Sebut saja, misalnya Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur China versi Caixin yang pada Januari dan Februari masing-masing sebesar 51,1 dan 40,3. Angka Februari adalah rekor terendah sepanjang sejarah pencatatan PMI.

Kemudian indeks keyakinan konsumen China pada Januari dan Februari tercatat 126,4 dan 118,9. Realisasi Februari adalah yang terendah sejak September 2018.

 




Namun, kemungkinan kuartal I-2020 adalah titik nadir buat perekonomian China. Mulai kuartal II-2020, situasi diperkirakan membaik dari Produk Domestik Bruto (PDB) China bisa kembali tumbuh positif.

"Sudah bisa diduga bahwa ada kontraksi dalam pada kuartal I, artinya, pemulihan akan mulia berlangsung pada kuartal berikutnya. Jika China benar-benar pulih, maka negara ini akan menjadi harapan bagi perekonomian dunia karena Amerika Serikat (AS) dan Jepang kemungkinan masih akan mengalami kontraksi," kata Masaaki Kanno, Kepala ekonom Sony Financial Holdings yang berbasis di Tokyo, seperti dikutip dari Reuters.

"Beberapa indikator menunjukkan bahwa pada Maret pun sudah ada perbaikan dibandingkan Januari-Februari. Ini adalah bukti ekonomi China sudah pulih dari keterpurukan, meski secara bertahap. Jadi mulai kuartal II-2020 sepertinya kita akan melihat stabilitas, mungkin akan ada pertumbuhan di kisaran 2%," papar Nathan Chow, Ekonom Senior DBS yang berbasis di Hong Kong, juga dikutip dari Reuters.

Sejumlah data menyebutkan harapan ke arah sana cukup nyata. Misalnya, PMI manufaktur China pada Maret sudah kembali ke atas 50. Artinya, industriawan sudah ekspansif.

Kemudian ekspor China pada Maret memang masih terkontraksi -6,6% YoY. Namun jauh membaik ketimbang bulan sebelumnya yang ambles 17,2% YoY. Ini menandakan aktivitas produksi sudah jauh membaik.

Lalu produksi industri pada Maret juga masih terkontraksi -1,1% YoY. Namun lagi-lagi sudah jauh menipis ketimbang kontraksi pada Februari yang mencapai -13,5% YoY.

Penjualan ritel juga membaik meski masih di zona negatif. Pada Maret, kontraksi penjualan ritel di China adalah -15,8%, sementara bulan sebelumnya -20,5%.

Seiring badai Covid-19 yang telah berlalu di China, perlahan ekonomi pun mulai bersemi setelah hibernasi selama dua bulan. Ketika China membaik, maka seluruh dunia akan menikmatinya karena Negeri Panda merupakan pemain kunci di rantai pasok global.



Indonesia sedikit banyak sudah merasakan dampak pemulihan ekonomi China. Pada Maret, impor impor bahan baku/penolong adalah US$ 10,28 miliar. Naik 16,34% dibandingkan sebelumnya dan secara year-on-year (YoY) masih naik 1,72%.

"Pada Maret 2020 dibandingkan Februari 2020, peningkatan impor dari China didorong oleh bahan kimia organik, plastik dan barang dari plastik, serta mesin dan peralatan listrik," kata Suhariyanto, Kepala Badan Pusat Statistik, pekan ini.

Aktivitas produksi di Tanah Air sepertinya kembali menggeliat. Pasokan bahan baku/penolong yang sempat seret sudah berangsur normal dan dapur industri kembali mengebul.

Kebangkitan China juga mendorong peningkatan ekspor Indonesia. Pada Maret 2020, ekspor Indonesia ke China naik US$ 103,6 juta dibandingkan bulan sebelumnya.

"Selama Maret ini, ekspor ke Tiongkok meningkat 5,52% dibandingkan Februari. Barang utama di antaranya tembaga dan barang dari tembaga, lemak dan minyak hewan/nabati, serta besi dan baja. Bahkan dibandingkan Maret 2019 ada kenaikan 0,36%," sebut Ketjuk, sapaan akrab Suhariyanto.

Kalau China tidak mengalami terpaan Covid-19 gelombang kedua, ketiga, dan seterusnya, maka kinerja ekonomi mereka dipastikan bakal semakin moncer. Jika China bahagia, seluruh dunia (termasuk Indonesia) juga akan merasakan suka cita...


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular