Kala Corona Sudah Tiada, Ekonomi Bakal Cetar Membahana!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 April 2020 07:23
Kala Corona Sudah Tiada, Ekonomi Bakal Cetar Membahana!
Foto: Petugas dari Palang Merah Indonesia (PMI) Jakarta Kota menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Sarinah, Jakarta, Selasa (17/3/2020). PMI Jakarta Kota terus berupaya melakukan penyemprotan disinfektan guna pencegahan penyebaran virus Covid-19 korona. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar baik terus berdatangan dari China. Sesuatu yang menjadi bukti nyata bahwa kala kita berhasil menang dalam pertarungan melawan virus corona, maka kejayaan yang gilang-gemilang sudah menanti di depan mata.

Negeri Tirai Bambu disebut-sebut sebagai asal-muasal virus corona. Berawal dari Kota Wuhan di Provinsi Hubei, virus ini menyebar ke lebih dari 200 negara di dunia. Hampir tidak ada tempat yang aman.

Sebagai ground zero penyebaran virus corona, China sempat merasakan serangan paling dahsyat. Sampai pekan ketiga Maret, jumlah pasien dan korban jiwa akibat corona di China masih yang tertinggi di dunia.


China melakukan upaya total dengan determinasi tinggi untuk melawan virus corona. Di Kota Wuhan dan sejumlah wilayah yang berisiko diterapkan karantina wilayah (lockdown) total. Tidak boleh ada warga yang meninggalkan rumah kecuali untuk urusan yang sangat mendesak. Transportasi publik dan akses keluar/masuk wilayah ditutup.

Pemerintah China juga membangun sejumlah rumah sakit temporer untuk meningkatkan kapasitas penanganan pasien corona. Di Wuhan ada ada 15 rumah sakit temporer yang merawat sekitar 12.000 pasien.

Berbagai upaya tersebut mulai membuahkan hasil. Kasus corona di China memang masih bertambah, tetapi dalam laju yang melambat. Bahkan penularan domestik boleh dibilang sangat minim (atau hampir tidak ada), seluruh kasus baru berasal dari penularan luar negeri atau imported case.

Kini, jumlah kasus corona di China relatif stabil di kisaran 80.000. Sementara di negara-negara lain semakin meningkat sehingga kurva yang awalnya sangat dekat bahkan hampir bertemu sekarang berjarak sangat jauh.



"China berhasil memperlambat transmisi virus, satu fase puncak telah terlewati. Sekarang tantangannya adalah mencegah munculnya penyebaran baru," kata Tarik jasarevic, Juru Bicara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seperti dikutip dari Reuters.

Seiring penyebaran virus corona yang mereda, aktivitas publik berangsur normal. Lockdown di Wuhan sudah dicabut, dan warga kembali beraktivitas. Ekonomi kembali menggiat setelah sekitar tiga bulan menjalani hibernasi.

Toko dan pabrik yang sempat tutup kini buka lagi. Pekerja sudah kembali ke kantor dan pabrik masing-masing, konsumen sudah berani keluar rumah untuk berbelanja.

"Terima kasih, Wuhan. Kami kembali," tulis sebuah pesan di toko yang menjual jeans Levi's.


Pada masa lockdown, ekonomi China sangat terpukul. Aktivitas industri yang dicerminkan dalam Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur.

PMI manufaktur menggambarkan pembelian bahan baku/penolong dan barang modal yang akan digunakan untuk proses produksi pada masa mendatang. Indikator ini menggunakan angka 50 sebagai titik awal, di atas 50 berarti industri sedang ekspansif sementara di bawah 50 artinya kontraktif alias mengkerut.

Pada Februari, PMI manufaktur China versi Biro Statistik Nasional (NBS) adalah 35,7. Sementara yang versi Caixin/IHS Markit ada di 40,3. Tidak hanya berada di zona kontraksi, keduanya adalah yang terlemah sepanjang pencatatan PMI.


Penyebaran virus corona di China memang mencapai puncak pada Februari. Kala itu, hampir seluruh kasus corona ada di China. Lockdown juga masih berlaku, sehingga aktivitas masyarakat sangat terbatas.

"Penurunan PMI yang sangat tajam disebabkan oleh stagnasi aktivitas ekonomi yang disebabkan oleh gangguan virus corona. Pasokan dan penawaran sama-sama lemah, rantai pasok macet, dan banyak pesanan yang belum terselesaikan," kata Zhong Zhengsheng, Kepala Ekonom CEBM Group, dalam laporan PMI Caixin/IHS Markit edisi Februari.

Namun seperti disinggung sebelumnya, China bangkit dengan cepat. Penyebaran virus corona berhasil ditekan sehingga masyarakat sudah bisa kembali berkegiatan.

Industri pun merasakan dampaknya. Pada Maret, PMI manufaktur China versi Caixin/IHS Markit sudah kembali ke zona ekspansi tepatnya di 50,1. Sementara yang versi NBS berada di 52, capaian terbaik sejak 2017.



"Ekspansi pada Maret mencerminkan bahwa sektor manufaktur sudah kembali ke level sebelum epidemi virus corona, begitu pula penciptaan lapangan kerja. Ini bisa menjadi dasar yang kuat bagi pemulihan ekonomi," sebut Zhong dalam laporan PMI Caixin/IHS Markit edisi Februari.

Kebangkitan China menunjukkan bahwa begitu penyebaran virus corona berhasil diredam bahkan kalau bisa hilang sama sekali, maka aktivitas publik akan kembali normal dan roda perekonomian kembali berputar kencang. Sebab begitu masalah virus selesai, maka selesai. Tidak ada buntutnya lagi.

Berbeda dengan misalnya perang dagang AS vs China yang menjadi risiko terbesar di perekonomian dunia tahun lalu. Washington dan Beijing memang sudah menandatangani perjanjian damai dagang pada pertengahan Januari 2020, tetapi itu baru Fase I. Berbagai bea masuk yang dikenakan selama masa perang dagang juga masih ada, hanya tarifnya yang dikurangi. Buntutnya masih panjang, masalah belum tuntas 100%.

Oleh karena itu, sekarang perekonomian dunia (termasuk Indonesia) boleh bersakit-sakit dahulu. Bahkan kontraksi dan resesi sepertinya menjadi ancaman yang sangat nyata. Namun percayalah, ketika virus corona mulai lemah maka gantian ekonomi yang bakal perkasa tanpa syarat!



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular