Kala Corona Sudah Tiada, Ekonomi Bakal Cetar Membahana!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
02 April 2020 07:23
China Memberi Bukti
Foto: Petugas dari Palang Merah Indonesia (PMI) Jakarta Kota menyemprotkan cairan disinfektan di gedung Sarinah, Jakarta, Selasa (17/3/2020). PMI Jakarta Kota terus berupaya melakukan penyemprotan disinfektan guna pencegahan penyebaran virus Covid-19 korona. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Pada masa lockdown, ekonomi China sangat terpukul. Aktivitas industri yang dicerminkan dalam Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur.

PMI manufaktur menggambarkan pembelian bahan baku/penolong dan barang modal yang akan digunakan untuk proses produksi pada masa mendatang. Indikator ini menggunakan angka 50 sebagai titik awal, di atas 50 berarti industri sedang ekspansif sementara di bawah 50 artinya kontraktif alias mengkerut.

Pada Februari, PMI manufaktur China versi Biro Statistik Nasional (NBS) adalah 35,7. Sementara yang versi Caixin/IHS Markit ada di 40,3. Tidak hanya berada di zona kontraksi, keduanya adalah yang terlemah sepanjang pencatatan PMI.


Penyebaran virus corona di China memang mencapai puncak pada Februari. Kala itu, hampir seluruh kasus corona ada di China. Lockdown juga masih berlaku, sehingga aktivitas masyarakat sangat terbatas.

"Penurunan PMI yang sangat tajam disebabkan oleh stagnasi aktivitas ekonomi yang disebabkan oleh gangguan virus corona. Pasokan dan penawaran sama-sama lemah, rantai pasok macet, dan banyak pesanan yang belum terselesaikan," kata Zhong Zhengsheng, Kepala Ekonom CEBM Group, dalam laporan PMI Caixin/IHS Markit edisi Februari.

Namun seperti disinggung sebelumnya, China bangkit dengan cepat. Penyebaran virus corona berhasil ditekan sehingga masyarakat sudah bisa kembali berkegiatan.

Industri pun merasakan dampaknya. Pada Maret, PMI manufaktur China versi Caixin/IHS Markit sudah kembali ke zona ekspansi tepatnya di 50,1. Sementara yang versi NBS berada di 52, capaian terbaik sejak 2017.



"Ekspansi pada Maret mencerminkan bahwa sektor manufaktur sudah kembali ke level sebelum epidemi virus corona, begitu pula penciptaan lapangan kerja. Ini bisa menjadi dasar yang kuat bagi pemulihan ekonomi," sebut Zhong dalam laporan PMI Caixin/IHS Markit edisi Februari.

Kebangkitan China menunjukkan bahwa begitu penyebaran virus corona berhasil diredam bahkan kalau bisa hilang sama sekali, maka aktivitas publik akan kembali normal dan roda perekonomian kembali berputar kencang. Sebab begitu masalah virus selesai, maka selesai. Tidak ada buntutnya lagi.

Berbeda dengan misalnya perang dagang AS vs China yang menjadi risiko terbesar di perekonomian dunia tahun lalu. Washington dan Beijing memang sudah menandatangani perjanjian damai dagang pada pertengahan Januari 2020, tetapi itu baru Fase I. Berbagai bea masuk yang dikenakan selama masa perang dagang juga masih ada, hanya tarifnya yang dikurangi. Buntutnya masih panjang, masalah belum tuntas 100%.

Oleh karena itu, sekarang perekonomian dunia (termasuk Indonesia) boleh bersakit-sakit dahulu. Bahkan kontraksi dan resesi sepertinya menjadi ancaman yang sangat nyata. Namun percayalah, ketika virus corona mulai lemah maka gantian ekonomi yang bakal perkasa tanpa syarat!



TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/sef)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular