
Oh Corona, Akankah Ubah Suka Cita Puasa-Lebaran Jadi Nestapa?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
30 March 2020 06:44

Jakarta, CNBC Indonesia - Globalisasi membuat dunia begitu terhubung, nyaris tidak ada sekat jarak dan waktu. Ternyata, globalisasi bukan melulu soal ekonomi tetapi juga kesehatan.
Sekira jelang akhir tahun lalu, dikabarkan muncul penyakit baru di China. Situasi adem ayem saja, tetapi kemudian mata dan telinga dunia baru terbuka pada sekitar minggu keempat Januari 2020.
Pada 21 Januari, beredar kabar si penyakit misterius itu telah menjangkiti 300 orang di Kota Wuhan Provinsi Hubei, Republik Rakyat China. Kebetulan ini terjadi jelang perayaan Tahun Baru Imlek, puncak mobilitas masyarakat Negeri Tirai Bambu.
Warga China berbondong-bondong mudik ke kampung halaman atau pelesiran ke luar negeri. Jadilah penyakit ini menyebar ke seantero China dan berbagai negara. Awalnya Thailand, Jepang, Hong Kong, dan Korea Selatan. Dua bulan kemudian, penyakit ini sudah menjangkiti lebih dari 190 negara di dunia.
Penyakit ini punya gejala seperti flu. Ada demam, batuk, dan nyeri di persendian. Namun ada gejala yang membuatnya mematikan yaitu pneumonia alias radang paru-paru.
Biang keladi penyakit ini adalah virus yang diberi nama Coronavirus Disease 2019 atau disingkat Covid-19. Atau virus corona saja sudah umum.
Virus ini banyak ditemukan di spesies mamalia selain manusia, yaitu kelelawar. Oleh karena itu, ditengarai penyebaran virus ini bermula dari perdagangan kelelawar sebagai makanan di pasar tradisional Kota Wuhan.
Teori baru adalah kotoran kelelawar alias guano jatuh ke tanah dan terendus oleh trenggiling. Kebetulan trenggiling juga dijual di pasar tradisional di Wuhan, juga untuk dimakan.
Apabila premis ini benar, maka membuktikan konsep efek kupu-kupu (butterfly effect) dalam teori ketidakteraturan (chaos theory). Kepakan sayap kupu-kupu di Brasil bisa menyebabkan tornado di Texas, bagaimana sebuah hal kecil bisa menghasilkan reaksi berantai dan membuahkan hasil signifikan. Dalam hal virus corona, kupu-kupu mungkin bisa digantikan dengan kelelawar.
Sekira jelang akhir tahun lalu, dikabarkan muncul penyakit baru di China. Situasi adem ayem saja, tetapi kemudian mata dan telinga dunia baru terbuka pada sekitar minggu keempat Januari 2020.
Pada 21 Januari, beredar kabar si penyakit misterius itu telah menjangkiti 300 orang di Kota Wuhan Provinsi Hubei, Republik Rakyat China. Kebetulan ini terjadi jelang perayaan Tahun Baru Imlek, puncak mobilitas masyarakat Negeri Tirai Bambu.
Warga China berbondong-bondong mudik ke kampung halaman atau pelesiran ke luar negeri. Jadilah penyakit ini menyebar ke seantero China dan berbagai negara. Awalnya Thailand, Jepang, Hong Kong, dan Korea Selatan. Dua bulan kemudian, penyakit ini sudah menjangkiti lebih dari 190 negara di dunia.
Penyakit ini punya gejala seperti flu. Ada demam, batuk, dan nyeri di persendian. Namun ada gejala yang membuatnya mematikan yaitu pneumonia alias radang paru-paru.
Biang keladi penyakit ini adalah virus yang diberi nama Coronavirus Disease 2019 atau disingkat Covid-19. Atau virus corona saja sudah umum.
Virus ini banyak ditemukan di spesies mamalia selain manusia, yaitu kelelawar. Oleh karena itu, ditengarai penyebaran virus ini bermula dari perdagangan kelelawar sebagai makanan di pasar tradisional Kota Wuhan.
Teori baru adalah kotoran kelelawar alias guano jatuh ke tanah dan terendus oleh trenggiling. Kebetulan trenggiling juga dijual di pasar tradisional di Wuhan, juga untuk dimakan.
Apabila premis ini benar, maka membuktikan konsep efek kupu-kupu (butterfly effect) dalam teori ketidakteraturan (chaos theory). Kepakan sayap kupu-kupu di Brasil bisa menyebabkan tornado di Texas, bagaimana sebuah hal kecil bisa menghasilkan reaksi berantai dan membuahkan hasil signifikan. Dalam hal virus corona, kupu-kupu mungkin bisa digantikan dengan kelelawar.
Next Page
Ekonomi Sudah Resesi?
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular