Ngeri! Corona Picu Resesi Global & Ekonomi RI Hanya Tumbuh 1%

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
28 March 2020 14:21
Ngeri! Corona Picu Resesi Global & Ekonomi RI Hanya Tumbuh 1%
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Dunia saat ini sedang terserang wabah bernama corona (COVID-19). Tak hanya menyebabkan penduduk bumi jatuh sakit hingga meninggal, pandemi COVID-19 diyakini membawa perekonomian global terseret ke dalam jurang resesi dan mimpi buruk bagi ekonomi tanah air pun kian nyata.

Data kompilasi John Hopkins University CSSE menunjukkan saat ini jumlah kasus infeksi COVID-19 di seluruh dunia mencapai 597.335 dan menyebabkan kematian pada 27.365 orang. China (81.946 kasus) yang dulunya menjadi episentrum penyebaran virus kini sudah disalip Amerika Serikat/AS (104.686 kasus) dan Italia (86.498 kasus).

Dua negara dengan perekonomian terbesar di muka bumi yakni AS dan China menjadi negara dengan jumlah kasus paling banyak. Bukan hanya rantai pasok saja yang terdampak, permintaan global juga turun. Hal ini diyakini oleh The Economist Intelligence Unit (EIU) sebagai pemicu resesi global.

"Gambaran ekonomi global tampak suram, dengan resesi terjadi di hampir setiap ekonomi maju di seluruh dunia. Kami berasumsi bahwa akan ada pemulihan di paruh kedua tahun ini, tetapi risiko masih sangat tinggi, karena munculnya gelombang epidemi kedua, atau ketiga yang akan menenggelamkan pertumbuhan lebih lanjut.


Pada tahap ini, sulit untuk melihat strategi selain lockdown, yang berarti bahwa ketidakpastian akan tetap tinggi. Akhirnya, kombinasi dari pendapatan fiskal yang lebih rendah, dan pengeluaran publik yang lebih tinggi, akan menempatkan banyak negara di ambang krisis utang. " kata Agathe Demarais direktur EIU Global Forecasting.

EIU meramal perekonomian global akan terkontraksi 2,2% pada 2020. Padahal perkiraan Produk Domestik Bruto (PDB) global sebelumnya diramal tumbuh 2,3%. Ekonomi AS diperkirakan terkontraksi 2,8% tahun ini, sementara PDB China hanya mampu tumbuh 1% dan menjadi pertumbuhan terendah dalam 30 tahun terakhir.



Walaupun jumlah kasus di China sudah mencapai puncaknya sejak awal Maret 2020 dan kini aktivitas ekonomi kembali bergeliat, tetap saja dampak masifnya penyebaran virus di Negeri Panda masih akan terasa pada kuartal kedua.

Tekanan pada ekonomi global ini juga tentu akan dirasakan oleh Indonesia. EIU merevisi turun perkiraan pertumbuhan ekonomi RI dari sebelumnya 5,1% menjadi hanya 1% saja di 2020. Artinya terjadi perlambatan yang signifikan (-410 basis poin).


Terkait ramalan itu apakah akan menjadi kenyataan atau tidak tentu bergantung dari seberapa parah kerusakan yang ditimbulkan oleh wabah terhadap perekonomian tanah air. Menteri Keuangan Sri Mulyani bahkan sempat menjelaskan bahwa ekonomi RI bisa tumbuh 0% alias tidak tumbuh sama sekali akibat merebaknya pandemi COVID-19 baik di dunia maupun di Indonesia.

"Dengan skenario tersebut, kami melihat pertumbuhan ekonomi tentu dari COVID-19 ini apabila masalahnya lebih berat, seperti kalau durasi COVID-19 bisa lebih dari 3-6 bulan, dan kemudian terjadi lockdown dan perdagangan internasional bisa drop di bawah 30 persen. Sampai dengan beberapa penerbangan drop sampai 75-100 persen, maka skenario bisa menjadi lebih dalam. Pertumbuhan ekonomi bisa mencapai di antara 2,5 persen bahkan sampai ke nol persen," paparnya.
Untuk meminimalkan risiko perlambatan ekonomi yang nyata harus ada dua langkah responsif yang diambil yakni pemberian stimulus fiskal dan moneter serta intervensi di sektor kesehatan untuk menekan laju transmisi virus dan angka kematian akibat wabah.

"Kita nggak mengharapkan itu terjadi. Makanya langkah-langkah safety net dan sektor usaha supaya tetap berjalan, harus dilakukan. Ini fokus yang kita lakukan bersama Pak Menko Perekonomian dan OJK," tegas eks direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.

Presiden Jokowi sudah memberikan arahan tegas untuk menangani wabah COVID-19 yang sudah merebak di tanah air. Jokowi sudah memberikan setidaknya 10 arahan makroekonomi untuk merespons kondisi genting akibat wabah ini

NomorInstruksi PresidenAnggaran (IDR Triliun)
1Memangkas pengeluaran bukan prioritas pada APBN & APBD 
2Realokasi anggaran kementerian, pemerintah provinsi dan daerah untuk program kesehatan62.3
3Memastikan ketersediaan bahan pangan terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan koordinasi antar kementerian dan pemerintah daerah 
4Memperkenalkan program insentif uang tunai 
5Distribusi bantuan tambahan mencapai Rp 200.000/orang/bulan melalui Kartu Sembako dari sebelumnya hanya Rp 150.0004.56
6Distribusi bantuan tunai di bawah Kartu Pra-Kerja untuk masyarakat selama 3-4 bulan ke depan10
7Relaksasi Pajak Penghasilan (PPh 21) untuk pekerja sektor manufaktur selama 6 bulan8.6
8Relaksasi pinjaman UMKM oleh OJK (di bawah Rp10milyar) dari perbankan dan lembaga non-bank dalam bentuk:
1) Pengurangan fasilitas bunga kredit bunga; dan
2) Penangguhan cicilan hingga 1 tahun
 
9Keringanan kredit KPR bersubsidi dalam bentuk:
1) Pembayaran selisih bunga oleh pemerintah, jika lebih dari 5%
2) Subsidi uang muka
1.5
10Mendistribusikan alat pelindung diri (APD) 105.000 unit untuk tenaga medis:
1) DKI Jakarta 40.000 2) Jawa Barat 15.000 3) Jawa Tengah 10.000 4) Jawa Timur 10.000 5) Yogyakarta
1.000 6) Bali 4.000 dan 7) Lainnya 25.000
 
Sumber : Bahana Sekuritas, Various Sources, CNBC Indonesia Research

Arahan RI-1 tersebut kemudian diterjemahkan menjadi berbagai kebijakan dan program oleh Kementerian Keuangan sebagai berikut :

NomorKebijakan Fiskal Kemenkeu
1Pengadaan alat pelindung diri (APD) sebanyak 105.000 unit
2Mengatur pembayaran biaya kesehatan pasien COVID-19 non-asuransi dengan Departemen Kesehatan, melalui
anggaran negara dan anggaran daerah
3Membagikan insentif bagi pekerja medis, dalam bentuk:
1) manfaat tambahan untuk pekerja medis yang menangani COVID-19 sebesar Rp15.000.000 / bulan untuk spesialis
dokter; IDR10.000.000 / bulan untuk dokter umum dan dokter gigi; IDR7.000.000 / bulan untuk perawat,
Rp5.000.000 untuk tenaga medis lainnya; dan
2) asuransi senilai IDR300.000.000 untuk kompensasi dalam kasus kematian bagi pekerja medis, berlaku
di daerah yang telah menyatakan keadaan darurat.
4Membuat akun donasi untuk COVID-19 yang dikelola bersama oleh BNPB dan Kementerian Keuangan
5Penguatan sistem jaring pengaman sosial melalui Program Keluarga Harapan (PKH) yang mencakup 10 juta
keluarga dan kartu sembako yang mencakup 15 juta keluarga
6Memberikan kompensasi 3 bulan (Rp1.000.000 / bulan) dan pelatihan untuk pekerja yang terkena PHK
7
Memberikan bantuan langsung tunai (BLT) untuk pekerja sektor informal

Sumber : Kementerian Keuangan, Bahana Sekuritas, CNBC Indonesia Research

Stimulus fiskal sudah dipersiapkan. Bank Indonesia (BI) selaku bank sentral juga turut berpartisipasi meredam dampak wabah COVID-19 ke perekonomian. Dalam tiga bulan terakhir tahun ini saja, BI sudah memangkas suku bunga acuan BI 7-DRRR sebesar 50 basis poin (bps) menjadi 4,5%.



Tak sampai di situ saja, BI juga meluncurkan bauran kebijakan baru untuk memitigasi risiko virus corona COVID-19 ke sektor perbankan. Dalam bauran kebijakan ini BI berfokus untuk menjaga pasokan likuiditas valas dan rupiah bagi perbankan.

Selain itu, BI juga fokus untuk mendorong transaksi non-tunai untuk memperlancar transaksi keuangan di masyarakat dengan melakukan penurunan biaya transaksi. Berikut tujuh bauran kebijakan lanjutan BI untuk menghadang risiko virus corona COVID-19:

1. Memperkuat intensitas triple intervension untuk nilai tukar rupiah baik di pasar spot, Domestik Non Delivery Forward (DNDF) maupun lelang SBN di pasar sekunder.

2. Memperpanjang tenor Repo SBN hingga 12 bulan dan menyediakan lelang setiap hari dalam jumlah berapapun. Aturan ini berlaku 20 Maret 2020.

3. Menambah frekuensi lelang Fx Swap 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulna dari sebelumnya 3 kali seminggu menjadi setiap hari guna memastikan kecukupan likuiditas di pasar uang. Aturan ini berlaku efektif mulai 19 Maret 2020.

4. Memperkuat Term Deposit (TD) valas guna meningkatkan pengelolaan likuiditas valas sebesar US$3,2 miliar yang didapatkan dari penurunan GWM valas yang sudah diputuskan sebelulmnya untuk kebutuhan dalam negeri.

5. Mempercepat berlakunya kebijakan penggunaan rekening vostro bagi investor asing sebagai underlying transaksi DNDF, berlaku efektif 23 Maret 2020. Sebelumnya aturan ini berlaku 1 April 2020.

6. Memperluas kebijakan insentif pelonggaran GWM harian sebesar 50 bps yang sebelumnya untuk bank yang melakukan ekspor-impor ke bank yang melakukan pembiayaan ke UMKM dan sektor prioritas lainnya.




7. Memperkuat kebiajakan sistem pembayaran untuk mitigasi risiko dan memastikan kelancaran pembayaran melalui:


a. ketersediaan uang higenis dan mengimbau masyarakat mengunakan pembayaran non tunai


b. menurunkan biaya SKNBI antar BI dengan bank dari Rp 600 per transaksi menjadi Rp 1 dan biaya transaksi dari bank ke nasabah dari Rp 3.500 menjadi Rp 2.900 per transaksi. Kebijakan ini berlaku mulai 1 April 2020.

c. mendukung penyaluran dana bansos melalui non tunai. Stimulus sudah dipersiapkan, efektivitas kebijakan ini sebenarnya sangat tergantung pada seberapa baik intervensi di sektor kesehatan masyarakat. Sejauh ini pemerintah sudah mengimbau untuk melakukan social distancing dengan meliburkan sekolah-sekolah, melarang adanya kerumunan hingga mengimbau untuk bekerja dari rumah.

Namun kebijakan tersebut tidaklah efektif karena pertambahan jumlah kasus infeksi di tanah air terus meningkat bukannya melambat. Bahkan dalam 25 hari pertama setelah kasus pertama diumumkan, jumlah kasus di Indonesia meroket hingga nyaris 900 kasus.





Kini jumlah kasus COVID-19 di tanah air sudah melampaui angka 1.000. Jumlah korban meninggal akibat wabah ini di tanah air mencapai 87 orang. Tingkat kematian di Indonesia termasuk tinggi (8,3%) vs global (4,6%).

Ini semakin mengkhawatirkan. Sudah saatnya pemerintah mengambil langkah yang tegas. Jika perkembangan kasus semakin memburuk, bukan tidak mungkin ekonomi tanah air akan semakin terpukul dan mimpi buruk pun kian dekat dengan kenyataan. Amit-amit.


TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular