Corona Tidak Main-main, Pemerintah Harus Bukan Main!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 February 2020 12:35
Corona Tidak Main-main, Pemerintah Harus Bukan Main!
Foto: Orang-orang mengantri untuk membeli masker di sebuah toko kosmetik di Hong Kong. (AP Photo/Achmad Ibrahim)
Jakarta, CNBC Indonesia - Gara-gara virus corona, perekonomian global menjadi sangat tidak menentu. Ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi hampir mustahil dihindari.

Mengutip data satelit pemetaan ArcGis pada Kamis (27/2/2020) pukul 11:03 WIB, jumlah korban corona di seluruh dunia mencapai 82.164. Sebagian besar berada di China yaitu 78.497.

Namun kasus di negara lain tidak bisa lagi disepelekan. Misalnya di Korea Selatan sudah ada 1.595 kasus. Kemudian Italia 453, Jepang 189, dan Iran 139. Belum lagi ada 705 kasus di kapal pesiar Diamond Princess.

Negara-negara yang awalnya masih imun pun mulai melaporkan kasus corona perdananya. Seperti Swiss, Rumania, Makedonia Utara, Yunani, hingga Brasil.


Akibatnya dunia harus bersiap akan pengamanan yang lebih ketat. Arus pergerakan barang dan manusia akan lebih terbatas untuk menekan penyebaran virus.

Namun kala pergerakan barang dan manusia terhambat, artinya ekonomi tidak bisa melaju cepat. Oleh karena itu, perlambatan pertumbuhan ekonomi (setidaknya dalam jangka pendek) bakal mustahil dihindari.

Indonesia pun hampir pasti mengalami perlambatan ekonomi. Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi kuartal I-2020 kemungkinan berada di bawah 5%. Sedangkan untuk keseluruhan 2020, BI mengubah proyeksi dari 5,1-5,5% menjadi 5-5,4%.


[Gambas:Video CNBC]



Oleh karena itu, pengambil kebijakan harus mengambil sikap yang di luar kebiasaan. Perlu ada terobosan agar perekonomian Indonesia tidak melambat terlalu jauh.

Inilah yang disebut kebijakan kontra-siklus (counter-cyclical). Ibarat pohon, Indonesia sedang dihempas angin kencang. Para pembuat kebijakan harus bekerja luar biasa agar Indonesia tidak terbang terbawa angin, atau kalau pun terbawa jangan terlalu jauh lah...

Di sisi pemerintah, sedang disiapkan paket stimulus fiskal. Ada diskon harga avtur, menihilkan pajak hotel dan restoran di destinasi wisata utama, subsidi perumahan, sampai menaikkan tambahan manfaat Kartu Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (PKH).

Pariwisata memang salah satu sektor yang diperkirakan merasakan dampak paling parah dari penyebaran virus corona. Saat ada virus mematikan sedang mengintai, siapa yang berani berlibur?

Apalagi warga negara China adalah wisatawan mancanegara (wisman) terbesar kedua di Indonesia. Dengan masih ditutupnya rute penerbangan dari dan ke China (termasuk transit), maka potensi devisa dari wisman China dipastikan hilang. Menurut kajian Bank Indonesia (BI), kehilangan devisa dari sektor pariwisata akibat virus corona mencapai US$ 1,3 miliar.




Oleh karena itu, pemerintah mungkin mencoba menggiatkan wisatawan nusantara (wisnus). Caranya adalah dengan memberi subsidi harga avtur serta menihilkan pajak hotel dan restoran.

Sumbangan pariwisata terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) memang masih minim, sekitar 1%. Namun sektor ini terkait dan menggerakkan sektor-sektor lain, terutama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di daerah.





Kemudian subsidi perumahan. Melalui subsidi ini, pemerintah menghidupkan kembali subsidi bunga (Rp 800 miliar) dan subsidi uang muka (Rp 700 miliar) yang sempat dicoret dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.

Mengapa perumahan? Sebab properti adalah sektor yang punya keterkaitan tinggi dengan bidang usaha lainnya. Kala sektor properti bergeliat, maka penjualan semen, baja, keramik, sampai kredit perbankan bakal terangkat.

 

Terakhir, mengapa manfaat yang diterima oleh peserta PKH ditambah? Jawabannya adalah untuk memperkuat fondasi perekonomian nasional.

Dalam komponen pembentuk PDB dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga adalah yang paling utama dengan kontribusi hampir 60%. Ibarat bangunan, konsumsi adalah fondasi perekonomian nasional. Ketika fondasi itu kuat, maka kuatlah perekonomian Indonesia.

Namun konsumsi pasti lambat laun akan terpengaruh ketika ekspor dan investasi lesu akibat terpaan virus corona. Oleh karena itu, sebisa mungkin konsumsi harus dijaga terutama di kelompok rentan. Sehingga kala ekspor dan investasi benar-benar anjlok gegara corona, maka fondasi ekonomi Indonesia masih kokoh.


Semua itu tentu butuh duit. Untuk menaikkan tambahan manfaat Program Keluarga Harapan, kebutuhan anggarannya adalah Rp 4,56 triliun.

Kemudian subsidi perumahan bakal mendapatkan anggaran Rp 1,5 triliun. Sementara diskon harga avtur, yang bisa menurunkan harga tiket pesawat terbang sehingga mendorong sektor pariwisata, perlu anggaran Rp 265,5 miliar. Sedangkan agar pajak hotel dan restoran (yang merupakan 'lapak' daerah) bisa dinihilkan, pemerintah pusat siap memberi subsidi atau hibah kepada pemerintah daerah yang terdampak sebesar Rp 3,3 triliun.

Padahal pada saat bersamaan pemerintah juga menjanjikan pemotongan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan, yang menjadi salah satu poin dalam Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law Perpajakan. Jadi sumber penerimaan berisiko turun, sementara pengeluaran bertambah karena kehadiran program stimulus fiskal yang baru muncul di tengah jalan.

Opsi yang paling memungkinkan adalah pelebaran defisit anggaran. Dalam APBN 2020, defisit anggaran direncanakan sebesar 1,76% PDB. Pemerintah masih punya ruang untuk menaikkan defisit, karena batas maksimalnya masih di 3% PDB.


Dibandingkan negara-negara berkembang lainnya, defisit anggaran di Indonesia masih amat sangat aman sekali banget. Realisasi defisit APBN 2019 adalah 2,2% PDB, lebih tinggi dari rencana tahun ini. Kalau defisit APBN 2020 ingin dilebarkan ke 2,2% seperti 2019 pun tidak masalah, karena masih aman.

Berapa defisit anggaran di India? 7,5% PDB. Brasil? Sama. China? 6,1% PDB. Malaysia? 3% PDB.

Demi melawan dampak virus corona yang tidak main-main, pemerintah memang harus bukan main. Tidak bisa business as usual, harus ada terobosan. Stimulus fiskal yang sudah disiapkan ini adalah contohnya.

Namun ya itu tadi. Semua ini statusnya masih disiapkan, belum bisa dieksekusi di lapangan. Semoga bisa cepat, semoga tidak ada hambatan, sehingga dampaknya langsung terasa di perekonomian.

"Kondisi ekonomi dan bisnis akan membaik. Jika para menteri merealisasikan apa yang sudah dijanjikan ini," tegas ekonom senior Raden Pardede dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook, kemarin.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular