IMF Pesimistis Gegara Corona, Siapa Lagi yang Kurang Pede?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
13 February 2020 11:38
IMF Pesimistis Gegara Corona, Siapa Lagi yang Kurang Pede?
Antisipasi Corona Virus di Indonesia. (CNBC Indoensia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Perkembangan penyebaran (outbreakvirus corona kian mengkhawatirkan. Virus ini adalah sebuah tragedi kesehatan dan kemanusiaan, yang sangat mungkin bertransformasi menjadi kekacauan ekonomi.

Mengutip data satelit pencitraan ArcGis pada Kamis (13/2/2020) pukul 10:23 WIB, jumlah kasus corona di seluruh dunia mencapai 60.329. Sementara korban jiwa bertambah menjadi 1.369 orang.


Hari ini, China mengubah metodologi perhitungan korban virus Corona dan hasilnya tidak enak didengar. Dengan metode perhitungan baru, jumlah korban meninggal akibat virus Corona di Provinsi Hubei (China) saja mencapai 242 orang dalam sehari. Jauh di atas rekor tertinggi sebelumnya yaitu 103 orang.

Tidak hanya itu, jumlah kasus baru pun jadi melonjak. Di Hubei, jumlah kasus baru virus Corona bertambah 14.480 dalam sehari.

Sebelumnya, Provinsi Hubei hanya mengakui kasus virus corona setelah tes Ribonucleic Acid (RNA) yang hasilnya baru didapat dalam hitungan hari. Sekarang, hasil dari pemindaian Computerized Tomography (CT) yang hasilnya bisa lebih cepat diterima sudah diakui. Ini yang membuat jumlah kasus dan korban jiwa akibat virus corona membubung tinggi.

"Mungkin ada kasus kematian terhadap orang yang belum menjalani tes di laboratorium, tetapi sudah melalui CT scan. Sekarang jumlah hasil CT scan dihitung, ini menjadi langkah besar," kata Raina McIntyre, Kepala Riset Biosekuriti di University of New South Wales, seperti dikutip dari Reuters.



Gara-gara corona, aktivitas ekonomi di China belum pulih betul meski masa libur Imlek sudah berakhir. Masih ada perusahaan yang meliburkan karyawannya atau memperbolehkan bekerja dari rumah.

Serba salah juga, karena kalau semakin banyak orang yang beraktivitas di luar rumah maka penyebaran virus bakal kian meluas. "Banyaknya orang yang kembali bekerja menambah kesulitan untuk meredam penyebaran virus," ujar Zhang Gewho, seorang pejabat pemerintah pusat China, seperti diberitakan Reuters.

Oleh karena itu, virus corona hampir pasti membuat ekonomi China melambat. Sebab aktivitas ekonomi, baik oleh rumah tangga maupun dunia usaha, menjadi terbatas.

Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memperkirakan dampak ekonomi virus corona lebih parah ketimbang SARS yang menyerang hampir dua dekade lalu. Tidak hanya kepada perekonomian China, virus corona juga bisa menghantam dunia.

"Jelas lebih berdampak. China dulu hanya menyumbang 8% dari ekonomi global, sementara hari ini menghasilkan 28%," kata Kristalina Georgieva, Direktur Pelaksana IMF, seperti dikutip dari CNBC International.



Pendapat senada juga keluar dari sejumlah institusi lain. Riset IHS Markit menyebutkan, virus SARS membuat Produk Domestik Bruto (PDB) China berkurang 1%. Sedangkan virus Corona diperkirakan memangkas pertumbuhan ekonomi China sebesar 1,1 poin persentase pada tahun ini.

IHS Markit memperkirakan ekonomi China tumbuh 5,8% pada 2020. Penurunan 1,1 poin persentase berarti pertumbuhan ekonomi China menjadi hanya 4,7%.

Pada 2019, ekonomi China tumbuh 6,1% dan menjadi yang paling lemah setidaknya sejak 1992. Kalau benar pertumbuhan ekonomi 2020 di bawah 5%, berarti akan menjadi rekor baru.




"Ekonomi China saat ini lebih rentan dibandingkan saat wabah SARS. Apalagi pertumbuhan ekonomi memang dalam tren melambat akibat perang dagang dengan Amerika Serikat (AS). Ditambah lagi sekarang ada penutupan rute perjalanan ke China oleh berbagai negara dan penurunan produksi manufaktur dalam negeri akibat libur Imlek yang diperpanjang," sebut riset IHS Markit.

Seperti halnya IMF, HIS Markit juga melihat dampak virus Corona terhadap perekonomian dunia lebih terasa dibandingkan SARS. Ini karena peran China di percaturan ekonomi global yang semakin besar.

"Pada 2002, China menyumbang 4,2% dari PDB dunia. Sekarang menjadi 16,3%. China juga merupakan importir terbesar kedua di dunia dengan porsi 10,4% dari total impor dunia," tulis riset IHS Markit.

World Economic Forum


Hal serupa juga terlihat di riset DBS. Ma Tieying, Ekonom DBS, menyoroti bahwa peran China di perekonomian dunia semakin penting. China menyumbang 30-40% dari total ekspor produk tekstil dan alas kaki global. Selain itu, sekitar 20% ekspor mesin dan peralatan listrik dunia berasal dari Negeri Tirai Bambu.

IMF Pesimistis Gegara Corona, Siapa Lagi yang Kurang Pede?Foto: DBS


"Peran China di rantai pasok produk elektronik sangat penting. Hampir separuh dari 800 fasilitas produksi Apple berada di China. Sekitar 30 perusahaan China juga menjadi pemasok utama bagi Apple, seperti untuk speaker, layar, panel datar, dan IC," sebut Ma dalam risetnya.


Oleh karena itu, virus corona yang membuat manufaktur China terhambat tentu akan merusak rantai pasok global. Negara-negara yang selama ini tergantung dengan bahan baku atau barang modal dari China tentu menjadi yang parah merasakan dampaknya.

Menurut riset DBS, Vietnam adalah negara yang sangat tergantung dengan pasokan barang dari China. Lebih dari 30% impor produk antara di Vietnam berasal dari Negeri Panda.

DBS

"Jika sentimen virus corona bertahan dalam jangka panjang, maka akan menimbulkan pertanyaan apakah bisa membuat pandangan investor asing terhadap China berubah? Apabila itu yang terjadi, maka akan banyak perusahaan yang mengalihkan produksinya ke luar China ke negara-negara tetangganya seperti Taiwan dan Vietnam," tambah Ma.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular