Kaleidoskop Internasional 2019

Tsunami Demo Hong Kong, dari Protes RUU ke Tuntutan Merdeka

Wangi Sinintya Mangkuto, CNBC Indonesia
31 December 2019 10:21
Tsunami Demo Hong Kong, dari Protes RUU ke Tuntutan Merdeka
Jakarta, CNBC Indonesia- Sepanjang 2019 ada beberapa kejadian dan peristiwa internasional yang memakan perhatian publik, termasuk Indonesia.

Salah satunya adalah peristiwa demo Hong Kong. Protes pro-demokrasi Hong Kong masih terus bergulir, sudah terhitung tujuh bulan sejak pertama kali demo menggema di Hong Kong pada Juni lalu.


Hal ini berujung terjerumusnya bekas koloni Inggris itu ke dalam krisis yang paling parah sejak kembali ke kekuasaan China pada 1997.


Bentrokan pun seakan tak kunjung berakhir. Berikut kronologi kejadian demo Hong Kong selama tujuh bulan kerusuhan terjadi yang dirangkum kembali oleh CNBC Indonesia.


[Gambas:Video CNBC]



Pada Februari 2019 lalu Biro Keamanan Hong Kong mengajukan proposal untuk mengamandemen aturan ekstradisi ke berbagai negara.

Dalam amandemen itu, para buronan dari Taiwan, Macau, dan China Daratan yang awalnya tidak masuk daftar kemudian dimasukkan. Hong Kong akan melakukan ekstradisi jika diminta oleh pemerintah.

Jika amandemen ini disahkan, maka Hong Kong tidak lagi menjadi tempat yang aman terutama dari cengkeraman sistem hukum China Daratan.

Sistem politik-hukum China yang terkontrol dinilai membuat pengadilan hanya menjadi perpanjangan tangan besi negara, tidak ada demokrasi dan kesamaan di mata hukum.


Kekerasan di Hong Kong bermula pada 9 Juni 2019. Saat itu setidaknya lebih dari 1 juta orang berpartisipasi dalam aksi protes rancangan undang-undang (RUU) pemerintah soal ekstradisi.

Hari berlalu, mulailah terjadi bentrokan antara sejumlah demonstran dengan aparat keamanan (polisi). Puncaknya terjadi pada 12 Juni.

Dalam menghalau demonstran, polisi menggunakan gas air mata, peluru karet dan pentungan. Dari situ jatuhlah korban terluka, hingga demonstran tewas karena jatuh dari atap.

Dalam demo itu terdapat lima tuntutan utama pendemo Hong Kong. Pertama, diadakan investigasi pihak ketiga terhadap penyalahgunaan kekuasaan oleh polisi.

Kedua, para demonstran meminta pemerintah menarik sepenuhnya RUU Ekstradisi, dan ketiga pendemo meminta pemerintah mencabut penggunaan kata "kerusuhan" dalam menggambarkan aksi demo.

Tuntutan keempat adalah para pendemo meminta pembebasan semua pengunjuk rasa yang ditangkap saat demo terjadi. Kelima, para pendemo meminta diberikan hak pilih universal, yang termasuk mengadakan pemilihan kembali Pemimpin Eksekutif Hong Kong.


Setelah aksi demo itu, pemimpin Hong Kong, Carrie Lam menangguhkan pengerjaan RUU pada 15 Juni. Tidak puas, ternyata demonstran menuntut penarikan penuh atas RUU tersebut.

Dua juta orang kembali turun dalam aksi ini. Pada 1 Juli, peringatan kembalinya Hong Kong ke China membuat ratusan pemrotes mendatangi parlemen dan menggeledah gedung itu.

Pada 21 Juli, para pendukung pro pemerintah dengan topeng dan senjata tongkat, memukuli pengunjuk rasa di sebuah stasiun kereta api, Mereka diduga merupakan bagian dari kelompok gangster triad di Hong Kong.

Pada 27 dan 28 Juli, kekerasan terjadi antara aparat kepolisian dan pengunjuk rasa. Beijing mendukung aksi aparat dan puluhan demonstran ditangkap.

Tanggal 5 Agustus, pemogokan terjadi lagi di kota ini. Protes membuat aktivitas kota itu terhenti.


Pada 12 Agustus bandara Hong Kong memutuskan untuk membatalkan penerbangan. Ini dilakukan setelah tempat itu diserbu oleh ribuan demonstran berpakaian hitam.

15 Agustus, ribuan personel militer China berpawai di Shenzhen, tepat di seberang perbatasan. Meski tidak masuk ke Hong Kong, militer China diperkirakan sudah bersiap masuk ke wilayah itu kapanpun diperlukan.

Pada 25 Agustus, untuk pertama kalinya polisi menggunakan meriam air dan menembakkan tembakan peringatan guna membubarkan demo. Ini dilakukan setelah pengunjuk rasa melemparkan batu bata dan bom molotov ke polisi.

Lalu pada 4 September, akhirnya Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengumumkan membatalkan RUU ekstradisi. Meski demikian, langkah ini tak mampu menghentikan demo yang terjadi.

Aktivis menyebutkan langkah Lam terlambat. Demonstrasi kini bukan hanya soal RUU Ekstradisi tapi juga soal "kemerdekaan" Hong Kong.


Pada 29 September terjadi konfrontasi paling intens antara aparat dan juga pendemo. Kerusuhan terus terjadi dan memuncak pada 1 Oktober, saat perayaan hari ulang tahun China.

Pada tanggal tersebut, polisi untuk pertama kalinya menembak seorang demonstran pro-demokrasi. Demonstran ditembak dari jarak dekat, saat adu fisik terjadi antara pendemo dan polisi.

Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengeluarkan aturan darurat pada 4 Oktober yang melarang demonstran mengenakan masker wajah. Aturan ini semakin membuat massa marah pada pemerintah.

Di 29 Oktober, pemerintah Hong Kong kemudian melarang aktivis pro demokrasi Joshua Wong mencalonkan diri dalam pemilihan lokal, Ini juga semakin membuat pendemo mengamuk di kota itu.

Pada 3 November, seorang pria mengamuk dengan pisau ditangannya, meninggalkan setidaknya lima orang terluka. Serangan pisau lainnya terjadi beberapa hari kemudian, dan seorang politisi pro-Beijing pun terluka.

Pada 7 November, dalam kasus serupa pertama di kota itu, seorang pelajar China yang ditangkap saat protes pro-demokrasi di Hong Kong dan dijatuhi hukuman selama enam minggu penjara. Pasalnya ia memiliki senjata yang disebut aparat "ofensif".

Di 8 November, seorang mahasiswa Hong Kong meninggal setelah mengalami cedera kepala, ketika ia jatuh dalam bentrokan dengan polisi lima hari sebelumnya. Mahasiswa tersebut bernama Alex Chow dan berumur 22 tahun.

Setelah akhir pekan bentrokan, kekacauan lebih lanjut terjadi lagi pada 11 November, menjadi salah satu bentrokan paling ganas sejak awal kerusuhan. Seorang petugas polisi menembak seorang demonstran bertopeng dalam sebuah insiden yang ditampilkan langsung di Facebook.

Demonstran bereaksi dengan mengamuk di sekitaran stasiun kereta api, membarikade jalan-jalan dan merusak toko. Seorang lelaki juga diserang dengan cairan yang mudah terbakar oleh demonstran karena adu mulut soal demo.

Pendemo juga melukai Sekretaris Pengadilan Hong Kong Teresa Cheng. Perempuan itu dikabarkan mendapat luka serius karena tindakan anarkis pendemo.

Akibat kekerasan yang terus meningkat, sejumlah kantor memulangkan karyawannya lebih cepat. Bank global seperti HSBC bahkan menyerukan karyawan untuk bekerja dari rumah.

Bukan hanya itu, sekolah dan universitas juga ditutup sementara. Alasannya adalah untuk meminimalisir korban jiwa.


Demo yang sudah berlangsung hampir tujuh bulan ini membawa dampak buruk bagi Hong Kong. Demo ini membuat sejumlah negara mengeluarkan status "travel warning" atau peringatan perjalanan ke pusat bisnis tersebut.

Selama beberapa pekan terakhir, sistem trasnportasi Hong Kong baik darat maupun udara juga lumpuh akibat demo.


Hong Kong dinyatakan resmi mengalami resesi setelah serangkaian aksi demo. Hal ini terungkap pasca Departemen Sensus dan Statistik Hong Kong merilis pembacaan awal untuk data pertumbuhan ekonomi periode kuartal III-2019.

Pada tiga bulan ketiga tahun ini, perekonomian Hong Kong diketahui membukukan kontraksi sebesar 3,2% secara kuartalan (quarter-on-quarter/QoQ). Pada kuartal II-2019 perekonomian Hong Kong sudah terkontraksi sebesar 0,4%.

Pertumbuhan ekonomi yang kembali negatif secara kuartalan pada kuartal III-2019 resmi membawa Hong Kong mengalami resesi untuk kali pertama sejak tahun 2009, kala krisis keuangan global menerpa.


Aksi demonstrasi masih terjadi di Hong Kong bahkan pada Rabu (25/12/2019) bertepatan dengan perayaan Natal. Pada malam Natal bentrokan sempat terjadi antara pendemo dengan aparat.

Para pendemo anti-pemerintah berbaris di antara dekorasi perayaan Natal di mal-mal Hong Kong. Mereka konsisten meneriakkan slogan pro demokrasi. Aksi mereka membuat salah satu mall tutup lebih awal.

Hong Kong akan mengakhiri 2019 dengan rencana aksi protes pada malam Tahun Baru dan di hari Tahun Baru, protes tersebut bertujuan mengganggu perayaan dan kegiatan berbelanja di tempat itu.

Aksi yang disebut "Suck the Eve" dan "Shop with you" dijadwalkan pada Selasa (31/12/2019) di sekitaran kota, termasuk di distrik perayaan Lan Kwai Fong, Victoria Harbour, dan di pusat perbelanjaan populer.

Rencana aksi protes itu datang setelah sebelumnya terjadi bentrokan saat Malam natal antara polisi dan demonstran.
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular