
Hantu CAD Gentayangan, Pak Jokowi Berani Gak Ya Naikkan BBM?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
05 December 2019 13:06

Jokowi memang telah menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan masalah CAD dengan melakukan berbagai transformasi ekonomi. Mulai dari meningkatkan ekspor dan produk subtitusi impor serta menarik devisa dari pengembangan destinasi wisata prioritas.
Cara tersebut mungkin saja efektif untuk menekan impor migas, yang diharapkan memberantas hantu yang bernama CAD. Namun, tak dapat dipungkiri, dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengatasi masalah ini.
"Dengan transformasi ekonomi, saya yakin kita bisa menyelesaikan ini maksimal 4 tahun. Kita akan selesaikan yang namanya CAD kita," tegas Jokowi.
Namun sebenarnya, ada satu cara praktis yang bisa dilakukan Jokowi untuk meyelesaikan masalah CAD. Mau tidak mau, suka tidak suka, harga BBM memang harus naik meskipun kebijakan tersebut sangat sulit dilakukan.
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri pernah menyebut bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak menjadi solusi jitu untuk mengatasi persoalan defisit perdagangan migas yang menjadi salah satu biang kerok defisit neraca perdagangan.
Jokowi, pun sejatinya pernah melakukan hal serupa. Tercatat pada November 2014, pemerintahan menaikkan harga Premium dari Rp 6.500/liter menjadi Rp 8.500/liter. Sementara harga Solar naik dari Rp 5.500/liter menjadi Rp 7.500/liter.
Namun, eks Walikota Solo itu ternyata sedikit melunak dua bulan kemudian. Pada Januari 2015, pemerintah sedikit memangkas harga Premium menjadi Rp 7.600/liter sementara Solar menjadi Rp 7.250/liter.
Di 2016, seiring dengan turunnya harga minyak dunia Jokowi kembali menurunkan harga BBM sebagai bonus tahun baru. Harga bensin premium turun jadi Rp 7.150 untuk wilayah Jakarta dan di luar Jawa menjadi Rp 6.950 per liter. Sementara Solar Rp 5.950 per liter.
Lalu, tengah tahun 2016 harga bensin kembali diturunkan oleh Jokowi. Untuk Premium menjadi Rp 6.550 per liter dan Solar Rp 5.150 per liter. Sejak saat itu, harga Premium dan Solar belum ada kenaikan lagi meskipun harga minyak sempat merangkak dan menyentuh level US$ 77 per barel.
Harga BBM Dipastikan Tak Naik
Saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada rencana pemerintah untuk menyesuaikan harga bensin.
Arifin memahami, bahwa masalah impor migas memang kerap menjadi perhatian utama Jokowi. Namun sejauh ini, pemerintah sama sekali tidak memasukkan opsi menaikkan BBM untuk mengatasi hal tersebut.
"Aman. Aman. Enggak ada [penyesuaian harga BBM]," kata Arifin, Kamis (4/12/2019).
Harus diakui, dalam jangka pendek, kenaikan harga BBM biasanya justru akan menaikkan angka kemiskinan. Apalagi bila kenaikan harganya cukup signifikan.
Misalnya pada 2005. Saat itu pemerintahan yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla menaikkan harga BBM bersubsidi sampai lebih dari 100%. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan anggaran negara dari ancaman pembengkakan defisit.
Dampak kenaikan harga BBM biasanya tidak langsung dan dibagi dalam beberapa tahap (round). Biasanya, dampak totalnya baru terlihat sekitar setahun sesudahnya.
Ketika harga BBM naik pada 2005, angka kemiskinan 2006 melonjak signifikan. Pada 2005, angka kemiskinan adalah 15,97% dan pada 2016 naik menjadi 17,75%.
Namun, kini bola ada di tangan Jokowi. Pemerintah sudah tau betul apa yang harus dilakukan untuk mengusir hantu bernama CAD.
(gus/gus)
Cara tersebut mungkin saja efektif untuk menekan impor migas, yang diharapkan memberantas hantu yang bernama CAD. Namun, tak dapat dipungkiri, dibutuhkan waktu yang tidak sebentar untuk mengatasi masalah ini.
"Dengan transformasi ekonomi, saya yakin kita bisa menyelesaikan ini maksimal 4 tahun. Kita akan selesaikan yang namanya CAD kita," tegas Jokowi.
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri pernah menyebut bahwa kenaikan harga bahan bakar minyak menjadi solusi jitu untuk mengatasi persoalan defisit perdagangan migas yang menjadi salah satu biang kerok defisit neraca perdagangan.
Jokowi, pun sejatinya pernah melakukan hal serupa. Tercatat pada November 2014, pemerintahan menaikkan harga Premium dari Rp 6.500/liter menjadi Rp 8.500/liter. Sementara harga Solar naik dari Rp 5.500/liter menjadi Rp 7.500/liter.
Namun, eks Walikota Solo itu ternyata sedikit melunak dua bulan kemudian. Pada Januari 2015, pemerintah sedikit memangkas harga Premium menjadi Rp 7.600/liter sementara Solar menjadi Rp 7.250/liter.
Di 2016, seiring dengan turunnya harga minyak dunia Jokowi kembali menurunkan harga BBM sebagai bonus tahun baru. Harga bensin premium turun jadi Rp 7.150 untuk wilayah Jakarta dan di luar Jawa menjadi Rp 6.950 per liter. Sementara Solar Rp 5.950 per liter.
Lalu, tengah tahun 2016 harga bensin kembali diturunkan oleh Jokowi. Untuk Premium menjadi Rp 6.550 per liter dan Solar Rp 5.150 per liter. Sejak saat itu, harga Premium dan Solar belum ada kenaikan lagi meskipun harga minyak sempat merangkak dan menyentuh level US$ 77 per barel.
Harga BBM Dipastikan Tak Naik
Saat ditemui di kompleks Istana Kepresidenan, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif menegaskan bahwa sampai saat ini tidak ada rencana pemerintah untuk menyesuaikan harga bensin.
Arifin memahami, bahwa masalah impor migas memang kerap menjadi perhatian utama Jokowi. Namun sejauh ini, pemerintah sama sekali tidak memasukkan opsi menaikkan BBM untuk mengatasi hal tersebut.
"Aman. Aman. Enggak ada [penyesuaian harga BBM]," kata Arifin, Kamis (4/12/2019).
Harus diakui, dalam jangka pendek, kenaikan harga BBM biasanya justru akan menaikkan angka kemiskinan. Apalagi bila kenaikan harganya cukup signifikan.
Misalnya pada 2005. Saat itu pemerintahan yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla menaikkan harga BBM bersubsidi sampai lebih dari 100%. Hal ini dilakukan untuk menyelamatkan anggaran negara dari ancaman pembengkakan defisit.
Dampak kenaikan harga BBM biasanya tidak langsung dan dibagi dalam beberapa tahap (round). Biasanya, dampak totalnya baru terlihat sekitar setahun sesudahnya.
Ketika harga BBM naik pada 2005, angka kemiskinan 2006 melonjak signifikan. Pada 2005, angka kemiskinan adalah 15,97% dan pada 2016 naik menjadi 17,75%.
Namun, kini bola ada di tangan Jokowi. Pemerintah sudah tau betul apa yang harus dilakukan untuk mengusir hantu bernama CAD.
Pages
Most Popular