BI Sudah Tembakkan Banyak 'Peluru', Pemerintah Mana Nih?

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 November 2019 10:17
BI Sudah Keluarkan Banyak 'Amunisi'
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Justru BI yang lebih getol dalam upaya menggenjot pertumbuhan ekonomi. Kemarin Gubernur Perry Warjiyo dan kolega memang menahan suku bunga acuan. Namun sebelum itu, BI 7 Days Reverse Repo Rate sudah turun empat kali.



Tidak cuma suku bunga, BI juga sudah mengeluarkan berbagai 'peluru' untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Pada Maret, BI menaikkan batasan Rasio Intermediasi Maroprudensial (RIM) dari 80-92% menjadi 84-94% untuk mendorong pembiayaan perbankan bagi dunia usaha.

Keputusan penurunan GWM seperti kemarin juga bukan yang pertama. Pada Juni, BI sudah menurunkan GWM sebesar 50 bps yang berlaku efektif mulai 1 Juli.

'Amunisi' lain yang sudah dimuntahkan MH Thamrin adalah pelonggaran rasio pembiayaan kredit perbankan untuk properti dan kendaraan bermotor. Pada September, BI melonggarkan rasio Loan to Value/Loan to Financing (LTV/LTF) untuk kredit properti sebesar 5%, kredit kendaraan bermotor 5-10%, serta tambahan untuk kredit properti dan kendaraan bermotor yang berwawasan lingkungan masing-masing 5%. Stimulus ini akan berlaku efektif pada 2 Desember.


Sejauh ini, harus diakui bahwa BI seakan bekerja sendiri. Pemerintah memang sudah mengeluarkan berbagai wacana kebijakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun ya itu tadi, baru sebatas wacana.

Sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) periode pertama, sudah ada wacana soal penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Pada periode kedua, wacana itu kembali digaungkan. Tarif PPh Badan (katanya) akan diturunkan dari 25% menjadi 20%.


Bagaimana perkembangannya? Masih samar-samar. Apalagi pembahasannya harus melibatkan DPR karena perlu mengubah Undang-undang (UU) PPh.

Begitu pemerintah menyerahkan Naskah Akademik ke DPR, parlemen akan mulai memproses dengan menjaring pendapat masyarakat (dunia usaha, praktisi perpajakan, dan sebagainya). Dari situ akan disusun Daftar Interventarisasi Masalah (DIM), diajukan ke komisi terkait, dan pembahasan baru bisa dimulai.

Lalu ada wacana soal omnibus law. Aturan ini akan menjadi payung besar yang mencakup 74 UU. Jadi nantinya investor cukup merujuk ke omnibus law, tidak perlu repot-repot memelototi 74 UU.

Namun, nasib omnibus law setali tiga uang dengan penurunan PPh Badan. Baru wacana, dan belum sampai ke tahapan pembahasan di Senayan.

Omnibus law bahkan bisa menimbulkan komplikasi tersendiri. Kalau nantinya omnibus law mencakup 74 UU, maka pembahasan di DPR tidak hanya melibatkan satu Komisi. Harus dibentuk Panitia Kerja/Panitia Khusus lintas Komisi dengan latar belakang dan kepentingan yang tentu berbeda. Menemukan kata sepakat tentu menjadi sebuah tantangan tersendiri.

So, dari sisi belanja negara belum ada terobosan dari pemerintah. Kebijakan baru pun masih sekadar wacana yang jauh di depan mata. Dorongan fiskal seperti apa yang dimaksud Airlangga?



TIM RISET CNBC INDONESIA

(aji/aji)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular