
Pengusaha Truk Ngadu ke Luhut Gegara Dikriminalisasi
Ferry Sandi, CNBC Indonesia
14 November 2019 20:11

Jakarta, CNBC Indonesia - Perwakilan pengusaha Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) mendatangi kantor Luhut Binsar Pandjaitan, di Kemenko Maritim dan Investasi, Kamis (14/11/2019).
Mereka mengadukan perlakuan kriminalisasi oleh oknum aparat, utamanya di daerah-daerah. Pengusaha truk menilai kerap dicari-cari kesalahan dari beragam hal yang tidak perlu.
"Kemarin anggota juga mengeluh. Kecenderungan sekarang itu yang dirasakan pengusaha kesalahannya dicari-cari," kata Ketua Aptrindo Kyatmaja Lookman.
Dalam pertemuan tersebut, Aptrindo menyebut dipertemukan dengan beberapa stakeholder terkait, seperti Kepolisian dan KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup). Ini menjadi kesempatan untuk menyampaikan beberapa poin yang menjadi keluhan, di antaranya dalam sosialisasi aturan.
Kyatmaja menyebut anggotanya bukan enggan memenuhi aturan yang berlaku. Misalnya dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Selama ini sudah dilaksanakan, namun jika terjadi perubahan harus disosialisasikan ke pengusaha.
"Berkenaan dengan limbah, limbah oli, limbah aki, limbah B3 karena itu ikut klasifikasi limbah B3. dan selama itu udah dilakukan temen-temen seperti itu. Sekarang muncul aturan baru ada tempat penampungan limbah B3 dan pengelolaan B3. Tapi kita nggak tahu. Intinya bukan temen-temen nggak mau melakukan. Temen-temen mau tapi sosialisasinya nggak pernah nyampe," sebutnya.
Aturan yang ada pun dinilainya kerap tumpang tindih bagi kalangan pengusaha. Sebagai asosiasi yang lebih banyak dalam permasalahan Kemenhub atau di sektor angkutan. Aturan dari Kementerian lain terkadang mempersulit jalannya usaha.
"Kebanyakan aturan memang di perhubungan, transportasi. namun ternyata ada aturan-aturan dari kementerian lain yang juga memengaruhi usaha kami. Contoh KLHK di limbah B3 tadi," katanya.
Ia bilang masalah tumpang tindih aturan itu yang dinilai kerap menjadi celah bagi oknum penegak hukum di daerah untuk mencari keuntungan. Kyatmaja menilai penegak hukum terkesan mencari kesalahan dengan langsung melakukan penindakan. Padahal seharusnya lebih dulu sosialisasi.
"Pengusaha didatangi aparat dibawa ke kantor ya grogi. Nggak salah jadi salah-salah. Kan jadi bingung. Sedangkan sosialisasi dari pemerintah itu sendiri minimal, kayak KLH aja tadi menyalahkan daerah. Maaf Pak itu bukan wewenang kami, Itu kewenangan Kabupaten dan Kota. Lha kabupaten kota nggak pernah ada info apa-apa, tiba-tiba ada masalah itu," sebutnya.
Ia mengusulkan solusi yang bisa diberikan kepada pengusaha misalnya dengan membuat pusat laporan atau hotline. Jika nantinya adanya oknum pemerintah daerah atau aparat yang mencari kesalahan, maka bisa dilaporkan. Apalagi, hukuman bagi pencemaran yang dituduhkan tidak ringan.
"Karena pidana itu 1-3 tahun penjara. Jadi makanya kita menyampaikan langkah-langkah persuasif. Kan temen-temen nggak ada niatan untuk mencemari lingkungan kan, ketika diinformasikan, nanti kita urus. Asosiasi akan segera membuat surat ke KLHK untuk sosialisasi aturannya. Kalo nggak nanti gini terus, dan terus terang oknum paling suka abu-abu soalnya damai nanti kan," kata Kyatmaja.
(hoi/hoi) Next Article Catat! Tak Ada Ampun, Truk Obesitas Bakal Dipotong
Mereka mengadukan perlakuan kriminalisasi oleh oknum aparat, utamanya di daerah-daerah. Pengusaha truk menilai kerap dicari-cari kesalahan dari beragam hal yang tidak perlu.
"Kemarin anggota juga mengeluh. Kecenderungan sekarang itu yang dirasakan pengusaha kesalahannya dicari-cari," kata Ketua Aptrindo Kyatmaja Lookman.
Kyatmaja menyebut anggotanya bukan enggan memenuhi aturan yang berlaku. Misalnya dalam limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Selama ini sudah dilaksanakan, namun jika terjadi perubahan harus disosialisasikan ke pengusaha.
"Berkenaan dengan limbah, limbah oli, limbah aki, limbah B3 karena itu ikut klasifikasi limbah B3. dan selama itu udah dilakukan temen-temen seperti itu. Sekarang muncul aturan baru ada tempat penampungan limbah B3 dan pengelolaan B3. Tapi kita nggak tahu. Intinya bukan temen-temen nggak mau melakukan. Temen-temen mau tapi sosialisasinya nggak pernah nyampe," sebutnya.
Aturan yang ada pun dinilainya kerap tumpang tindih bagi kalangan pengusaha. Sebagai asosiasi yang lebih banyak dalam permasalahan Kemenhub atau di sektor angkutan. Aturan dari Kementerian lain terkadang mempersulit jalannya usaha.
"Kebanyakan aturan memang di perhubungan, transportasi. namun ternyata ada aturan-aturan dari kementerian lain yang juga memengaruhi usaha kami. Contoh KLHK di limbah B3 tadi," katanya.
Ia bilang masalah tumpang tindih aturan itu yang dinilai kerap menjadi celah bagi oknum penegak hukum di daerah untuk mencari keuntungan. Kyatmaja menilai penegak hukum terkesan mencari kesalahan dengan langsung melakukan penindakan. Padahal seharusnya lebih dulu sosialisasi.
"Pengusaha didatangi aparat dibawa ke kantor ya grogi. Nggak salah jadi salah-salah. Kan jadi bingung. Sedangkan sosialisasi dari pemerintah itu sendiri minimal, kayak KLH aja tadi menyalahkan daerah. Maaf Pak itu bukan wewenang kami, Itu kewenangan Kabupaten dan Kota. Lha kabupaten kota nggak pernah ada info apa-apa, tiba-tiba ada masalah itu," sebutnya.
Ia mengusulkan solusi yang bisa diberikan kepada pengusaha misalnya dengan membuat pusat laporan atau hotline. Jika nantinya adanya oknum pemerintah daerah atau aparat yang mencari kesalahan, maka bisa dilaporkan. Apalagi, hukuman bagi pencemaran yang dituduhkan tidak ringan.
"Karena pidana itu 1-3 tahun penjara. Jadi makanya kita menyampaikan langkah-langkah persuasif. Kan temen-temen nggak ada niatan untuk mencemari lingkungan kan, ketika diinformasikan, nanti kita urus. Asosiasi akan segera membuat surat ke KLHK untuk sosialisasi aturannya. Kalo nggak nanti gini terus, dan terus terang oknum paling suka abu-abu soalnya damai nanti kan," kata Kyatmaja.
(hoi/hoi) Next Article Catat! Tak Ada Ampun, Truk Obesitas Bakal Dipotong
Most Popular