
Eropa, 'Pusat Gempa' Resesi Ekonomi Dunia?
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
25 September 2019 07:24

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi ekonomi global jadi perbincangan dan isu yang menghangat akhir-akhir ini. Bahkan di sejumlah negara maju, risiko resesi menjadi ancaman yang cukup nyata.
Misalnya di Amerika Serikat (AS). Model ekonomi yang dibuat oleh dua kantor cabang Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yaitu di New York dan Cleveland menggambarkan bahwa risiko resesi di Negeri Paman Sam meninggi.
Dengan melihat tren imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan dan 10 tahun, The Fed New York sampai pada kesimpulan bahwa probabilitas resesi di AS pada Agustus 2020 adalah 37,93%. Ini adalah angka tertinggi sejak Maret 2008.
The Fed Cleveland bahkan punya prediksi yang lebih seram lagi. Dengan memperhatikan yield obligasi pemerintah tenor 3 bulan dan 10 tahun serta proyeksi pertumbuhan ekonomi, maka peluang terjadinya resesi pada Agustus 2020 mencapai 44,13%. Juga tertinggi sejak Maret 2008.
Namun, kalau dilihat kasat mata sebenarnya AS relatif aman dari resesi. Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) dalam proyeksi September memperkirakan ekonomi AS tumbuh 2,2% pada 2019.
Kemudian pada 2020 pertumbuhan ekonomi AS diramal berada di 2%. Lalu pada 2021 dan 2022 pertumbuhan ekonomi AS masing-masing diperkirakan 1,9% dan 1,8%. Dalam jangka panjang, ekonomi AS kemungkinan masih akan tumbuh sekitar 1,9%.
Resesi adalah kontraksi atau pertumbuhan negatif (negative growth) dalam dua kuartal beruntun dalam tahun yang sama. Kalau melihat proyeksi The Fed, sepertinya ekonomi AS masih tumbuh meski lajunya semakin melambat.
Artinya, dalam waktu dekat ada harapan AS bisa menghindari bencana resesi. Apalagi data-data ekonomi Negeri Adidaya akhir-akhir ini lumayan kinclong.
Misalnya pembacaan awal angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS pada September berada di 51. Lebih tinggi ketimbang Agustus yang sebesar 50,3.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal. Kalau di atas 50 maka berarti dunia usaha sedang optimistis dan siap berekspansi.
Namun meski posisi AS untuk saat ini aman, tetapi isu resesi ekonomi global masih saja santer beredar. Mengapa demikian?
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Misalnya di Amerika Serikat (AS). Model ekonomi yang dibuat oleh dua kantor cabang Bank Sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yaitu di New York dan Cleveland menggambarkan bahwa risiko resesi di Negeri Paman Sam meninggi.
Dengan melihat tren imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 3 bulan dan 10 tahun, The Fed New York sampai pada kesimpulan bahwa probabilitas resesi di AS pada Agustus 2020 adalah 37,93%. Ini adalah angka tertinggi sejak Maret 2008.
Namun, kalau dilihat kasat mata sebenarnya AS relatif aman dari resesi. Komite Pengambil Kebijakan The Fed (Federal Open Market Committee/FOMC) dalam proyeksi September memperkirakan ekonomi AS tumbuh 2,2% pada 2019.
Kemudian pada 2020 pertumbuhan ekonomi AS diramal berada di 2%. Lalu pada 2021 dan 2022 pertumbuhan ekonomi AS masing-masing diperkirakan 1,9% dan 1,8%. Dalam jangka panjang, ekonomi AS kemungkinan masih akan tumbuh sekitar 1,9%.
![]() |
Resesi adalah kontraksi atau pertumbuhan negatif (negative growth) dalam dua kuartal beruntun dalam tahun yang sama. Kalau melihat proyeksi The Fed, sepertinya ekonomi AS masih tumbuh meski lajunya semakin melambat.
Artinya, dalam waktu dekat ada harapan AS bisa menghindari bencana resesi. Apalagi data-data ekonomi Negeri Adidaya akhir-akhir ini lumayan kinclong.
Misalnya pembacaan awal angka Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur AS pada September berada di 51. Lebih tinggi ketimbang Agustus yang sebesar 50,3.
PMI menggunakan angka 50 sebagai titik awal. Kalau di atas 50 maka berarti dunia usaha sedang optimistis dan siap berekspansi.
Namun meski posisi AS untuk saat ini aman, tetapi isu resesi ekonomi global masih saja santer beredar. Mengapa demikian?
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Eropa Ternyata Bermasalah
Pages
Most Popular