
Resesi dari Italia ke Jerman, Begini Nasib Mata Uang Euro?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
24 September 2019 20:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Resesi benar-benar menghantui zona euro, akhir tahun lalu Italia mengalami resesi, sementara tahun ini Jerman sudah di ujung tanduk. Perang dagang antara Amerika Serikat dengan China menjadi pemicu utama pelambatan ekonomi global, yang berujung pada potensi terjadinya resesi di berbagai negara.
Selain perang dagang, kondisi ekonomi Zona Euro memang masih rapuh, hal ini memaksa bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) baru saja kembali mengaktifkan kembali program pembelian aset (surat berharga dan obligasi) atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE). ECB juga memangkas suku bunga acuannya menjadi -0,4%.
Ekonomi Italia memasuki resesi setelah mencatat pertumbuhan -0,1% secara kuartalan atau quarter-on-quarter (QoQ) pada kuartal III dan IV 2018. Meski berhasil bangkit di tiga bulan pertama tahun ini setelah tumbuh 0,1% (QoQ), tapi kembali stagnan 0% di periode April-Juni. Hal tersebut menunjukkan masih rapuhnya kondisi ekonomi Italia yang merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga di zona euro.
Kini kondisi ekonomi blok 19 negara tersebut kembali menjadi sorotan di pekan ini setelah rilis data indeks aktivitas bisnis (sektor manufaktur dan jasa) dari Zona Euro. Secara keseluruhan aktivitas bisnis di blok 19 negara tersebut mengalami pelambatan, sektor manufaktur bahkan mengalami kontraksi delapan bulan beruntun.
Indeks ini dirilis oleh IHS Markit dan merupakan hasil survei dari manajer pembelian sehingga disebut juga Purchasing Managers' Index (PMI). Angka 50 menjadi ambang batas, di atas 50 menunjukkan ekspansi atau peningkatan aktivitas, sementara di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau aktivitas yang memburuk.
Markit melaporkan Perancis, negara dengan ekonomi terbesar kedua di Zona Euro, sektor manufaktur ekspansi sektor manufakturnya mengalami pelambatan menjadi 50,3 dari sebelumnya 51,1, sementara sektor jasa melambat menjadi 51,6 dari sebelumnya 53,4.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Selain perang dagang, kondisi ekonomi Zona Euro memang masih rapuh, hal ini memaksa bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) baru saja kembali mengaktifkan kembali program pembelian aset (surat berharga dan obligasi) atau yang dikenal dengan quantitative easing (QE). ECB juga memangkas suku bunga acuannya menjadi -0,4%.
Ekonomi Italia memasuki resesi setelah mencatat pertumbuhan -0,1% secara kuartalan atau quarter-on-quarter (QoQ) pada kuartal III dan IV 2018. Meski berhasil bangkit di tiga bulan pertama tahun ini setelah tumbuh 0,1% (QoQ), tapi kembali stagnan 0% di periode April-Juni. Hal tersebut menunjukkan masih rapuhnya kondisi ekonomi Italia yang merupakan negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga di zona euro.
Indeks ini dirilis oleh IHS Markit dan merupakan hasil survei dari manajer pembelian sehingga disebut juga Purchasing Managers' Index (PMI). Angka 50 menjadi ambang batas, di atas 50 menunjukkan ekspansi atau peningkatan aktivitas, sementara di bawah 50 menunjukkan kontraksi atau aktivitas yang memburuk.
Markit melaporkan Perancis, negara dengan ekonomi terbesar kedua di Zona Euro, sektor manufaktur ekspansi sektor manufakturnya mengalami pelambatan menjadi 50,3 dari sebelumnya 51,1, sementara sektor jasa melambat menjadi 51,6 dari sebelumnya 53,4.
(BERLANJUT KE HALAMAN 2)
Next Page
Jerman Memasuki Resesi di Kuartal III?
Pages
Most Popular