
Internasional
Jika No-Deal Brexit Lanjut, Inggris Bisa Resesi Tahun Depan
Rehia Sebayang, CNBC Indonesia
09 September 2019 16:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Inggris terancam masuk ke dalam resesi pada tahun 2020 jika negara itu meninggalkan Uni Eropa (UE) tanpa kesepakatan atau no-deal Brexit.
Apabila no-deal Brexit benar terjadi, maka ekonomi Inggris akan melemah di setiap kuartal tahun depan, yang akan berujung pada resesi pertama sejak 2009 dan pertama setelah krisis keuangan.
"Karena debat Brexit akan dilakukan, ekonomi Inggris kini di persimpangan jalan. Sulit untuk memikirkan waktu lain ketika Inggris berada di ambang dua belokan ekonomi yang sangat berbeda, tetapi dampak Brexit tanpa kesepakatan tidak boleh diremehkan," kata Kepala Ekonom KPMG Inggris Yael Selfin seperti dikutip dari The Guardian, Senin (9/9/2019).
Selfin menjelaskan bahwa efek no-deal Brexit terhadap perdagangan dan kepercayaan bisnis Inggris akan menyebabkan ekonomi menyusut 1,5% tahun depan.
"Meskipun ada hambatan seperti ekonomi global yang melambat dan kapasitas domestik yang terbatas, ekonomi Inggris sekarang memiliki potensi untuk menguat selama 12 bulan ke depan. Tetapi no-deal Brexit dapat membahayakan kenaikan ini, memicu resesi pertama Inggris selama satu dekade," jelasnya.
Selain itu, Selfin menjelaskan bahwa no-deal Brexit bisa membuat pengeluaran konsumen, yang telah mendukung sekitar 60% hingga 80% pertumbuhan ekonomi selama tiga tahun terakhir, juga akan sangat terganggu.
Lebih lanjut, Selfin mengatakan Brexit tanpa kesepakatan mengancam kepercayaan rumah tangga, investasi bisnis, dan perdagangan lintas batas, sementara para pembuat kebijakan tidak memiliki sarana untuk sepenuhnya mengurangi dampak negatif dari no-deal Brexit.
Pernyataan Selfin itu dikeluarkan setelah sebelumnya Bank of England dan lembaga perkiraan independen Departemen Keuangan, Office for Budget Responsibility (OBR), memperingatkan pemerintah tentang konsekuensi ekonomi negatif dari kehilangan akses ke pasar tunggal Uni Eropa dan serikat pabean setelah Brexit. Bank sentral dan OBR juga telah memperkirakan akan ada resesi setelah no-deal Brexit terjadi.
Namun begitu, KPMG memperkirakan bahwa apabila kesepakatan Brexit bisa dicapai sebelum tenggat waktu 31 Oktober, maka ekonomi Inggris justru akan tumbuh menjadi 1,5% pada tahun 2020.
Sejalan dengan Selfin, lembaga think tank Resolution Foundation juga mengatakan pemerintah maupun bank sentral Inggris belum memiliki persiapan untuk mencegah ekonominya mengalami penurunan berkepanjangan pasca Brexit.
"Kerangka kerja kebijakan makroekonomi Inggris belum sejalan dengan perubahan signifikan terhadap lingkungan ekonomi kita dan oleh karena itu berisiko membuat negara tidak siap menghadapi resesi berikutnya. Itu bukan risiko yang bisa dianggap enteng pembuat kebijakan," katanya.
(sef/sef) Next Article Kemungkinan Jerman Resesi Hampir 60%
Apabila no-deal Brexit benar terjadi, maka ekonomi Inggris akan melemah di setiap kuartal tahun depan, yang akan berujung pada resesi pertama sejak 2009 dan pertama setelah krisis keuangan.
"Karena debat Brexit akan dilakukan, ekonomi Inggris kini di persimpangan jalan. Sulit untuk memikirkan waktu lain ketika Inggris berada di ambang dua belokan ekonomi yang sangat berbeda, tetapi dampak Brexit tanpa kesepakatan tidak boleh diremehkan," kata Kepala Ekonom KPMG Inggris Yael Selfin seperti dikutip dari The Guardian, Senin (9/9/2019).
Selfin menjelaskan bahwa efek no-deal Brexit terhadap perdagangan dan kepercayaan bisnis Inggris akan menyebabkan ekonomi menyusut 1,5% tahun depan.
"Meskipun ada hambatan seperti ekonomi global yang melambat dan kapasitas domestik yang terbatas, ekonomi Inggris sekarang memiliki potensi untuk menguat selama 12 bulan ke depan. Tetapi no-deal Brexit dapat membahayakan kenaikan ini, memicu resesi pertama Inggris selama satu dekade," jelasnya.
Selain itu, Selfin menjelaskan bahwa no-deal Brexit bisa membuat pengeluaran konsumen, yang telah mendukung sekitar 60% hingga 80% pertumbuhan ekonomi selama tiga tahun terakhir, juga akan sangat terganggu.
Lebih lanjut, Selfin mengatakan Brexit tanpa kesepakatan mengancam kepercayaan rumah tangga, investasi bisnis, dan perdagangan lintas batas, sementara para pembuat kebijakan tidak memiliki sarana untuk sepenuhnya mengurangi dampak negatif dari no-deal Brexit.
Pernyataan Selfin itu dikeluarkan setelah sebelumnya Bank of England dan lembaga perkiraan independen Departemen Keuangan, Office for Budget Responsibility (OBR), memperingatkan pemerintah tentang konsekuensi ekonomi negatif dari kehilangan akses ke pasar tunggal Uni Eropa dan serikat pabean setelah Brexit. Bank sentral dan OBR juga telah memperkirakan akan ada resesi setelah no-deal Brexit terjadi.
Namun begitu, KPMG memperkirakan bahwa apabila kesepakatan Brexit bisa dicapai sebelum tenggat waktu 31 Oktober, maka ekonomi Inggris justru akan tumbuh menjadi 1,5% pada tahun 2020.
Sejalan dengan Selfin, lembaga think tank Resolution Foundation juga mengatakan pemerintah maupun bank sentral Inggris belum memiliki persiapan untuk mencegah ekonominya mengalami penurunan berkepanjangan pasca Brexit.
"Kerangka kerja kebijakan makroekonomi Inggris belum sejalan dengan perubahan signifikan terhadap lingkungan ekonomi kita dan oleh karena itu berisiko membuat negara tidak siap menghadapi resesi berikutnya. Itu bukan risiko yang bisa dianggap enteng pembuat kebijakan," katanya.
(sef/sef) Next Article Kemungkinan Jerman Resesi Hampir 60%
Most Popular