RUU Ekstradisi Sudah Dicabut, Kenapa Demo Hong Kong Lanjut?

Wangi Sinitya Mangkuto, CNBC Indonesia
07 September 2019 20:34
RUU Ekstradisi Sudah Dicabut, Kenapa Demo Hong Kong Lanjut?
Foto: Demo Anti Ekstradisi di Bandara Hongkong (REUTERS/Tyrone Siu)
Jakarta, CNBC Indonesia - Hong Kong menjadi bahasan panas dalam beberapa waktu terakhir, baik oleh masyarakat umum, maupun juga pelaku pasar keuangan dunia. Dalam beberapa waktu terakhir, aksi demonstrasi besar-besaran terjadi di sana, melibatkan jutaan orang.

Pemicunya, Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lim memperkenalkan sebuah rancangan undang-undang (RUU) terkait ekstradisi. Pada intinya, jika disahkan, RUU ini akan memberi kuasa kepada Hong Kong untuk menahan orang yang sedang berada di sana (baik itu warga negara maupun bukan) untuk kemudian dikirim dan diadili di China.

RUU ini tentu dipandang sebagai masalah besar oleh masyarakat Hong Kong, beserta juga kalangan internasional. Pasalnya, kebebasan berpendapat yang selama ini menjadi salah satu pembeda utama antara China dan Hong Kong bisa musnah.

Demo pertama dimulai pada 9 Juni 2019, tak kurang dari satu juta orang turun ke jalan untuk menolak pengesahan RUU ini. Namun, Carrie Lam tak bergeming dan tetap mendorong dilaksanakannya pemungutan suara.


Pada 12 Juni 2019, tak kurang dari 10 ribu orang berkumpul di pusat pemerintahan Hong Kong untuk kembali menggelar aksi demonstrasi. Sejatinya, aksi ini berawal dengan damai. Namun pada akhirnya, bentrokan antara demonstran dan aparat kepolisian pun tak terelakkan. Pemukulan dengan pentungan, penembakan gas air mata, hingga pencekikan pun terjadi.

Berdasarkan hasil investigasi dari The New York Times, aparat kepolisian Hong Kong terbukti menggunakan kekerasan untuk memukul mundur demonstran. Bahkan, demonstran yang tak membawa senjata apapun dan tak melakukan tindakan yang membahayakan aparat, harus rela tubuhnya dihantam oleh amunisi aparat kepolisian. Kepolisian Hong Kong kemudian melabeli demonstrasi pada hari itu sebagai sebuah "kerusuhan".

Aksi pada 12 Juni tersebut membuat pengambilan suara terkait dengan RUU ekstradisi menjadi ditunda. Namun, aksi demonstrasi tak berhenti sampai di situ. Tercatat pada 21 Juni, 1 Juli, dan 7 Juli, aksi demonstrasi kembali digelar. Pada tanggal 8 Juli, Carrie Lam mengatakan bahwa RUU ekstradisi yang kontroversial tersebut telah "mati", tak ada lagi rencana untuk membawanya ke parlemen.

Setelah sederet demonstrasi yang tak kunjung usai, Carrie Lam pada Rabu (04/09/19) waktu setempat akhirnya mengumumkan pembatalan secara resmi Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang memicu kerusuhan selama tiga bulan terakhir di Hong Kong itu.

Lanjut ke halaman selanjutnya >>>


Sayangnya, banyak pihak merasa pembatalan secara resmi RUU Ekstradisi yang menjadi salah satu tuntutan pengunjuk rasa itu, sudah terlambat dilakukan. Sebab penarikan itu dilakukan saat keadaan sudah kacau balau.

"Jika Carrie Lam menarik UU itu dua bulan lalu, tentu akan ada perbaikan yang cepat," ujar salah seorang pemrotes yang enggan disebutkan identitasnya. "Tapi melakukannya sebulan setelahnya seperti memberi obat pada daging yang sudah membusuk, tak ada gunanya."

Carrie Lam tetap mendesak para demonstran untuk mengakhiri demonstrasi mereka. Ia juga menyampaikan pernyataan ini secara resmi setelah membatalkan RUU Ekstradisi yang menjadi akar masalah demonstrasi tak berujung di negara itu.

Carrie Lam pun sudah mengajukan keinginannya lagi untuk berdialog. Ia pun meminta para pengunjuk rasa untuk meninggalkan demo yang beberapa kali berujung kerusuhan dengan polisi. Pembatalan secara resmi RUU Ekstradisi menjadi salah satu tuntutan pengunjuk rasa. Namun selain itu, terdapat empat tuntutan lainnya.


Tuntutan tersebut meliputi kebebasan berpendapat dan pemilu yang demokratis. Ada pula pencabutan kata "pembuat kerusuhan" yang selalu dilabelkan pemerintah pada pendemo, dan pembebasan para aktivis pro-demokrasi yang ditangkap selama ini.

Menurut jurnalis Tom Rogan dalam opininya di Washington Examiner, langkah penarikan RUU itu sendiri sudah gagal menenangkan para pendemo. Ia juga mengatakan bahwa langkah yang diambil Carrie Lam tidak lepas dari tuntutan China, dan itu membuat pendemo semakin marah.

"Keputusan Kepala Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam minggu ini untuk menarik RUU ekstradisi telah gagal meredam amarah para pendemo. Para pengunjuk rasa itu dengan tepat mengakui bahwa Lam hanya bertindak di bawah perintah dari Beijing. Mereka tahu bahwa tanpa perubahan politik struktural untuk melindungi wilayah dari cengkeraman Beijing, komitmen apa pun mudah dibalikkan," katanya sebagaimana dilansir CNBC Indonesia, Jumat (06/09/2019).




(roy/roy) Next Article Demo Belum Reda, China Copot Pejabat Penting di Hong Kong

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular