Nasib Iuran BPJS di Tangan Sri Mulyani, Beranikah Menaikkan?

Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
31 July 2019 14:13
Hasil rapat terbatas yang digelar di Istana Negara pada awal pekan ini menyepakati sebuah kebijakan penting untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan.
Foto: Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Hasil rapat terbatas yang digelar di Istana Negara pada awal pekan ini menyepakati sebuah kebijakan penting untuk menyelamatkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Dalam rapat tertutup tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla sepakat untuk menaikkan iuran BPJS Kesehatan, yang besarannya akan diatur oleh tim teknis.


"Prinsipnya, kami setuju. Namun, perlu pembahasan lebih lanjut. Pertama, kami setuju untuk menaikkan iuran," kata JK.

Seperti diketahui, BPJS Kesehatan saat ini didera defisit keuangan yang tak bisa dianggap remeh. Ibarat penyakit, masalah yang mendera perusahaan yang dikomandoi Fahmi Idris itu bagaikan kanker yang menggoroti tubuh manusia.

Salah satu pangkal masalahnya, yakni besaran klaim yang dibayarkan perusahaan kerap kali lebih besar ketimbang iuran yang diterima dari para pesertanya. Pribahasanya, besar pasak daripada tiang.

Dengan jumlah peserta yang bejibun, iuran yang relatif murah, kas keuangan BPJS pun terseok-seok.  Lantas, berapa sih iuran yang dibayarkan peserta BPJS saat ini?

Nasib Iuran BPJS di Tangan Sri Mulyani, Beranikah Menaikkan?Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Saat ini ada tiga jenis iuran BPJS Kesehatan yang didasarkan pada kelompok. Iuran BPJS Kesehatan kelas 3 sebesar Rp 25.500 per bulan untuk penerima bantuan iuran atau masyarakat tidak mampu, yang dibayarkan oleh pemerintah.

Adapun untuk iuran kelas II ditetapkan sebesar Rp 51.000 per bulan dan iuran Kelas I Rp 80.000 per bulan. Kedua kelas ini dibayarkan oleh peserta mandiri, mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Padahal, dalam hitungan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), iuran ideal untuk masyarakat di rumah sakit kelas tiga harusnya Rp 50 ribu per bulan. Sementara untuk rumah sakit kelas II Rp 63 ribu per bulan dan kelas I Rp 80 ribu per bulan.


Pada pelaksanaannya hanya iuran kelas I yang iurannya sesuai Rp 80 ribu per bulan. Untuk peserta kelas III hanya membayar Rp 25.500 per bulan, dan harus disubsidi Rp 24.500 per bulan. Peserta kelas II bayar Rp 51 ribu per bulan dan dapat subsidi Rp 12.000 per bulan.

Saat iuran tidak ideal, maka biaya berobat peserta tergolong tinggi. Penyebabnya, tingginya insiden penyakit kronis, sementara BPJS Kesehatan pun tidak dapat membatasi biaya kesehatan para pesertanya.

Tingginya biaya kesehatan peserta dan tak idealnya pungutan premi ini membuat BPJS Kesehatan mengalami kesulitan arus kas dan harus menunggak tagihan ribuan rumah sakit yang masuk ke perusahaan. 

Nasib Iuran BPJS di Tangan Sri Mulyani, Beranikah Menaikkan?Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

Berdasarkan rencana kerja perusahaan, badan yang dulu bernama PT Askes (Persero) itu memproyeksikan akan kembali mengalami defisit sebesar Rp 28 triliun. Angka tersebut, bahkan kemungkinan bisa bertambah.

Nasib BPJS Berada di Tangan Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menjadi sosok penentu nasib BPJS Kesehatan. Pasalnya, bendahara negara sendirilah yang akan memutuskan besaran iuran bagi peserta BPJS Kesehatan.


Tak hanya menetapkan iuran baru, Sri Mulyani bahkkan harus memikirkan bagaimana cara untuk menambal defisit BPJS Kesehatan yang diproyeksikan mencapai Rp 28 triliun hingga akhir tahun ini.

Artinya, beban kas keuangan negara kemungkinan akan bertambah besar, karena kucuran dana untuk menambal defisit BPJS Kesehatan diambil langsung dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Berbicara usai konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Sri Mulyani memang berjanji akan menyelesaikan masalah yang menimpa BPJS Kesehatan. Namun, ada beberapa hal yang dilakukan perusahaan.

Nasib Iuran BPJS di Tangan Sri Mulyani, Beranikah Menaikkan?Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto

"Kalau pemerintah akan turun tangan lakukan injeksi [suntikan modal] harus diyakinkan bahwa itu menjadi trigger bagi perbaikan sistem," kata Sri Mulyani.

Pernyataan Sri Mulyani di atas mencerminkan bahwa BPJS Kesehatan perlu melakukan perbaikan sistem secara menyeluruh, mulai dari mendata ulang kepesertaan, sistem rujukan, hingga sistem tagihan klaim.

Tak hanya itu, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu bahkan menginginkan peran lebih pemerintah daerah terutama dalam melakukan verifikasi data dan pengawasan pelayanan rumah sakit di berbagai daerah.


Bisa dikatakan, nasib BPJS Kesehatan kini berada di genggaman tangan Sri Mulyani. Menarik ditunggu, apakah dia berani mengerek naik iuran peserta BPJS Kesehatan yang jadi biang kerok defisit perusahaan.

Apalagi, Wapres Kalla pernah menyebut, apabila masalah BPJS Kesehatan tak dapat diselesaikan, maka seluruh sistem kesehatan di Indonesia akan runtuh. 

"Begini, kalau kita tidak perbaiki BPJS [Kesehatan], ini seluruh sistem kesehatan kita runtuh," kata Wapres.

Lantas, apakah Sri Mulyani berani menaikkan iuran peserta BPJS Kesehatan? Kita tunggu saja.

Simak video tentang BPJS Kesehatan di bawah ini:
[Gambas:Video CNBC]



(roy/roy) Next Article Perhatian! Jokowi Setuju Iuran BPJS Kesehatan Dinaikkan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular