
Pak Jokowi, Mau Dibawa ke Mana SKK Migas?
Gustidha Budiartie & Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
30 January 2019 19:04

Jakarta, CNBC Indonesia- Tidak mau dibubarkan, tapi sulit juga dileburkan ke Pertamina. Begitu status Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas) yang sedang bikin pemerintah pusing saat ini.
Seperti diketahui SKK Migas dibentuk setelah BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas) dibubarkan pada 2012 lalu oleh Mahkamah Konstitusi. Lewat putusan MK No. 36 /PUU-X/2012, BP Migas dibubarkan dengan pertimbangan kehadiran BP Migas sebagai representasi negara saat itu dinilai justru mendegradasikan makna pasal 33 UUD 1945.
Lalu, MK mengamanatkan pemerintah melakukan pengurusan atas sumber daya alam migas dengan memberi konsesi kepada satu atau beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN ini nantinya yang akan melakukan kontrak kerja sama, sehingga penguasaan negara atas SDA migas menjadi sesuai konstitusi.
RUU Migas
Putusan MK ini kemudian juga menjadi alasan pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001. Selain memang sebenarnya sudah ingin direvisi sejak 8 tahun lalu, dengan adanya putusan MK ini semakin kuat lagi alasan untuk merevisi karena isi undang-undang tak sesuai amanat konstitusi lagi.
Tapi 8 tahun sejak diwacanakan untuk direvisi, rencana ini seakan tertidur. Berkali-kali masuk program legislasi nasional, selalu lewat ke tahun berikutnya. Revisi undang-undang ini diketuk menjadi usulan DPR, artinya DPR yang kebagian jatah menyusun isi rancangan beleid. Nanti, hasilnya akan didiskusikan oleh pemerintah untuk dibahas bersama.
Di tahun politik ini, tiba-tiba DPR dan pemerintah ingin kebut penyelesaian revisi UU Migas. Draft dari DPR sudah selesai, giliran pemerintah menyisir satu demi satu pasal yang perlu diperhatikan. Tak tanggung-tanggung, Presiden Joko Widodo bahkan sampai menggelar rapat terbatas untuk batas revisi aturan migas ini pekan lalu.
"RUU ini harus perkuat ketahanan dan kemandirian nasional. Tujuan pembentukan RUU ini harus meningkatkan produksi migas, mendukung peningkatan kapasitas dan SDM kita," pesan Jokowi.
Badan Usaha Khusus dalam RUU Migas
Dalam RUU rancangan DPR ini, Pasal 1 Ayat 7 rancangan aturan tersebut dituliskan, kuasa usaha pertambangan adalah kuasa yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Badan Usaha Khusus Minyak dan Gas Bumi (BUK Migas) untuk melakukan kegiatan usaha hulu dan hilir migas.
Disebut-sebut SKK Migas ini akan menjadi BUK, begitu juga Pertamina nantinya. Artinya ada satu badan yang mengurus soal hulu dan hilir migas. BUK Migas adalah badan usaha milik negara yang dibentuk secara khusus oleh pemerintah berdasarkan undang-undang ini untuk melakukan kegiatan usaha hulu dan hilir migas yang seluruh modal dan kekayaannya dimiliki oleh negara.
Dalam rancangan UU tersebut, Pasal 6 meminta agar BUK Migas wajib menetapkan dan meningkatkan temuan dan cadangan migas, seperti cadangan strategis, cadangan penyangga, dan cadangan operasional untuk kepentingan nasional.
Pakar hukum pertambangan Ahmad Redi pun menjelaskan, jika konsepnya adalah BUK semestinya ini akan menjadi wadah integrasi semuanya di mana terdapat PGN, Pertamina, SKK Migas, dan juga BPH Migas. "Dari hulu ke hilir dalam satu entitas."
Tapi pertanyaannya jika dilebur dalam satu lembaga, siapa yang mengomandoinya? Apakah Pertamina sebagai Holding BUMN Migas, sehingga tidak ada lagi SKK Migas dan kembali seperti zaman dulu kala?
Usulan BUK ini tampaknya sangat berat dilakukan oleh pemerintah. Berbagai kalangan pun mengkritik soal BUK ini, seperti Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto. "BUK yang ada dalam draft RUU Migas versi DPR, itu masih dan bakal ada komplikasi dan kerancuan dengan holding migas yang ada sekarang," katanya.
Halaman Selanjutnya: SKK Jadi BUMN Khusus, Lalu Apa Benturan dengan Holding Migas?
Seperti diketahui SKK Migas dibentuk setelah BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas) dibubarkan pada 2012 lalu oleh Mahkamah Konstitusi. Lewat putusan MK No. 36 /PUU-X/2012, BP Migas dibubarkan dengan pertimbangan kehadiran BP Migas sebagai representasi negara saat itu dinilai justru mendegradasikan makna pasal 33 UUD 1945.
Lalu, MK mengamanatkan pemerintah melakukan pengurusan atas sumber daya alam migas dengan memberi konsesi kepada satu atau beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). BUMN ini nantinya yang akan melakukan kontrak kerja sama, sehingga penguasaan negara atas SDA migas menjadi sesuai konstitusi.
Putusan MK ini kemudian juga menjadi alasan pemerintah untuk merevisi Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001. Selain memang sebenarnya sudah ingin direvisi sejak 8 tahun lalu, dengan adanya putusan MK ini semakin kuat lagi alasan untuk merevisi karena isi undang-undang tak sesuai amanat konstitusi lagi.
Tapi 8 tahun sejak diwacanakan untuk direvisi, rencana ini seakan tertidur. Berkali-kali masuk program legislasi nasional, selalu lewat ke tahun berikutnya. Revisi undang-undang ini diketuk menjadi usulan DPR, artinya DPR yang kebagian jatah menyusun isi rancangan beleid. Nanti, hasilnya akan didiskusikan oleh pemerintah untuk dibahas bersama.
Di tahun politik ini, tiba-tiba DPR dan pemerintah ingin kebut penyelesaian revisi UU Migas. Draft dari DPR sudah selesai, giliran pemerintah menyisir satu demi satu pasal yang perlu diperhatikan. Tak tanggung-tanggung, Presiden Joko Widodo bahkan sampai menggelar rapat terbatas untuk batas revisi aturan migas ini pekan lalu.
"RUU ini harus perkuat ketahanan dan kemandirian nasional. Tujuan pembentukan RUU ini harus meningkatkan produksi migas, mendukung peningkatan kapasitas dan SDM kita," pesan Jokowi.
Badan Usaha Khusus dalam RUU Migas
Dalam RUU rancangan DPR ini, Pasal 1 Ayat 7 rancangan aturan tersebut dituliskan, kuasa usaha pertambangan adalah kuasa yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada Badan Usaha Khusus Minyak dan Gas Bumi (BUK Migas) untuk melakukan kegiatan usaha hulu dan hilir migas.
Disebut-sebut SKK Migas ini akan menjadi BUK, begitu juga Pertamina nantinya. Artinya ada satu badan yang mengurus soal hulu dan hilir migas. BUK Migas adalah badan usaha milik negara yang dibentuk secara khusus oleh pemerintah berdasarkan undang-undang ini untuk melakukan kegiatan usaha hulu dan hilir migas yang seluruh modal dan kekayaannya dimiliki oleh negara.
Dalam rancangan UU tersebut, Pasal 6 meminta agar BUK Migas wajib menetapkan dan meningkatkan temuan dan cadangan migas, seperti cadangan strategis, cadangan penyangga, dan cadangan operasional untuk kepentingan nasional.
Pakar hukum pertambangan Ahmad Redi pun menjelaskan, jika konsepnya adalah BUK semestinya ini akan menjadi wadah integrasi semuanya di mana terdapat PGN, Pertamina, SKK Migas, dan juga BPH Migas. "Dari hulu ke hilir dalam satu entitas."
Tapi pertanyaannya jika dilebur dalam satu lembaga, siapa yang mengomandoinya? Apakah Pertamina sebagai Holding BUMN Migas, sehingga tidak ada lagi SKK Migas dan kembali seperti zaman dulu kala?
Usulan BUK ini tampaknya sangat berat dilakukan oleh pemerintah. Berbagai kalangan pun mengkritik soal BUK ini, seperti Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto. "BUK yang ada dalam draft RUU Migas versi DPR, itu masih dan bakal ada komplikasi dan kerancuan dengan holding migas yang ada sekarang," katanya.
Halaman Selanjutnya: SKK Jadi BUMN Khusus, Lalu Apa Benturan dengan Holding Migas?
Next Page
Tiga Lembaga Tiga Suara Soal SKK Migas
Pages
Most Popular