
Pak Jokowi, Mau Dibawa ke Mana SKK Migas?
Gustidha Budiartie & Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
30 January 2019 19:04

SKK Migas Jadi BUMN Khusus
Kebingungan dan kegalauan pemerintah soal status SKK ini pun makin terbaca ketika Direktur Jenderal Migas ESDM, Djoko Siswanto, membocorkan soal daftar inventaris masalah yang disusun pemerintah atas usulan RUU Migas DPR. Salah satunya adalah soal status BPH Migas dan SKK Migas. Sementara soal BPH Migas sikap pemerintah sudah mantap, yakni tetap melanjutkan kehadirannya dengan penambahan beberapa fungsi. Tetapi soal SKK Migas, tiba-tiba ada usulan dibentuknya BUMN Khusus.
Holding Migas VS BUMN Khusus
Artinya, pemerintah sebenarnya tidak sepakat dengan konsep BUK yang diusulkan oleh DPR. Mungkin belum siap menjadikan Pertamina segendut dulu lagi. Apalagi Pertamina sekarang sudah menjadi induk Holding BUMN Migas.
Amanat putusan MK di mana SDA Migas dikuasai oleh BUMN migas, sekarang tersisa tinggal satu BUMN migas yang dimiliki Indonesia yakni Pertamina. Sebab, status Persero atau BUMN PGN melebur sejak bergabung ke holding BUMN Migas. Sebagai BUMN Khusus, Djoko menuturkan pada intinya konsep pemerintah ingin kepemilikan negara jadi lebih kuat karena dapat mengontrol aset-aset migas di Indonesia. Sebab, dalam usulan DIM RUU migas dari pemerintah, SKK Migas diperbolehkan memiliki hak partisipasi (participating interest/PI) atas aset-aset hulu migas di Indonesia.
Djoko menjelaskan, diberikannya PI untuk SKK Migas agar badan kegiatan hulu migas tersebut dapat menjalankan fungsi kontrol, terutama dari segi keuangan agar pengelolaan proyek di blok migas efisien. “Misalnya begini, SKK Migas punya ahli pemboran, karena dia punya PI di situ, maka dia punya hak menentukan, oh teknologi cementing-nya di sini".
Selain itu, misalnya SKK Migas punya kemampuan budgeting, dia bisa kontrol juga kan? Kalau cost besar-besar, kan rugi, begitu,” tutur Djoko, di Jakarta, Selasa (30/1/2019). Lebih lanjut, ia menjelaskan, tujuannya adalah hal positif, dan dimungkinkan bisa membantu memberi kinerja baik untuk proyek-proyek hulu migas strategis, misalnya di Blok Rokan.
Kendati demikian, lanjut Djoko, SKK Migas tidak diwajibkan untuk ikut memiliki PI di setiap blok. Tergantung di mana blok yang diinginkan, atau yang strategis saja. Semakin membingungkan bukan? Intinya, soal SKK Migas ini ada tiga suara dari tiga lembaga. Yakni MK, DPR, dan Kementerian ESDM atau pemerintah yang masing-masing punya pendapat berbeda. Jadi Pak Jokowi, mau dibawa ke mana sebenarnya SKK Migas? (gus)
Kebingungan dan kegalauan pemerintah soal status SKK ini pun makin terbaca ketika Direktur Jenderal Migas ESDM, Djoko Siswanto, membocorkan soal daftar inventaris masalah yang disusun pemerintah atas usulan RUU Migas DPR. Salah satunya adalah soal status BPH Migas dan SKK Migas. Sementara soal BPH Migas sikap pemerintah sudah mantap, yakni tetap melanjutkan kehadirannya dengan penambahan beberapa fungsi. Tetapi soal SKK Migas, tiba-tiba ada usulan dibentuknya BUMN Khusus.
Holding Migas VS BUMN Khusus
Artinya, pemerintah sebenarnya tidak sepakat dengan konsep BUK yang diusulkan oleh DPR. Mungkin belum siap menjadikan Pertamina segendut dulu lagi. Apalagi Pertamina sekarang sudah menjadi induk Holding BUMN Migas.
Amanat putusan MK di mana SDA Migas dikuasai oleh BUMN migas, sekarang tersisa tinggal satu BUMN migas yang dimiliki Indonesia yakni Pertamina. Sebab, status Persero atau BUMN PGN melebur sejak bergabung ke holding BUMN Migas. Sebagai BUMN Khusus, Djoko menuturkan pada intinya konsep pemerintah ingin kepemilikan negara jadi lebih kuat karena dapat mengontrol aset-aset migas di Indonesia. Sebab, dalam usulan DIM RUU migas dari pemerintah, SKK Migas diperbolehkan memiliki hak partisipasi (participating interest/PI) atas aset-aset hulu migas di Indonesia.
Djoko menjelaskan, diberikannya PI untuk SKK Migas agar badan kegiatan hulu migas tersebut dapat menjalankan fungsi kontrol, terutama dari segi keuangan agar pengelolaan proyek di blok migas efisien. “Misalnya begini, SKK Migas punya ahli pemboran, karena dia punya PI di situ, maka dia punya hak menentukan, oh teknologi cementing-nya di sini".
Selain itu, misalnya SKK Migas punya kemampuan budgeting, dia bisa kontrol juga kan? Kalau cost besar-besar, kan rugi, begitu,” tutur Djoko, di Jakarta, Selasa (30/1/2019). Lebih lanjut, ia menjelaskan, tujuannya adalah hal positif, dan dimungkinkan bisa membantu memberi kinerja baik untuk proyek-proyek hulu migas strategis, misalnya di Blok Rokan.
Kendati demikian, lanjut Djoko, SKK Migas tidak diwajibkan untuk ikut memiliki PI di setiap blok. Tergantung di mana blok yang diinginkan, atau yang strategis saja. Semakin membingungkan bukan? Intinya, soal SKK Migas ini ada tiga suara dari tiga lembaga. Yakni MK, DPR, dan Kementerian ESDM atau pemerintah yang masing-masing punya pendapat berbeda. Jadi Pak Jokowi, mau dibawa ke mana sebenarnya SKK Migas? (gus)
Pages
Most Popular