ESDM: B20 Efektif Tekan Impor Solar Tahun Depan

Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
16 November 2018 20:12
Kementerian ESDM akui B20 belum efektif tekan impor solar
Foto: B20 (CNBC Indonesia/Rivi Satrianegara)
Jakarta, CNBC Indonesia- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, impor migas pada Oktober 2018 mengalami kenaikan 31,78% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Kepala BPS Suhariyanto mengakui impor migas menjadi biang kerok kencangnya laju impor. "Karena ada peningkatan impor minyak mentah, hasil minyak dan gas," kata Suhariyanto ketika merilis kinerja neraca perdangangan Oktober 2018, di Gedung BPS, Jakarta, Kamis (15/11/2018).

Kebijakan perluasan B20 yang sejatinya ditujukan untuk menekan impor, nyatanya dinilai belum berjalan efektif dan memberikan dampak signifikan. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar pun mengakui hal itu.



Ia menjelaskan, pada dasarnya, program perluasan B20 baru diterapkan pada awal September lalu, sehingga umurnya baru dua bulan, dan belum 100% non-PSO mengimplementasikan program tersebut.

Wakil Komisaris Utama Pertamina ini menjelaskan, melalui hitungannya, mestinya dalam setahun, penyerapan B20 dari non-PSO sebesar dua juta kilo liter (KL). Namun, berhubung penerapan perluasannya baru diberlakukan pada September dan sekarang sudah berjalan dua bulan, maka penyerapannya baru 330 ribu KL, itu pun jika terserap oleh non-PSO 100%.

"B20 itu kan sudah jalan selama ini, yang diharapkan membantu itu dari perluasan yang non-PSO, itu setahun ekspektasi penyerapannya kan dua juta KL, nah sekarang baru 2 bulan, itu berapa? Kalau 2 dibagi 12 bulan dikalikan 2 juta, maka jadi 330 ribu, segitu cuma efeknya. Itu pun kalau 100% sudah menyerap," terang Arcandra kepada media ketika dijumpai di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (16/11/2018).

Arcandra pun mengatakan, program ini baru akan terasa efeknya secara signifikan di tahun depan, ketika penerapannya sudah dilakukan setahun penuh, karena memiliki tempo yang panjang.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan kebijakan B20 yang berjalan sejak 1 September 2018 belum begitu efektif untuk menekan angka impor solar. 

"Pelaksanaan B20 dari 1 September sampai 13 November belum menunjukkan penurunan impor solar baik dari volume atau devisa BUMN kita sendiri, ini yang masih harus diperbaiki," ujar Sri Mulyani saat paparan APBN Kita di Kementerian Keuangan, Kamis (15/11/2018).

Dari data monitoring impor solar kementerian disimpulkan, devisa impor solar rata-rata harian meningkat sedangkan volume menurun pasca-kebijakan B20, hingga 13 November 2018. Volume impor, kata Sri Mulyani, menurun secara harian sebesar 7,5% dibanding impor solar rata-rata harian per 1 Januari hingga 31 Agustus 2018 (sebelum B20 berlaku).

"Kami masih meminta agar Pertamina dan ESDM monitoring. Devisa impor naik tinggi karena kenaikan harga impor," pintanya.

Sementara, dilihat dari sisi devisa impor BBM masih ada kenaikan 4,7%. Untuk solar, dari Januari hingga Agustus 2018 per harinya menghabiskan US$ 14,52 juta. Sementara sejak 1 September hingga 13 November, rata-rata per harinya US$ 15,2 juta. 

Kementerian juga mencatat peningkatan impor solar sebanyak 13,8% secara YoY, dan volume impor terbesar masih dari Pertamina yang tumbuh 60,72%. 

Dijumpai terpisah, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan untuk impor solar ada kenaikan di Oktober karena jumlah hari lebih banyak. "Harus dibandingkan, bulan sebelumnya kan turun besar. Misal turun 35% lalu sekarang naik 35% jadi kan balance."

Soal efektivitas B20, Djoko mengatakan kebijakan ini baru berjalan beberapa bulan dan masih berlangsung. Sementara kebutuhan impor masih tetap. "Kalau B20 kan 20% campurannya, ya turunnya sebesar itu. Kalau tidak ada B20 kan impornya lebih besar," kata Djoko. 
(gus/gus) Next Article Dua Minggu Berlaku, Penggunaan B20 Sudah 80%

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular