
Pemerintah Mulai Temui Jalan Buntu Atasi Defisit Migas?
Chandra Gian Asmara, CNBC Indonesia
16 November 2018 17:02

Jakarta, CNBC Indonesia- Defisit minyak dan gas sepanjang tahun ini masih menjadi 'penyakit' dalam neraca perdagangan dan defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor migas sepanjang tahun ini naik 23,66% yoy, dan menjadi faktor kunci yang membuat neraca dagang defisit hingga US$ 5,51 miliar ytd.
Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah hanya memiliki dua kebijakan utama. Implementasi kewajiban penggunaan B20, dan kenaikan harga bahan bakar minyak non bersubsidi (bbm).
Pemerintah merasa, kedua kebijakan tersebut sudah cukup mampu menekan defisit migas yang makin dalam. Namun hasilnya, pun belum terlihat signifikkan. Misalnya, dari kebijakan B20. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut, kebijakan tersebut baru akan terasa sepenuhnya pada tahun depan.
"Tentu saja dampak [implementasi B20] yang terasa lebih besar di 2019," kata Perry di kompleks bank sentral, Jumat (16/11/2018).
Implementasi B20 sejak diterapkan 1 September 2018 memang belum cukup efektif. Hal tersebut bahkan dikemukakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Bendahara negara menyebut, impor solar baik dari sisi volume maupun devisa yang berasal dari PT Pertamina belum menunjukkan penurunan yang signifikkan. Dari data monitoring impor solar kementerian disimpulkan bahwa devisa impor solar rata-rata harian meningkat sedangkan volume menurun pasca-kebijakan B20, hingga 13 November 2018.
Volume impor, menurun secara harian sebesar 7,5% dibanding impor solar rata-rata harian per 1 Januari hingga 31 Agustus 2018, atau sebelum kebijakan B20 benar-benar diterapkan.
Dari sisi devisa impor bensin, masih ada kenaikan 4,7%. Untuk bensin jenis solar sejak 1 September hingga 13 November, rata-rata per harinya US$ 15,2 juta. Kementerian juga mencatat peningkatan impor solar sebanyak 13,8% secara YoY, dan volume impor terbesar masih dari Pertamina yang tumbuh 60,72%.
Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawadi bahkan sampai menduga, ada spekulan yang bermain dalam kebijakan tersebut.
"Ini dugaan. Ada kebijakan B20, kenapa tinggi impor solar. Ini yang masih diteliti. [...] Hukum ekonomi kalau ada kebijakan yang mengurangi pasti ada spekulan," kaya Edy kepada CNBC Indonesia.
Terbaru, pada hari ini, pemerintah merilis Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 yang berisi 3 kebijakan, yaitu perluasan insentif tax holiday, relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) dan pengaturan devisa hasil ekspor (DHE).
Meski demikian, dalam paket tersebut tidak ada sama sekali kebijakan yang secara langsung menyentuh persoalan defisit migas yang kerap jadi biang kerok transaksi berjalan.
Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual menyebut, salah satu upaya untuk menekan transaksi berjalan yang dilakukan pemerintah hanya bersifat jangka panjang.
Hal tersebut menjadi salah satu alasan utama, yang membuat BI kembali mengerek bunga acuan menjadi 6% untuk menarik arus modal asing, untuk membiayai defisit transaksi berjalan.
"Karena beban besar dari defisit masih akan ditanggung oleh bank sentral daripada pemerintah. Karena pemerintah belum akan menaikkan harga BBM sampai tahun depan," tegasnya.
(gus) Next Article Dengar Ada Masalah, Jokowi Minta Laporan Lapangan B20
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor migas sepanjang tahun ini naik 23,66% yoy, dan menjadi faktor kunci yang membuat neraca dagang defisit hingga US$ 5,51 miliar ytd.
Pemerintah merasa, kedua kebijakan tersebut sudah cukup mampu menekan defisit migas yang makin dalam. Namun hasilnya, pun belum terlihat signifikkan. Misalnya, dari kebijakan B20. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut, kebijakan tersebut baru akan terasa sepenuhnya pada tahun depan.
"Tentu saja dampak [implementasi B20] yang terasa lebih besar di 2019," kata Perry di kompleks bank sentral, Jumat (16/11/2018).
Implementasi B20 sejak diterapkan 1 September 2018 memang belum cukup efektif. Hal tersebut bahkan dikemukakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Bendahara negara menyebut, impor solar baik dari sisi volume maupun devisa yang berasal dari PT Pertamina belum menunjukkan penurunan yang signifikkan. Dari data monitoring impor solar kementerian disimpulkan bahwa devisa impor solar rata-rata harian meningkat sedangkan volume menurun pasca-kebijakan B20, hingga 13 November 2018.
Volume impor, menurun secara harian sebesar 7,5% dibanding impor solar rata-rata harian per 1 Januari hingga 31 Agustus 2018, atau sebelum kebijakan B20 benar-benar diterapkan.
Dari sisi devisa impor bensin, masih ada kenaikan 4,7%. Untuk bensin jenis solar sejak 1 September hingga 13 November, rata-rata per harinya US$ 15,2 juta. Kementerian juga mencatat peningkatan impor solar sebanyak 13,8% secara YoY, dan volume impor terbesar masih dari Pertamina yang tumbuh 60,72%.
Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawadi bahkan sampai menduga, ada spekulan yang bermain dalam kebijakan tersebut.
"Ini dugaan. Ada kebijakan B20, kenapa tinggi impor solar. Ini yang masih diteliti. [...] Hukum ekonomi kalau ada kebijakan yang mengurangi pasti ada spekulan," kaya Edy kepada CNBC Indonesia.
Terbaru, pada hari ini, pemerintah merilis Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 yang berisi 3 kebijakan, yaitu perluasan insentif tax holiday, relaksasi Daftar Negatif Investasi (DNI) dan pengaturan devisa hasil ekspor (DHE).
Meski demikian, dalam paket tersebut tidak ada sama sekali kebijakan yang secara langsung menyentuh persoalan defisit migas yang kerap jadi biang kerok transaksi berjalan.
Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual menyebut, salah satu upaya untuk menekan transaksi berjalan yang dilakukan pemerintah hanya bersifat jangka panjang.
Hal tersebut menjadi salah satu alasan utama, yang membuat BI kembali mengerek bunga acuan menjadi 6% untuk menarik arus modal asing, untuk membiayai defisit transaksi berjalan.
"Karena beban besar dari defisit masih akan ditanggung oleh bank sentral daripada pemerintah. Karena pemerintah belum akan menaikkan harga BBM sampai tahun depan," tegasnya.
(gus) Next Article Dengar Ada Masalah, Jokowi Minta Laporan Lapangan B20
Most Popular