Internasional

Pekerja Garmen Kamboja Cemaskan Ancaman Dagang UE

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
17 October 2018 15:11
Keputusan Uni Eropa (UE) untuk meningkatkan tekanan perdagangan ke Kamboja telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan serikat industri garmen.
Ilustrasi pabrik garmen (Foto: REUTERS/Michaela Rehle)
Phnom Penh, CNBC Indonesia - Keputusan Uni Eropa (UE) untuk meningkatkan tekanan perdagangan ke Kamboja telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan serikat industri garmen, pilar ekonomi yang mempekerjakan sekitar 700.000 orang.

Namun, sebuah kelompok utama pabrikan berkata perlu waktu berbulan-bulan sampai risiko terjadi.



UE, pasar ekspor terbesar Kamboja, bulan ini memperingatkan bahwa negara tetangga di kawasan Asia Tenggara itu akan kehilangan akses khusus ke blok perdagangan terbesar di dunia. Keputusan tersebut adalah respons hukuman karena Kamboja menjauh dari demokrasi.

Beberapa negara Barat mengkritisi pemilu bulan Juli yang dimenangkan oleh Perdana Menteri Hun Sen. Mereka menyebut pemilu tersebut cacat karena kampanye intimidatif dari para sekutunya, serta kurangnya oposisi kredibel yang dibubarkan oleh Mahkamah Agung.

Hilangnya akses khusus ke UE dapat merugikan ekspor garmen yang menyumbang sekitar 40% dari Produk Domestik Bruto (PDB) Kamboja, serta industri lain seperti gula.

"Pasar Eropa adalah pasar yang penting," kata At Thon, Presiden Serikat Demokrasi Koalisi Pekerja Pakaian Kamboja, dikutip dari Reuters, Rabu (17/10/2018).

"Jika pabrik-pabrik gulung tikar, itu akan menjadi hal yang berat."

Pabrik-pabrik di Kamboja memasuk merek-merek global, seperti Gap Inc, merek busana asal Swedia Hennes & Mauritz atau H&M, serta merek-merek olahraga seperti Nike, Puma, dan Adidas.

Ekspor Kamboja ke Uni Eropa, di bawah skema "Semuanya kecuali Senjata" (Everything but Arms/EBA), adalah senilai 5 miliar euro (Rp 87,6 triliun) tahun lalu, menurut data UE.

Meski Hun Sen bersumpah untuk membela kedaulatan Kamboja setelah pengumuman UE, beberapa pemimpin perserikatan khawatir saldo bank para pekerja yang sudah terlanjur bergulat dengan utang pribadi bisa anjlok ke posisi negatif.

Pekerja Garmen Kamboja Cemaskan Ancaman Dagang UEFoto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
"Para pekerja meminjam sejumlah uang guna membangun rumah untuk orangtua mereka atau menjalankan bisnis lain," kata Sia Kunthea, Presiden Federasi Perserikatan Buruh Perempuan Kamboja, kepada Reuters.

Kamar Dagang Eropa di Kamboja sangat khawatir dengan kemungkinan pencabutan preferensi perdagangan, katanya ke Komisi Eropa pekan ini.

"Kami akan menyarankan tindakan yang berbeda untuk menjalankan nilai-nilai dasar UE, melalui aktivitas kerja sama ketimbang menerapkan penangguhan atau sanksi," kata lembaga yang mewakili sektor swasta tersebut dalam sebuah surat.


Optimisme produsen

Industri pakaian Kamboja senilai US$7 miliar (Rp 106 triliun) memiliki jumlah perusahaan terbesar di tengah populasi negara yang mencapai 15 juta orang.

"Akan sulit jika EBA ditangguhkan," kata Hoeun Tharith, 42 tahun, seorang pekerja di pabrik sepatu dan ayah dari tiga orang anak. Dia berkata menghadapi konsekuensi kehilangan pendapatan bulanan sekitar US$210 atau senilai Rp 3,2 juta.

Meskipun begitu, Asosiasi Manufaktur Garmen Kamboja (Garment Manufacturers Association of Cambodia/GMAC) yang mewakili 600 pabrik tetap optimis.

Ancaman tarif impor masih beberapa bulan ke depan dan akan menjadi subyek evaluasi enam bulanan UE, kata Kaing Monika yang menjabat sebagai Wakil Sekretaris Jenderal kelompok itu.

"Untuk saat ini, tidak ada seorang pun bisa menjamin hasil yang akan keluar dan apakah itu akan menyebabkan kerugian substansial," kata Kaing Monika kepada Reuters.

"Yang lebih kami khawatirkan adalah spekulasi media yang menyebabkan berkurangnya kepercayaan dari pembeli dan investor [...] situasi sebenarnya mungkin jauh tidak semenakutkan itu."

Pekerja Garmen Kamboja Cemaskan Ancaman Dagang UEFoto: REUTERS/Tyrone Siu
Beberapa mengatakan terlalu cepat untuk mengatakan jika pembeli akan keluar dan beralih ke saingan Kamboja di Asia dengan biaya lebih murah.

H&M dari Swedia, yang mengambil barang dari 62 pabrik di Kamboja, berkata pihaknya memahami perlunya melihat situasi yang sebenarnya. Namun, mereka mendesak UE supaya turut mempertimbangkan dampak ke pekerja.

"Potensi dampak negatif ke para pekerja untuk orang-orang di industri garmen perlu dipertimbangkan," katanya dalam sebuah pernyataan ke Reuters, tanpa menyebut apakah pihaknya berencana keluar dari Kamboja.

Biaya produksi lebih rendah di Vietnam, negara tetangga yang juga menjadi penghubung produsen garmen, di mana upah minimumnya berkisar dari US$114 atau Rp 1,7 juta sampai US$165.



Keuntungan ini hanya akan membaik setelah kenaikan 7% mempengaruhi industri tekstil dan sepatu Kamboja di bulan Januari, mendorong angka yang sesuai menjadi US$182.

"Tentu saja jika perusahaan-perusahaan pindah, Vietnam akan sedikit untung," kata Dang Phuong Dung, mantan pejabat di Asosiasi Tekstil dan Pakaian Vietnam, kepada Reuters.
(prm) Next Article Pengusaha: Dulu Indonesia 'Guru' Vietnam & Kamboja, Kini?

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular