Internasional

NAFTA Baru Disepakati, Bukan Berarti AS-China Akan Rujuk

Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
01 October 2018 17:51
Kesepakatan terbaru NAFTA tidak meningkatkan prospek tercapainya terobosan apapun dalam perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China.
Foto: Presiden Donald Trump menyampaikan pidatonya di samping bendera AS dan China saat dia dan Presiden Cina Xi Jinping bertemu. REUTERS/Damir Sagolj/File Photo
Jakarta, CNBC Indonesia - Kesepakatan terbaru untuk menyelamatkan Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement/NAFTA) tidak meningkatkan prospek tercapainya terobosan apapun dalam perang dagang antara Amerika Serikat (AS)-China, kata seorang pakar bursa kepada CNBC International hari Senin (1/10/2018).

Hanya beberapa jam menjelang tenggat tengah malam hari Minggu, pejabat AS dan Kanada mencapai kesepakatan untuk memperbarui NAFTA yang juga akan mencakup Meksiko, setelah bernegosiasi sengit selama lebih dari setahun.



Sampai beberapa waktu lalu, Kanada nampak nyaris dikecualikan dari kesepakatan final NAFTA. Namun, negosiasi selama akhir pekan pada akhirnya berujung pada kesepakatan baru yang ditandatangani ketiga negara. Kesepakatan itu dinamakan Persetujuan AS-Meksiko-Kanada (United States-Mexico-Canada Accord/USMCA).

Meskipun begitu, seorang pakar bursa memperingatkan kesepakatan NAFTA yang baru seharusnya tidak dilihat sebagai pertanda bahwa akan segera ada terobosan dalam hubungan dagang AS-China yang bermasalah.

"Saya yakin bahwa sayangnya kisah China lebih rumit [dibanding negosiasi NAFTA]," kata Luis Costa, Kepala CEEMEA FX dan Strategi Suku Bunga di Citibank, kepada CNBC International.
Perang dagang

Presiden AS Donald Trump sudah lama berupaya memperbarui NAFTA. Kesepakatan itu pun dipandang sebagai kemenangan untuk pemerintahannya.

NAFTA Baru Disepakati, Bukan Berarti AS-China Akan RujukFoto: Presiden AS Donald Trump di PBB (REUTERS/Carlos Barria)
Kesepakatan muncul ketika Washington terus bertempur di dalam perang dagang dengan beberapa pihak, terutama Beijing.

"Apa yang sungguh-sungguh ingin AS capai dalam jangka pendek, sehingga kita bisa menyelesaikan dan membungkam kegaduhan? Kita tidak tahu. Jadi, menurut saya kisahnya kemungkinan akan berlangsung selama bertahun-tahun, bukan [hitungan] bulan," kata Costa.

China dan AS, dua perekonomian terbesar di dunia, tengah terperangkap di dalam perang dagang yang memanas selama berbulan-bulan. Pasalnya, kedua negara menjatuhkan tarif impor yang besar terhadap produk satu sama lain.

Bulan lalu, Trump menerapkan bea masuk 10% terhadap produk impor China senilai US$200 miliar (Rp 2.981 triliun). Tarif impor itu akan dinaikkan menjadi 25% di akhir tahun 2018.

Kementerian Perdagangan China kemudian mengumumkan langkah balasan baru dengan besaran yang sama terhadap produk impor AS senilai US$60 miliar, tetapi pihaknya berharap adanya diskusi untuk menyelesaikan masalah itu.



Costa menambahkan pemerintah China relatif terukur dalam pendekatannya ke perang dagang global sejauh ini, dengan mencegah konflik perdagangan "meledak di luar proporsi".

Tujuan utama Trump selama negosiasi NAFTA adalah menurunkan defisit perdagangan AS. Tujuan yang sama juga dia terapkan ke Beijing dengan menerapkan tarif impor terhadap produk China senilai ratusan miliar dolar.
(prm) Next Article Belum Sepakat, Perundingan AS-Kanada Lanjut hingga Jumat

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular