
RI Impor Produk Turunan Metanol Sampai Rp 174 T
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
24 September 2018 13:59

Jakarta, CNBC Indonesia- Indonesia tercatat masih memiliki ketergantungan akan impor produk turunan metanol. Nilainya tak tanggung-tanggung mencapai US$ 12 miliar per tahun, atau setara Rp 174 triliun dengan asumsi kurs Rupiah Rp 14.500 per Dolar AS.
Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono saat dijumpai di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (24/9/2018).Lebih lanjut, Achmad mengatakan, kebutuhan metanol di Indonesia pada 2021 diprediksi akan mencapai 900 ribu ton per tahun. Sementara kemampuan produksi dalam negeri baru mencapai 350 ribu ton per tahun.
Sementara itu, produk turunan metanol, seperti polietilena, polipropilena, dimetil, etil, methyl tertier buthyl eter ( MTBE), dan lain sebagainya saat ini masih banyak diimpor dari luar negeri.
Hal ini pun disadari pemerintah, sehingga Kementerian Perindustrian berupaya untuk mempromosikan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, Papua Barat. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan, Kabupaten Teluk Bintuni mempunyai prospek yang besar untuk berkembang sebagai wilayah industri karena memiliki sumber daya alam yang besar. Wilayah Teluk Bintuni diperkirakan memiliki cadangan gas bumi sebesar 23,7 triliun kaki kubik (TCF).
"Pemerintah perlu memastikan pemanfaatan gas bumi tersebut diutamakan kepada pemenuhan kebutuhan domestik agar dapat menggerakan ekonomi di dalam negeri," ujar Airlangga ketika dijumpai dalam gelaran Market Sounding Pengembangan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (24/9/2018).
Lokasi Kawasan Industri Petrokimia direncanakan dibangun di Kampung Onar Baru, Distrik Sumuri, Teluk Bintuni. Adapun, pengembangan Teluk Bintuni merupakan implementasi kebijakan pengembangan perwilayahan industri saat ini diarahkan di luar Pulau Jawa dengan strategi utama antara lain adalah memfasilitasi pembangunan 13 Kawasan Industri (KI) yang mencakup:
1. Teluk Bintuni - Papua Barat
2. Buli - Halmahera Timur - Maluku Utara
3. Bitung - Sulawesi Utara,
4. Palu - Sulawesi Tengah
5. Morowali - Sulawesi Tengah
6. Konawe - Sulawesi Tenggara;
7. Bantaeng -Sulawesi Selatan;
8. Batulicin - Kalimantan Selatan;
9. Ketapang - Kalimantan Barat;
10. Landak - Kalimantan Barat,
11. Kuala Tanjung - Sumatera Utara,
12. Sei Mangke - Sumatera Utara; dan
13. Tanggamus - Lampung.
Airlangga menyebutkan, berkembangnya industri petrokimia berbasis gas bumi di Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, diharapkan dapat menjadi titik awal pembangunan industri di Teluk Bintuni khususnya, dan Indonesia Timur secara umum.
"Kehadiran industri hulu yang menghasilkan metanol diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku metanol dalam negeri, mengurangi ketergantungan impor bahan baku, dan memicu pertumbuhan industri hilir lainnya yang memberikan nilai tambah lebih besar terhadap perekonomian," pungkasnya.
(gus) Next Article Duh, Pemerintah Lanjut Impor Garam
Demikian disampaikan oleh Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono saat dijumpai di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (24/9/2018).Lebih lanjut, Achmad mengatakan, kebutuhan metanol di Indonesia pada 2021 diprediksi akan mencapai 900 ribu ton per tahun. Sementara kemampuan produksi dalam negeri baru mencapai 350 ribu ton per tahun.
Sementara itu, produk turunan metanol, seperti polietilena, polipropilena, dimetil, etil, methyl tertier buthyl eter ( MTBE), dan lain sebagainya saat ini masih banyak diimpor dari luar negeri.
"Pemerintah perlu memastikan pemanfaatan gas bumi tersebut diutamakan kepada pemenuhan kebutuhan domestik agar dapat menggerakan ekonomi di dalam negeri," ujar Airlangga ketika dijumpai dalam gelaran Market Sounding Pengembangan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (24/9/2018).
Lokasi Kawasan Industri Petrokimia direncanakan dibangun di Kampung Onar Baru, Distrik Sumuri, Teluk Bintuni. Adapun, pengembangan Teluk Bintuni merupakan implementasi kebijakan pengembangan perwilayahan industri saat ini diarahkan di luar Pulau Jawa dengan strategi utama antara lain adalah memfasilitasi pembangunan 13 Kawasan Industri (KI) yang mencakup:
1. Teluk Bintuni - Papua Barat
2. Buli - Halmahera Timur - Maluku Utara
3. Bitung - Sulawesi Utara,
4. Palu - Sulawesi Tengah
5. Morowali - Sulawesi Tengah
6. Konawe - Sulawesi Tenggara;
7. Bantaeng -Sulawesi Selatan;
8. Batulicin - Kalimantan Selatan;
9. Ketapang - Kalimantan Barat;
10. Landak - Kalimantan Barat,
11. Kuala Tanjung - Sumatera Utara,
12. Sei Mangke - Sumatera Utara; dan
13. Tanggamus - Lampung.
Airlangga menyebutkan, berkembangnya industri petrokimia berbasis gas bumi di Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, diharapkan dapat menjadi titik awal pembangunan industri di Teluk Bintuni khususnya, dan Indonesia Timur secara umum.
"Kehadiran industri hulu yang menghasilkan metanol diharapkan dapat memenuhi kebutuhan bahan baku metanol dalam negeri, mengurangi ketergantungan impor bahan baku, dan memicu pertumbuhan industri hilir lainnya yang memberikan nilai tambah lebih besar terhadap perekonomian," pungkasnya.
(gus) Next Article Duh, Pemerintah Lanjut Impor Garam
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular