
Ini Calon Kawasan Industri Petrokimia Terbesar di Timur RI
Anastasia Arvirianty, CNBC Indonesia
24 September 2018 11:50

Jakarta, CNBC Indonesia- Pemerintah melakukan upaya untuk menggaet investor dengan memperkenalkan pengembangan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, Papua Barat.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan, Kabupaten Teluk Bintuni mempunyai prospek yang besar untuk berkembang sebagai wilayah industri karena memiliki sumber daya alam yang besar. Wilayah Teluk Bintuni diperkirakan memiliki cadangan gas bumi sebesar 23,7 triliun kaki kubik (TCF).
"Pemerintah perlu memastikan pemanfaatan gas bumi tersebut diutamakan kepada pemenuhan kebutuhan domestik agar dapat menggerakan ekonomi di dalam negeri," ujar Airlangga ketika dijumpai dalam gelaran Market Sounding Pengembangan Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Senin (24/9/2018).
Lokasi Kawasan Industri Petrokimia direncanakan dibangun di Kampung Onar Baru, Distrik Sumuri, Teluk Bintuni.
Luasan awal yakni 50 Hektar dari total 200 hektar lahan yang akan dibebaskan, akan digunakan untuk mengembangkan Anchor Industry dengan dukungan komitmen ketersediaan gas oleh BP Tangguh Tahap I sebesar 90 MMSCFD di 2021 dan Tahap II sebesar 90 MMSCFD di 2026 dengan jangka waktu masing-masing 20 tahun. Sisa cadangan lahan digunakan untuk tahap III sebesar 176 MMSCFD dari Genting dan potensi industri lain yang bisa dikembangkan.
Lebih lanjut, Airlangga meyebutkan, pabrik petrokimia yang akan berada di Kawasan Industri Teluk Bintuni nantinya akan menjadi salah satu sumber penghasilan Kawasan Industri dan menjadi anchor pertumbuhan pabrik-pabrik downstream lainnya. Oleh karena itu, lanjutnya, pemilihan pabrik yang akan menjadi anchor ini menjadi penting.
Berdasarkan analisis supply dan demand, metanol merupakan produk yang layak untuk dijadikan sebagai anchor industry Tahap I.
Selain itu, Airlangga memaparkan, kebutuhan metanol di Indonesia pada 2021 diprediksi mencapai 871 ribu ton per tahun sedangkan produsen satu-satunya saat ini di Indonesia adalah PT Kaltim Methanol Indonesia baru mampu mensuplai 330 ribu ton kebutuhan domestik.
Di samping mengenai kebutuhan dalam negeri, pemilihan metanol sebagai anchor industry juga mempertimbangkan potensi metanol untuk dijadikan sebagai produk turunan seperti Polietilen/Polipropilen, Dimetil Eter (DME), MTBE dan lain-lain.
Adapun, mengingat lokasi industri petrokimia di Teluk Bintuni berada dalam kawasan timur Indonesia, keberadaan industri ini tentunya akan mendorong dalam mempercepat pembangunan di Indonesia bagian timur.
"Kami menyadari pentingnya pertumbuhan industri dan penambahan nilai investasi agar menyebar ke seluruh daerah di Indonesia, terutama di luar Pulau Jawa," imbuhnya.
"Berkembangnya industri petrokimia berbasis gas bumi di Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, diharapkan dapat menjadi titik awal pembangunan industri di Teluk Bintuni khususnya, dan Indonesia Timur secara umum," pungkas Airlangga.
(gus) Next Article Investasi di Teluk Bintuni, Menperin Janji Beri Tax Holiday
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebutkan, Kabupaten Teluk Bintuni mempunyai prospek yang besar untuk berkembang sebagai wilayah industri karena memiliki sumber daya alam yang besar. Wilayah Teluk Bintuni diperkirakan memiliki cadangan gas bumi sebesar 23,7 triliun kaki kubik (TCF).
Lokasi Kawasan Industri Petrokimia direncanakan dibangun di Kampung Onar Baru, Distrik Sumuri, Teluk Bintuni.
Luasan awal yakni 50 Hektar dari total 200 hektar lahan yang akan dibebaskan, akan digunakan untuk mengembangkan Anchor Industry dengan dukungan komitmen ketersediaan gas oleh BP Tangguh Tahap I sebesar 90 MMSCFD di 2021 dan Tahap II sebesar 90 MMSCFD di 2026 dengan jangka waktu masing-masing 20 tahun. Sisa cadangan lahan digunakan untuk tahap III sebesar 176 MMSCFD dari Genting dan potensi industri lain yang bisa dikembangkan.
Lebih lanjut, Airlangga meyebutkan, pabrik petrokimia yang akan berada di Kawasan Industri Teluk Bintuni nantinya akan menjadi salah satu sumber penghasilan Kawasan Industri dan menjadi anchor pertumbuhan pabrik-pabrik downstream lainnya. Oleh karena itu, lanjutnya, pemilihan pabrik yang akan menjadi anchor ini menjadi penting.
Berdasarkan analisis supply dan demand, metanol merupakan produk yang layak untuk dijadikan sebagai anchor industry Tahap I.
Selain itu, Airlangga memaparkan, kebutuhan metanol di Indonesia pada 2021 diprediksi mencapai 871 ribu ton per tahun sedangkan produsen satu-satunya saat ini di Indonesia adalah PT Kaltim Methanol Indonesia baru mampu mensuplai 330 ribu ton kebutuhan domestik.
Di samping mengenai kebutuhan dalam negeri, pemilihan metanol sebagai anchor industry juga mempertimbangkan potensi metanol untuk dijadikan sebagai produk turunan seperti Polietilen/Polipropilen, Dimetil Eter (DME), MTBE dan lain-lain.
Adapun, mengingat lokasi industri petrokimia di Teluk Bintuni berada dalam kawasan timur Indonesia, keberadaan industri ini tentunya akan mendorong dalam mempercepat pembangunan di Indonesia bagian timur.
"Kami menyadari pentingnya pertumbuhan industri dan penambahan nilai investasi agar menyebar ke seluruh daerah di Indonesia, terutama di luar Pulau Jawa," imbuhnya.
"Berkembangnya industri petrokimia berbasis gas bumi di Kawasan Industri Petrokimia di Teluk Bintuni, diharapkan dapat menjadi titik awal pembangunan industri di Teluk Bintuni khususnya, dan Indonesia Timur secara umum," pungkas Airlangga.
(gus) Next Article Investasi di Teluk Bintuni, Menperin Janji Beri Tax Holiday
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular