Kesalnya Sri Mulyani saat Isu Utang Diungkit-ungkit Terus

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
28 August 2018 07:53
Kesalnya Sri Mulyani saat Isu Utang Diungkit-ungkit Terus
Jakarta, CNBC Indonesia - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali buka suara soal utang negara yang dalam beberapa kesempatan terakhir terus menjadi sorotan publik. Tak hanya itu, dia turut menyindir beberapa pihak yang dinilainya menyalahgunakan data terkait utang.

Dalam sebuah seminar bertema Tantangan Pengelolaan Layanan Informasi Publik Kementerian Keuangan di Era Digital, Sri Mulyani mengungkapkan "kekesalannya" itu.

"Saya rasakan betul sebagai pejabat negara. Kita beri informasi itu bisa dipotong, dipenggal, diambil, dan disalahgunakan," ungkap Sri Mulyani di Aula Mezzanine, komplek Kementerian Keuangan, Senin (27/8/2018).

"Bisa suatu tabel diambil hanya angkanya dan dibuatlah narasi yang lain," sambungnya.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu pun mengaku geram kepada sejumlah pihak yang sering kali mempertanyakan kondisi utang pemerintah, baik itu dari sisi nominal, jumlah pembayaran, cicilan, sampai dengan besaran bunga utang yang harus dibayarkan.

Pasalnya, semua informasi tersebut sudah ada di laman Kementerian Keuangan dan masyarakat bisa mengakses kapapun dan di manapun tanpa harus melontarkan pertanyaan yang kerap kali memojokkan Pemerintah.

Perbandingan Utang Zaman SBY dan JokowiFoto: Arie Pratama
Perbandingan Utang Zaman SBY dan Jokowi
"Orang ngomongin utang melulu. Tanya melulu dan pertanyaaan tidak berubah-ubah. Padahal itu ada di website," jelasnya.

Dia melanjutkan APBN tak melulu soal utang. Pemerintah ingin agar publik tidak melihat utang hanya sebagai instrumen yang merugikan, melainkan untuk menjaga kondisi perekonomian secara keseluruhan.



"Utang ini terus-menerus dilihat orang. Tapi sebetulnya kalau seperti hutan besar, orang lagi senang pohon ini [utang], yang dilihat terus," ujar Sri Mulyani.

Sebenarnya siapa yang memantik kekesalan Sri Mulyani ini?
Isu utang kembali ramai dibicarakan setelah Ketua MPR RI Zulkifli Hasan mengritik utang pemerintahan Presiden Joko Widodo yang terus membengkak. Hal itu pun berujung pada saling adu argumen antara pemerintah, termasuk Sri Mulyani hingga Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, dan anggota dewan.

Anggota Komisi XI DPR RIĀ Ecky Awal Mucharam ikut buka suara atas isu utang ini. Dia mengingatkan pemerintah akan beban bunga utang yang semakin bertambah. Menurut dia, dengan nilai tersebut dana APBN akan habis hanya untuk membayar bunga utang.




Dalam RAPBN 2019, tahun depan pembayaran bunga utang, baik berupa bunga utang dalam negeri maupun luar negeri pemerintah, naik dari proyeksi APBN 2018. Tertulis bahwa bunga utang dalam negeri naik 10,1% dari Rp 232 triliun menjadi Rp 255 triliun. Sementara bunga utang luar negeri naik 14,8% dari Rp 17,3 triliun menjadi Rp 19,9 triliun.

Dengan demikian, total bunga utang yang harus dibayarkan pemerintah jika menggunakan tingkat bunga SPN 3 bulan 5,3% dan rata-rata nilai tukar Rp 14.400/US$ berjumlah Rp 275,4 triliun.

"Ini (APBN) sudah tidak sehat," ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima CNBC Indonesia, Senin (27/8/2018).

Dia melihat angka tersebut nilainya di atas batas wajar karena sudah menjadi pos belanja terbesar setelah belanja rutin.

"Lebih besar dari belanja modal, belanja sosial, dan belanja subsidi. Sementara proporsi pembayaran bunga terhadap total belanja negara pun makin meningkat," imbuhnya.

Pembayaran Bunga Utang Zaman SBY dan JokowiFoto: Aristya Rahadian Krisabella
Pembayaran Bunga Utang Zaman SBY dan Jokowi
Lalu Ecky menyebut Indonesia nyaris masuk dalam jebakan utang (debt trap), sebab pemerintah harus berutang sekadar untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang sebelumnya. Hal itu dia sebut berdampak buruk, apalagi lebih banyak pemberi utang adalah investor asing. Sehingga mereka yang menerima pembayaran bunga utang tiap tahunnya.

Dalam kesempatan lain, Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Scenaider Siahaan membantah pandangan Indonesia masuk dalam jebakan utang.

"Pendapat yang mengatakan kita terjebak itu tidak tepat," kata Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan DJPPR Scenaider Siahaan, kepada CNBC Indonesia.

"Hanya pendapat retorika tanpa analisis yang memadai, mengingat semua beban kewajiban pokok dan bunga yang jatuh tempo saat ini sesuai rencana pengelolaan utang," jelasnya.

Scenaider menegaskan, pengelolaan utang pemerintah saat ini dan ke depan akan tetap diarahkan untuk menurunkan defisit keseimbangan primer secara terukur. Agar tidak menimbulkan shock yang tidak perlu bagi ekonomi Indonesia.

"Konsolidasi fiskal terutama utang konsisten akan memberikan dorongan yang kuat untuk ekonomi Indonesia," paparnya.

Sebagai informasi, keseimbangan primer yang masih mengalami defisit, menandakan bahwa pemerintah harus berutang lagi untuk membayar bunga utang jatuh tempo.




Dalam prognosis kas keuangan negara tahun ini, pemerintah diperkirakan tetap gali lubang tutup lubang yang menandakan pemerintah menerbitkan utang baru untuk membayar bunga utang.

Sebab, posisi keseimbangan primer ditetapkan sampai akhir tahun sebesar Rp 64,8 triliun. Namun, defisit anggaran akan tetap dijaga di level 2,12%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya 2,19%.
Pages

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular