Anggota DPR Sebut RI di Ujung Jebakan Utang

Lidya Julita S, CNBC Indonesia
27 August 2018 07:21
Pembayaran bunga utang pemerintah di RAPBN 2019 naik bila dibandingkan proyeksi APBN 2018.
Foto: Arie Pratama
Jakarta, CNBC Indonesia - Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2019 mencatat tahun depan pembayaran bunga utang, baik itu bunga utang dalam negeri maupun luar negeri pemerintah, naik dari proyeksi APBN 2018.

Seperti dikutip CNBC Indonesia, Senin (27/8/2018), dalam kas keuangan negara tersebut tertulis bahwa bunga utang dalam negeri naik 10,1% dari Rp 232 triliun menjadi Rp 255 triliun. Sementara bunga utang luar negeri naik 14,8% dari Rp 17,3 triliun menjadi Rp 19,9 triliun.



Dengan demikian, total bunga utang yang harus dibayarkan pemerintah jika menggunakan tingkat bunga SPN 3 bulan 5,3% dan rata-rata nilai tukar Rp 14.400/US$ berjumlah Rp 275,4 triliun.

Melihat angka ini, Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam mengingatkan pemerintah akan beban bunga utang yang semakin bertambah ini. Ia menilai dengan nilai tersebut dana APBN akan habis hanya untuk membayar bunga utang dan kondisi ini tidaklah baik.

"Ini (APBN) sudah tidak sehat," ujarnya melalui keterangan tertulis yang diterima CNBC Indonesia, Senin (27/8/2018).

Dia melihat angka tersebut nilainya di atas batas wajar karena sudah menjadi pos belanja terbesar setelah belanja rutin.

"Lebih besar dari belanja modal, belanja sosial, dan belanja subsidi. Sementara proporsi pembayaran bunga terhadap total belanja negara pun makin meningkat," imbuhnya.


Dia menambahkan, di akhir pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono pembayaran bunga utang tidak sebesar pemerintahan saat ini. Proporsi bunga utang terhadap belanja pemerintah pusat hanya 11,1%, dan sekarang di pemerintahan Jokowi sudah 17,2%.

"Beban bunga ini mengalami lonjakan karena pemerintahan Jokowi sangat jor-joran berutang. Pemerintah harus menjelaskan kondisi utang secara utuh ke publik. Misalkan memang ada Rp 396 triliun utang yang dilunasi di tahun ini, tapi perlu diingat net pembiayaan di outlook APBN 2018 dalam bentuk penerbitan SBN adalah sebesar Rp 388 triliun. Artinya jumlah utang baru yang ditarik sekitar Rp 784 triliun," tambahnya.

Ecky pun menegaskan bahwa beban bunga utang ini karena sejak 2016 lalu, pemerintah selalu menarik utang lebih banyak daripada pembayaran bunga utangnya.

Pada tahun 2017, pemerintah hanya melunasi utang SBN sebesar Rp 284 triliun, tetapi justru menarik utang SBN baru sebesar Rp 726 triliun. Lalu, 2016 pemerintah melunasi Rp 254 triliun, tetapi menambah sebesar Rp 660 triliun. Oleh karena itu selama pemerintahan Jokowi dari tahun 2015-2018, stok utang pemerintah dalam bentuk SBN bertambah sebesar Rp 1.600 triliun.

"Ini artinya, kita sudah nyaris masuk dalam jebakan utang (debt trap) karena kita berutang sekadar untuk membayar cicilan pokok dan bunga utang sebelumnya. Ujung-ujungnya yang menikmati adalah para investor khususnya asing yang menerima pembayaran bunga utang tiap tahunnya. Sebagai catatan, surat utang negara kita yang hampir separuhnya dikuasai asing. Ini juga berbahaya untuk stabilitas ekonomi dan nilai tukar rupiah."

"Dan lebih memprihatinkan lagi, di era pemerintahan Jokowi debt to GDP ratio kita pun terus naik dari 24% menjadi 29%."



(prm) Next Article Utang Luar Negeri Pemerintah Tembus Rekor Baru Rp 2.595,64 T

Tags


Related Articles
Recommendation
Most Popular