Digeledah KPK, Ini Jawaban Lengkap Bos PLN

Rivi Satrianegara, CNBC Indonesia
16 July 2018 19:00
Sofyan Basir menjawab semua tanya soal penggeledahan yang dilakukan oleh KPK di kediamannya.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia- Direktur Utama PT PLN (Persero) Sofyan Basir memberi penjelasan terkait kasus suap yang terjadi dalam proyek PLTU Riau I serta penggeledahan oleh KPK di kediamannya.

Pertama, Sofyan Basir mengatakan menghormati proses hukum KPK yang mengedapankan asas praduga tak bersalah. "Dirut patuh dan taat pada peraturan yang berlaku," kata Sofyan di kantornya, Senin (16/7/2018).



Ia menceritakan soal kedatangan KPK pada hari Minggu 15 Juli di kediamannya diterima dengan baik dan Sofyan juga memberikan informasi dan dokumen dari objek perkara yang dibutuhkan KPK. "Proses dilakukan dengan baik, profesional dari awal sampai akhir."

Kemudian, ia menegaskan bahwa selama ini KPK dan PLN menandatangani nota kesepahaman untuk mengawal beberapa proyek kelistrikan nasional PLN yang diklaim oleh Sofyan sudah ada kemajuan, dan dinikmati masyarakat.

"Pro aktif mencegah korupsi, dan kooperatif kepada KPK," jelasnya.

Lalu, Ia menjelaskan soal proyek PLTU Riau I yang terkait dengan dugaan kasus suap yang melibatkan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Saragih.

Sofyan menjelaskan hingga saat ini, proyek tersebut baru memasuki tahap penandatanganan Letter of Intent (LoI) antara anak perusahaan PLN, PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) dan konsorsium yaitu China Huadian Engineering (CHEC) dan PT Samantaka.

Samantaka sendiri adalah anak usaha dari Blackgold Natural Resources, perusahaan di mana Johanes Budisutrisno Kotjo berposisikan sebagai pemegang saham.

Saat ini, Johanes telah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK bersama Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih. "Ini penunjukan langsung ke anak usaha PLN. Nilai investasinya, kira-kira US$ 900 juta," ujar Sofyan.

Dalam proyek tersebut, PJB memiliki saham mayoritas yakni sebesar 51% sementara 49% lain dimiliki konsorsium. PJB sendiri juga menunjuk langsung konsorsium yang terdiri dari dua perusahaan itu.

PLTU Riau I merupakan pembangkit mulut tambang, di mana mulut tambang tersebut juga dimiliki oleh konsorsium. Namun, hingga saat ini belum ada mulut tambang atas proyek itu sebab proyek baru mencapai tahap teken LoI dan memang ditarget beroperasi (COD) pada 2023 mendatang.

"Ini case terjadi di konsorsium, di sisi sebelah sana. Itu sama sekali bukan urusan kami. Apakah mereka bisnis saling suap, kami tidak mau tahu. Namun kalau ada proses hukum, harus kami hentikan. Kalau ada masalah, harus dikaji sementara bagaimana melanjutkannya," tutur Sofyan.




(gus/gus) Next Article Digeledah KPK, Bos PLN Gelar Konpers Sore Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular