Pengamat: Gojek Cs Belum Diregulasi tetapi Tak Ilegal

Roy Franedya, CNBC Indonesia
03 July 2018 20:56
Ojek online masih bisa beroperasi dengan perjanjian antara pengguna dan penyedia jasa.
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki
Jakarta, CNBC Indonesia - Meski tak memiliki payung hukum, ojek online masih tetap bisa beroperasi di Indonesia dengan membuat perjanjian antara penyedia jasa dan pengguna. Hal ini merupakan pernyataan dari Ketua dewan pakar Masyarakat Transportasi Indonesia, Danang Parikesit.

Menurut Danang Parikesit, ojek online Indonesia tidak termasuk kategori ilegal. Para ojek online beroperasi dalam pasar yang belum diregulasi (unregulated market).

"Jadi lebih ke perjanjian pengguna dan penyedia jasa. Tidak ada SPM (Standar Pelayanan Minimum) dan compliance performance (kepatuhan performa)," ujar Danang Parikesit, Selasa (3/7/2018)

Danang menambahkan secara perdata pengguna jasa bisa membuat perjanjiaan dengan penyedia jasa.

"Perjanjiannya ya terbatas yang ada di proses transaksi di platform online. Jadi memang pengguna harus sadar hak dan kewajibannya," terang Danang.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi menolak mengategorikan ojek online sebagai angkutan umum. 

Putusan MK itu bermula dari adanya permohonan uji materi Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) oleh Tim Pembela Rakyat Pengguna Transportasi Online atau Komite Aksi Transportasi Online (KATO).

Adapun norma yang diuji adalah Pasal 138 Ayat (3) UU No. 22/2009 "Angkutan umum orang dan/ atau barang hanya dilakukan dengan Kendaraan Bermotor Umum." 

KATO menilai saat ini pasal 138 itu tidak mengakomodasi jaminan hukum, baik sebagai pengguna maupun driver ojek online. Bahkan, KATO menilai pasal itu dapat berbalik menjadi senjata agar muncul penolakan terhadap ojek online.

Pada sidang Senin (21/5/2018), Hakim Konstitusi Arief Hidayat meminta Pemohon menguraikan kerugian konstitusional yang dialami Pemohon terhadap aturan itu.

Menurut Arief, kerugian konstitusional dalam permohonan belum dapat ditemukan, apalagi jika disandingkan dengan legal standing para Pemohon dimana sebagian Pemohon merupakan pengemudi dan sebagian yang lain merupakan pengguna jasa ojek online. 

Terhadap definisi angkutan umum yang dinilai Pemohon merugikan, Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams meminta Pemohon untuk mencermati ketentuan umum yang mengatur definisi tersebut, yaitu Pasal 138. 

Hakim Konstitusi Wahiduddin dan Hakim Konstitusi Arief tidak menemukan permasalahan dalam norma yang mengatur definisi angkutan umum yang dipermasalahkan oleh para Pemohon.

(roy/dob) Next Article KPPU: Aksi Grab Akusisi Uber Bisa Picu Kartel Harga di RI

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular