Piala Dunia 2018
Belajar dari Paulinho: Tuntutlah Ilmu Hingga ke Negeri China
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
28 June 2018 15:48

Asosiasi Sepakbola Asia (AFC) menempatkan Liga Super China sebagai kompetisi domestik nomor satu di Benua Kuning. Ini menandakan liga sepakbola Negeri Tirai Bambu sangat baik, kompetitif, dan berkelas tinggi, setidaknya di Asia.
Liga Super China mulai digelar pada 2004, sebagai reformasi dari liga sebelumnya yaitu Jia-A League. Awalnya diikuti 12 tim, kini ada 16 klub yang berlaga di Liga Super China.
China serius membangun liga sepakbola domestik karena didukung penuh oleh pemerintah. Bahkan untuk menarik minat pemain-pemain top dunia, klub berani menawarkan gaji selangit.
Tahun lalu, rata-rata gaji pemain di Liga Super China adalah US$1,02 juta atau sekitar Rp 14,54 miliar per tahun. Nama-nama besar pun tergiur untuk mencicipi manisnya uang China. Misalnya Oscar dan Hulk (Shanghai SIPG), Yannick Carrasco (Dalian Yifang), Axel Witsel (Tianjin Quanjian), sampai Javier Mascherano (Hebei China Fortune).
Kedatangan para bintang ini mendatangkan dua berkah. Pertama adalah menarik minat penonton sehingga sepakbola semakin populer di China.
Tahun lalu, rata-rata jumlah penonton yang hadir di stadion tercatat 23.766. Ini adalah rataan tertinggi kelima dunia untuk liga sepakbola domestik. Liga Super China hanya kalah dari Bundesliga Jerman, Liga Primer Inggris, La Liga Spanyol, dan Liga MX Meksiko.
Popularitas sepakbola yang semakin meningkat juga menggoda pelaku bisnis untuk merapat. Berbagai perusahaan besar rela menjadi sponsor klub-klub Liga Super China.
Saat ini, raksasa e-commerce dunia Alibaba juga sudah ikut menanamkan modal di kompetisi tersebut. Perusahaan besutan Jack Ma tersebut memiliki 37,81% saham klub Guangzhou Evergrande.
Kehadiran pemodal besar membuat Guangzhou Evergrande menjadi klub kaya raya. Sekarang klub ini dilatih oleh legenda Italia, Fabio Cannavaro.
Berkah kedua adalah kompetisi di Liga Super China menjadi berkelas. Kehadiran pemain-pemain top tentu menaikkan level permainan Liga Super China. Kompetisi menjadi ketat dan tidak kalah jauh dengan liga-liga mapan di Eropa atau Amerika Selatan.
Situasi ini membuat pemain kelas dunia pun tetap tertempa kala bermain di Liga Super China. Kualitas mereka pun tidak menurun dan tetap kompetitif. Mereka siap jika suatu saat harus kembali ke Eropa atau Amerika Latin.
Sosok Paulinho membuat kita bisa mengambil pelajaran. Ternyata China bukan sekedar tempat mencari uang bagi pesepakbola. China bukan sekedar tempat untuk mengakhiri karier.
Liga Super China tetap menawarkan tantangan dan kompetisi yang ketat. Paulinho yang alumnus Liga Super China terbukti bisa tetap berkibar setelah second comeback-nya ke Eropa.
Jadi, tuntutlah ilmu sampai ke Negeri China...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/prm)
Liga Super China mulai digelar pada 2004, sebagai reformasi dari liga sebelumnya yaitu Jia-A League. Awalnya diikuti 12 tim, kini ada 16 klub yang berlaga di Liga Super China.
China serius membangun liga sepakbola domestik karena didukung penuh oleh pemerintah. Bahkan untuk menarik minat pemain-pemain top dunia, klub berani menawarkan gaji selangit.
Kedatangan para bintang ini mendatangkan dua berkah. Pertama adalah menarik minat penonton sehingga sepakbola semakin populer di China.
Tahun lalu, rata-rata jumlah penonton yang hadir di stadion tercatat 23.766. Ini adalah rataan tertinggi kelima dunia untuk liga sepakbola domestik. Liga Super China hanya kalah dari Bundesliga Jerman, Liga Primer Inggris, La Liga Spanyol, dan Liga MX Meksiko.
![]() |
Saat ini, raksasa e-commerce dunia Alibaba juga sudah ikut menanamkan modal di kompetisi tersebut. Perusahaan besutan Jack Ma tersebut memiliki 37,81% saham klub Guangzhou Evergrande.
Kehadiran pemodal besar membuat Guangzhou Evergrande menjadi klub kaya raya. Sekarang klub ini dilatih oleh legenda Italia, Fabio Cannavaro.
Berkah kedua adalah kompetisi di Liga Super China menjadi berkelas. Kehadiran pemain-pemain top tentu menaikkan level permainan Liga Super China. Kompetisi menjadi ketat dan tidak kalah jauh dengan liga-liga mapan di Eropa atau Amerika Selatan.
Situasi ini membuat pemain kelas dunia pun tetap tertempa kala bermain di Liga Super China. Kualitas mereka pun tidak menurun dan tetap kompetitif. Mereka siap jika suatu saat harus kembali ke Eropa atau Amerika Latin.
Sosok Paulinho membuat kita bisa mengambil pelajaran. Ternyata China bukan sekedar tempat mencari uang bagi pesepakbola. China bukan sekedar tempat untuk mengakhiri karier.
Liga Super China tetap menawarkan tantangan dan kompetisi yang ketat. Paulinho yang alumnus Liga Super China terbukti bisa tetap berkibar setelah second comeback-nya ke Eropa.
Jadi, tuntutlah ilmu sampai ke Negeri China...
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/prm)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular