
Pertamina Rugi Tahan BBM, ESDM Beri 7 Blok Beromzet Rp 29 T
Wahyu Daniel, CNBC Indonesia
26 April 2018 07:58

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berkomitmen mendukung kinerja PT Pertamina (Persero) agar tidak rugi lantaran tidak menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM).
Komitmen itu diwujudkan dengan memberikan persetujuan atas delapan kontrak Wilayah Kerja (WK) dari delapan WK terminasi yang kontraknya habis, pada Jumat (20/4/2018) pekan lalu. Pemerintah menunjuk Pertamina sebagai kontraktor yang akan mengelola tujuh WK tersebut. Delapan kontrak tersebut terdiri dari tujuh kontrak bagi hasil WK Alih Kelola dan satu Amandemen penggabungan ke Kontrak Bagi Hasil WK Mahakam.
Kementerian ESDM mengharapkan dengan ditunjuk sebagai kontraktor, Pertamina berpotensi mendapatkan pendapatan kotor US$2,15 miliar atau sekitar Rp 29,92 triliun (Dolar AS = Rp 13.900) dari pengelolaan tujuh WK tersebut, kata Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) melaporkan kapasitas produksi tujuh WK tersebut sebesar 68.558 barel per hari minyak dan 306 juta kaki kubik (mmscfd) gas bumi.
Sebelumnya, ujar Jonan, pemerintah juga menunjuk Pertamina menjadi pengelola Blok Mahakam dan Blok Blok Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Dari pengelolaan tersebut, Pertamina mendapatkan total pendapatan bersih sebelum pajak sekitar Rp 9 triliun per tahun.
"Penunjukan Pertamina sebagai kontraktor beberapa blok migas tersebut merupakan dukungan dari Pemerintah kepada Pertamina agar perusahaan tersebut mampu menjaga stabilitas harga eceran BBM Khusus JBT Premium dan JBKP Biosolar," kata Jonan kepada CNBC Indonesia, Kamis (26/4/2018).
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian ESDM memutuskan melakukan pengawasan terhadap harga BBM jenis umum (JBU) atau BBM non-subsidi seperti Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Turbo.
Jonan menjelaskan kebijakan tersebut tidak hanya berlaku untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melainkan bagi semua badan usaha yang menjadi penyalur BBM yang beroperasi di seluruh kawasan Indonesia seperti, Vivo, Total, AKR, dan Shell.
"Ini dilakukan untuk mengendalikan inflasi yang seringkali terjadi saat kenaikan harga BBM. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk menjaga daya beli masyarakat Indonesia. Pasalnya, kenaikan harga BBM berkaitan erat dengan daya beli masyarakat secara langsung," jelasnya.
Kementerian ESDM mengatakan keputusan untuk melakukan pengawasan langsung terhadap harga BBM tersebut sudah tepat. Pasalnya, Presiden Joko Widodo juga telah memerintahkan agar inflasi dan daya beli masyarakat menjadi dasar pertimbangan utama dalam menaikkan harga BBM.
Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2004 telah membatalkan pasal 12 ayat 3, pasal 22 ayat 1, dan pasal 28 ayat 2 dan 3 dalam UU No 22 Tahun 2001 yang mengatur tentang pelepasan harga BBM mengikuti mekanisme pasar. Menurut MK, peraturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
MK berpendapat keputusan menyerahkan harga BBM pada mekanisme pasar akan mengancam hak rakyat atas harga BBM yang terjangkau. Maka dari itu, dibutuhkan pengawasan dari Pemerintah dalam menentukan kebijakan harga BBM.
Sebagai Menteri ESDM, Jonan berharap tim manajemen baru Pertamina lebih efektif dan efisien dalam melayani masyarakat, serta mendukung pemerataan layanan distribusi BBM sebagai wujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(prm) Next Article Ini Porsi Pertamina dan Rincian Bonus di 8 Blok Terminasi
Komitmen itu diwujudkan dengan memberikan persetujuan atas delapan kontrak Wilayah Kerja (WK) dari delapan WK terminasi yang kontraknya habis, pada Jumat (20/4/2018) pekan lalu. Pemerintah menunjuk Pertamina sebagai kontraktor yang akan mengelola tujuh WK tersebut. Delapan kontrak tersebut terdiri dari tujuh kontrak bagi hasil WK Alih Kelola dan satu Amandemen penggabungan ke Kontrak Bagi Hasil WK Mahakam.
Kementerian ESDM mengharapkan dengan ditunjuk sebagai kontraktor, Pertamina berpotensi mendapatkan pendapatan kotor US$2,15 miliar atau sekitar Rp 29,92 triliun (Dolar AS = Rp 13.900) dari pengelolaan tujuh WK tersebut, kata Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Sebelumnya, ujar Jonan, pemerintah juga menunjuk Pertamina menjadi pengelola Blok Mahakam dan Blok Blok Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Dari pengelolaan tersebut, Pertamina mendapatkan total pendapatan bersih sebelum pajak sekitar Rp 9 triliun per tahun.
"Penunjukan Pertamina sebagai kontraktor beberapa blok migas tersebut merupakan dukungan dari Pemerintah kepada Pertamina agar perusahaan tersebut mampu menjaga stabilitas harga eceran BBM Khusus JBT Premium dan JBKP Biosolar," kata Jonan kepada CNBC Indonesia, Kamis (26/4/2018).
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian ESDM memutuskan melakukan pengawasan terhadap harga BBM jenis umum (JBU) atau BBM non-subsidi seperti Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Turbo.
Jonan menjelaskan kebijakan tersebut tidak hanya berlaku untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melainkan bagi semua badan usaha yang menjadi penyalur BBM yang beroperasi di seluruh kawasan Indonesia seperti, Vivo, Total, AKR, dan Shell.
"Ini dilakukan untuk mengendalikan inflasi yang seringkali terjadi saat kenaikan harga BBM. Selain itu, pemerintah juga berkomitmen untuk menjaga daya beli masyarakat Indonesia. Pasalnya, kenaikan harga BBM berkaitan erat dengan daya beli masyarakat secara langsung," jelasnya.
Kementerian ESDM mengatakan keputusan untuk melakukan pengawasan langsung terhadap harga BBM tersebut sudah tepat. Pasalnya, Presiden Joko Widodo juga telah memerintahkan agar inflasi dan daya beli masyarakat menjadi dasar pertimbangan utama dalam menaikkan harga BBM.
Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2004 telah membatalkan pasal 12 ayat 3, pasal 22 ayat 1, dan pasal 28 ayat 2 dan 3 dalam UU No 22 Tahun 2001 yang mengatur tentang pelepasan harga BBM mengikuti mekanisme pasar. Menurut MK, peraturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
MK berpendapat keputusan menyerahkan harga BBM pada mekanisme pasar akan mengancam hak rakyat atas harga BBM yang terjangkau. Maka dari itu, dibutuhkan pengawasan dari Pemerintah dalam menentukan kebijakan harga BBM.
Sebagai Menteri ESDM, Jonan berharap tim manajemen baru Pertamina lebih efektif dan efisien dalam melayani masyarakat, serta mendukung pemerataan layanan distribusi BBM sebagai wujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
(prm) Next Article Ini Porsi Pertamina dan Rincian Bonus di 8 Blok Terminasi
Most Popular