
Internasional
"Cara Cambridge Analytica Adalah Contoh Penjajahan Modern"
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
28 March 2018 18:41

Jakarta, CNBC Indonesia - Cambridge Analytica, perusahaan analisis politik yang menjadi pusat skandal kebocoran data Facebook, adalah contoh buruk dari penjajahan modern. Ini merupakan pernyataan pelapor pelanggaran (whistleblower) Christopher Wylie saat menghadiri rapat dengar pendapat di parlemen Inggris, Selasa (27/3/2018).
Mengutip pekerjaan Cambridge Analytica dalam mendukung cekcok pemilihan ulang Presiden Kenya Uhuru Kenyatta, mantan karyawan Cambridge Analytica itu mengatakan, "Ini adalah perusahaan yang menjangkau seluruh dunia dan meremehkan institusi negara dari, Anda tahu, negara-negara yang berjuang untuk mengembangkan institusi-institusi itu".
"Mereka adalah contoh penjajahan modern. Anda memiliki perusahaan kaya dari negara-negara berkembang yang masih berjuang untuk perekonomian atau demokrasi, Anda tahu, [perusahaan] itu menapakkan kaki dan meraup untung dari [negara-negara] itu," tambahnya.
Cambridge Analytica berada di tengah perselisihan setelah operasi penyamaran menangkap pejabat eksekutif menyombongkan manipulasi psikologis, teknik penjebakan dan kampanye berita palsu. CEO perusahaan telah dinonaktifkan dan Komisi Informasi Inggris telah menggeledah kantor perusahaan yang ada di London.
Perusahaan itu diduga telah menggunakan data yang dikumpulkan dari para pengguna Facebook lewat aplikasi pihak ketiga untuk mempengaruhi para pemilih, termasuk di pemilu presiden Amerika Serikat (AS) dan referenfum Brexit di tahun 2016. Cambridge Analytica telah mengatakan bahwa perusahaannya "berkomitmen untuk bertanggungjawab, adil dan aman dengan data."
Dua dari pimpinan Cambridge Analytica, selama liputan penyamaran oleh Channel 4 dari Inggris, berbicara tentang operasinya di negara-negara berkembang seperti Meksiko, Malaysia, Brazil dan Kenya.
Wylie menambahkan bahwa Cambridge Analytica telah "bekerja secara ekstensif di India".
Proyek perusahaan pada kesuksesan Presiden Kenyatta dalam kampanye pemilu presiden Kenya di tahun 2013 dan 2017 juga disebut di dalam laporan.
"Kami telah mengganti merek [rebrand] keseluruhan partai dua kali, menulis manifesto mereka, melakukan dua putaran survei dengan 50.000 [peserta]," kata Mark Turnbull, Direktur Pelaksana Cambridge Analytica Political Global dalam sebuah video yang direkam secara diam-diam dan dikutip oleh CNBC Internasional.
"Kemudian kami menulis semua pidato mereka dan kami mengatur semuanya, setiap elemen dari kampanyenya," kata Turnbull.
Pemilu Kenya tahun lalu dicemari kekacauan dan kekerasan yang mengakibatkan banyak orang tewas dan luka-luka. Pemilihan suara pertama yang diadakan pada bulan Agustus dianggap tidak sah oleh Mahkamah Agung setempat, kemudian diadakan kembali pada bulan Oktober dengan Kenyatta yang kembali muncul sebagai pemenang.
Mengutip pekerjaan Cambridge Analytica dalam mendukung cekcok pemilihan ulang Presiden Kenya Uhuru Kenyatta, mantan karyawan Cambridge Analytica itu mengatakan, "Ini adalah perusahaan yang menjangkau seluruh dunia dan meremehkan institusi negara dari, Anda tahu, negara-negara yang berjuang untuk mengembangkan institusi-institusi itu".
"Mereka adalah contoh penjajahan modern. Anda memiliki perusahaan kaya dari negara-negara berkembang yang masih berjuang untuk perekonomian atau demokrasi, Anda tahu, [perusahaan] itu menapakkan kaki dan meraup untung dari [negara-negara] itu," tambahnya.
Dua dari pimpinan Cambridge Analytica, selama liputan penyamaran oleh Channel 4 dari Inggris, berbicara tentang operasinya di negara-negara berkembang seperti Meksiko, Malaysia, Brazil dan Kenya.
Wylie menambahkan bahwa Cambridge Analytica telah "bekerja secara ekstensif di India".
Proyek perusahaan pada kesuksesan Presiden Kenyatta dalam kampanye pemilu presiden Kenya di tahun 2013 dan 2017 juga disebut di dalam laporan.
"Kami telah mengganti merek [rebrand] keseluruhan partai dua kali, menulis manifesto mereka, melakukan dua putaran survei dengan 50.000 [peserta]," kata Mark Turnbull, Direktur Pelaksana Cambridge Analytica Political Global dalam sebuah video yang direkam secara diam-diam dan dikutip oleh CNBC Internasional.
"Kemudian kami menulis semua pidato mereka dan kami mengatur semuanya, setiap elemen dari kampanyenya," kata Turnbull.
Pemilu Kenya tahun lalu dicemari kekacauan dan kekerasan yang mengakibatkan banyak orang tewas dan luka-luka. Pemilihan suara pertama yang diadakan pada bulan Agustus dianggap tidak sah oleh Mahkamah Agung setempat, kemudian diadakan kembali pada bulan Oktober dengan Kenyatta yang kembali muncul sebagai pemenang.
Next Page
Tanggapan Cambridge Analytica
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular